Senin, 26 Desember 2011

Daseng Pantai Sario Tumpaan Manado, tonggak perjuangan melawan penguasa




Bangunan  ruang terbuka itu terlihat gagah, menawan dan asri dipandang mata, terlihat berdiri kokoh di pinggiran pantai Sario Tumpaan.   Berdiri dengan kontruksi beton yang menancap di atas permukaan laut, alasnya dari kayu merah tertata rapi menutupi sebagian  lantai, sementara bagian lantai sebelah barat masih mengangga. Dinding sama sekali belum terpasang , meskipun direncanakan kelak akan diberikan dinding  dari bamboo.  Atapnya  terpasang dari rumbai memberikan kesan alami dan terasa sangat sejuk.  Dari jalan besar , untuk menuju ke daseng , melalui jembatan  kecil yang terbuat dari kayu  yang hanya bisa di lalui oleh satu orang saja selebar  sekitar 50 cm.  Jembatan itu disangga dengan tiang-tiang bamboo  dan kayu-kayu potongan-potongan sisa dari  lantai daseng yang terpasang. Bangunan itu belum sepenuhnya jadi, masih terlihat sisa-sisa material seperti kayu yang belum di benahi berserakan di bawah pertanda akan digunakan lagi. Meskipun selama dua bulan terhitung sejak bulan Oktober 2010 , nelayan bahu membahu siang dan malam menyelesaikan daseng tanpa kenal lelah tetapi daseng  belum selesai di bangun.

Daseng yang di bangun tersebut bukan hanya sekedar sebagi tempat peristirahatan nelayan ketika pulang melaut. Tujuan utama, menyediakan tempat sekaligus wadah bertemu nelayan yang memenuhi syarat kualitas dan kapasitas serta dapat berperan multi fungsi untuk memfasilitasi kepentingan nelayan secara berkelanjutan. Yang diharapkan dengan berdirinya daseng ini adalah tumbuhnya semangat kebersamaan dan persaudaraan antar sesama  nelayan serta semakin tumbuhnya kecintaan terhadap laut dan kuatnya jiwa kebaharian.

Jika di lihat dari jauh, memang daseng ini terlihat sederhana di bandingkan dengan bangunan sekitarnya yang terlihat megah, kokoh dan angkuh. Bangunan pusat pertokoaan, perumahan yang didirikan pengembang dengan merampas tempat tambatan perahu bagi nelayan, terlihat sangat megah. Tetapi jika di lihat lebih jauh, daseng ini menyimpan nilai sejarah yang luar biasa terutama bagi nelayan di pantai Sario Tumpaan. Daseng ini terbangun berkat perjuangan nelayan yang dengan gigih tanpa mengenal lelah dan takut  mempertahankan ruang terbuka pantai  yang akan di timbun oleh pengembang.  Sekitar bulan Mei 2009, PT Gerbang Nusa Perkasa(GNP) pengembang yang mempunyai ijin melakukan penimbunan  di pantai Sario Tumpaan mulai melakukan penimbunan laut, dan meminta nelayan untuk memindahkan perahu karena proyek penimbunan akan dimulai meskipun sebenarnya penimbunan tengah berlangsung. Nelayan menyampaikan keberatan penggusuran penambatan perahu kepada Kadis Kelautan dan Perikan Sulut pada saat acara Pelatihan Kepemimpinan yang dibuat oleh Asosiasi Nelayan Tradisional Sulut (ANTRA – Sulut pada bulan November 2009, tetapi tidak mendapatkan tanggapan pasti. Menyadari  resiko yang akan dihadapi nelayan akan kehilangan tempat tambatan perahu  dan ruang terbuka pantai  sebagai akses melaut jika penimbunan terus dilakukan, nelayan bersama ANTRA segera melakukan upaya-upaya advokasi dalam skala local maupun nasional.  Dalam skala local, pada bulan Januari 2010, diadakan pertemuan nelayan dan masyarakat Kelurahan Sario Tumpaan Lingkungan V bertempat di Food Court Boulevard, membicarakan permasalahan yang dihadapi terkait proyek reklamasi. Pada pertemuan ini merumuskan permasalahan yang ada meliputi drainase, penambatan perahu nelayan, kesehatan, dampak terhadap lingkungan hidup. Kemudian dilakukan pemetaan lahan reklamasi dan pengambilan gambar bawah air dengan titik-titik koordinat diambil dan gambar-gambar bawah air sekitar lokasi penimbunan. Warga mengirimkan surat keberatan/penolakan terhadap kegiatan reklamasi ke Pemerintah Kelurahan. Surat tersebut ditandatangani oleh 109 warga. Dalam skala nasional, upaya  yang dilakukan dengan mengirimkan Surat Permohonan Perlindungan ke Komnas HAM tentang keberatan penimbunan yang dilakukan PT GNP. Bulan Februari,warga mengadakan dialog denga  BLH  Kota Manado , Diperoleh informasi bahwa proyek reklamasi belum ada penetapan, Amdal (terpadu) yang digunakan tahun 2003 (bertentangan dengan PP 27 tahun 1999) dan BLH berjanji akan melakukan pengecekan lapangan.

Konsolidasi-konsolidasi terus dilakukan masyarakat dan nelayan di Daseng membahas tentang undangan pertemuan di Kantor Kecamatan Sario. Nelayan memutuskan untuk minta penambatan perahu dan drainase yang akan di bangun PT GNP harus baik dan memenuhi standart. Sementara itu aparat keamanan mulai minta warga untuk mengeluarkan perahu dari lahan reklamasi, tetapi nelayan tetap menolak.  Pertemuan berikutnya di kecamatan Sario didatangi oleh perwakilan PT GNP, kecamatan, lurah Sario dan perwakilan warga untuk membicarakan drainase dan tambahan perahu. Hasil dialogis forum tersebut memutuskan, pertama tentang Drainase: pengembang setuju membuat dengan sebaik mungkin. Harus ada perjanjian tertulis bahwa pengembang akan bertanggungjawab apabila terjadi masalah di kemudian hari seperti banjir – kesepakatan belum dibuat. Kedua, pengembang mengusulkan tambatan perahu di sebelah luar (batas dengan laut) dengan panjang 35 meter; masyarakat belum sepakat karena harus dibicarakan terlebih dahulu. Ketiga, nelayan melaporkan terjadinya pemutusan tali jangkar oleh pihak pengembang; disepakati bahwa pengembang akan melakukan pengecekan tali-tali yang diputuskan dan akan menggantinya. Keempat, Warga meminta agar kegiatan reklamasi dihentikan sebelum ada kesepakatan – tidak ditanggapi oleh pengembang. Kelima, Warga menolak menandatangani Surat Perjanjian yang sudah disiapkan pengembang karena belum dibicarakan dengan warga. Hasil pertemuan yang difasilitasi pihak kecamatan tersebut, kemudian di diskusikan dengan masyarakat keesokan harinya, yang kemudian memutuskan bahwa masyarakat menolak usulan penambatan perahu di laut dan tetap mempertahkan penambatan perahu di tempat semula, sekaligus melindungi agar drainase tetap terbuka. Kearoganan pengembang tidak berhenti, pada bl Maret ada tali jangkar perahu milik nelayan diputuskan oleh sekuriti Mantos(milik PT GNP) dengan  dikawal oleh 3 orang petugas Polsek Sario. Melihat kesewenangan tersebut, nelayan melakukan dialog dengan pihak legislatif (DPRD Kota Manado) yang juga dihadir Kadis Tata Kota Manado, kemudian  pengurus ANTRA Sulut Masyarakat dan Pengurus ANTRA  Kota Manado membuat pengaduan ke Badan Lingkungan Hidup Provinsi. Warga mendapat penjelasan bahwa memang banyak masalah dengan proyek reklamasi, dan sebenarnya ada alokasi/tempat untuk penambatan perahu nelayan.

Upaya advokasi terus dilakukan nelayan  dengan melakukan aksi pada tanggal 12 Mei 2010 berkekuatan sekitar 500 orang. Aksi jalan kaki ke kantor Walikota dengan membawa perahu sebagai bukti keseriusan penolakan terhadap penimbunan laut.  Atas campurtangan Komnas HAM akhirnya semua pihak bersedia menyelesaikan sengketa dengan melakukan dialog yang dipimpin langsung oleh Ketua Mediasi Komnas HAM, Ridha Saleh. Proses mediasi memutuskan kesepakatan  pemberian lahan pantai terbuka kepada nelayan  dan jaminan kontruksi  drainase yang baik.

Sebagai wujud tanggungjawab, nelayan memanfaatkan ruang terbuka pantai dengan mendirikan Daseng, yang mulai di bangun 12 Okt 2010.  Pembangunan daseng yang ber ukuran 13 x 18,75 meter ini dengan tetap memperhatikan kearifan social dan budaya yang telah menjadi kebiasaan turun temurun dan melekat dalam kehidupan nelayan dan masyarakat penghuni wilayah pantai di Manado. Kehadiran daseng diharapkan dapat mengangkat semangat nelayan untuk kembali memandang laut sebagai sumber kehidupan,  dan berharap ada peluang  perbaikan ekonomi. Pembangunan daseng akan dilanjutkan lagi setelah dana  dari iuran sukarela anggota ANTRA dan donator terkumpul, karena sumber dana memang  mengandalkan dari iuran anggota.(24.1.2011)



Jumat, 16 Desember 2011

Perempuan Nelayan kota Manado membentuk kelompok penguatan ekonomi



Kemiskinan dan nelayan seolah dua sisi uang yang tidak bisa dipisahkan. Fenomena ini belum hilang. Belum banyak data yang menunjukan bahwa nelayan sudah sejahtera, yang ada adalah nelayan dan berbagai kemiskinan. Berbagai studi menunjukkan, kehidupan keluarga nelayan tidak pernah lepas dari masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi. Studi-studi tersebut menyimpulkan, tekanan yang dialami keluarga para nelayan buruh, nelayan kecil, atau nelayan tradisional relatif lebih intensif dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain di desa pertanian atau perkampungan-perkampungan kumuh di daerah perkotaan pasca merebaknya efek bawaan perubahan iklim.

Kehidupan perekonomian nelayan tradisional di kota Manado  belum bisa dikatakan sejahtera. Hasil dari melaut belum bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,  menyekolahkan anak dan kebutuhan lainnya.  Hal ini diperparah karena akhir-akhir ini perubahan iklim tidak bisa lagi diperkirakan seperti  beberapa tahun yang lalu. Ketergantungan nelayan tradisional dan masyarakat pesisir terhadap keberlanjutan ekosistem laut dan sumber daya perikanan pasca perubahan iklim menghadapi kesulitan berarti. Berkurangnya hasil tangkapan setali tiga uang dengan makin terhimpitnya pola penyesuaian mereka terhadap dampak perubahan iklim.  Sementara pemerintah belum cukup responsive terhadap kesulitan yang dihadapi oleh nelayan.

Nelayan  cukup kesulitan dengan aktivitas mencari ikan dengan cuaca yang  tidak menentu, apalagi dukungan prasarana dalam menangkap ikan sangat sederhana dengan perahu kecil dan alat pancing yang sederhana. Hal tersebut berdampak kepada  tingkat pendapatan nelayan yang turun drastic. Kesulitan lainnya , selama ini belum ada mekanisme penjualan ikan hasil tangkapan yang sudah  terkontrol. Ibu-ibu nelayan menjual ikan sendiri-sendiri dan terkadang di beli oleh tengkulak dengan harga yang ditentukan sepihak oleh tengkulak dan biasanya belum cukup  dihargai dengan layak.
Kesulitan terbesar dirasakan oleh ibu-ibu istri nelayan karena merekalah yang mengelola langsung uang dari penjualan ikan hasil tangkapan nelayan. Mereka harus pintar untuk mengatur  keuangan  keluarga,  harus berhemat dan menyimpan sedikit uang yang ada untuk  simpanan ketika hasil melaut tidak bisa diandalkan. Meski itu bukan hal yang mudah.

Berangkat dari beberapa persoalan yang selama ini mereka rasakan, sekitar 40 orang perempuan nelayan tradisional di kota Manado  yang berasal dari kelurahan Malalayang I, Malalayang II, Malalayang  Los , Sario Tumpaan lingkungan 4 dan lingkungan 5 berembug untuk membentuk kelompok perempuan nelayan. Imbrio kelompok ini  mulai kelihatan bentuknya setelah ada 3 kali pertemuan yang dilakukan sejak bulan Maret 2011 lalu. Imbrio kelompok tersebut disepakati bernama Kerukunan Perempuan Nelayan  Tradisional kota Manado.  Anggota  kelompoki ini tidak hanya para nelayan perempuan  saja tetapi juga  istri nelayan, ibu-ibu rumah tangga dan juga remaja perempuan.
Mereka mempunyai harapan  bisa semakin membantu perekonomian keluarga dengan pengelolaan keuangan yang lebih baik lagi. Melalui Kerukunan Perempuan Nelayan Tradisonal ini ke depan juga akan di gagas koperasi kelompok nelayan perempuan. (27.4.2011)

Rabu, 16 November 2011

Pelukan tangan mungilmu, 30 Nop 2010

Siang ini waktu mengantar kakak2mu pulang dari sekolah, belum juga masuk ke rumah...entah karena sudah mendengar suara motor yang biasa kau sukai, motor yang biasa mengantar  kau muter-muter di komplek perumahan....kau langsung menjerit dan sangat antusias untuk di gendong. Padahal ku tahu, kau sedang nonton film Upin Ipin kesukaanmu. Tak kau gubris lagi film yang selalu bikin kau tertawa-tawa lucu hingga bikin kita semua ikut tertawa . tertawa karena melihat betapa ceria,polos,ringan dan penuh rasa senang ketika kau menterjemahkan film itu di dalam pikiranmu. Barangkali kau sudah paham cerita upin ipin itu, yg memang juga bikin kakak2mu tertawa. Kau tak sabar untuk menunggu aku melepas helm dan  kain peneutup hidung. kemudian dengan mengerutkan gigi, pertanda kau sedang gemas , kau minta gendong dan meraih-raih baju sambil merengek-rengek minta nenen. Seperti biasa, kau tak pernah sabar jika akan minta ASI. Begitu kau dapatkan apa yang kau mau, langsung saja dengan penuh kenikmatan kau lahap minuman favoritmu itu.
Seperti biasa juga, kau pasti akan mempermainkan dan menarik-narik rambutku, sehingga selalu bikin aku gemas dan kukelitiki kakimu yang ramping itu.
Ketika kau tertarik dengan godaan kakakmu, pasti kau akan hentikan aktivitasmu.Tapi begitu ku tutup, kau akan merengek2 lagi minta untuk di lanjutkan.

Dan pada saat aku harus pergi lagi untuk bekerja, kau tak mau melepaskan diri dari pelukanku, malah semakin kencang memeluk leherku. Kau menjerit-jerit, sambil bilang mama...mama...hu...hu.... Aku harus membujukmu untuk memberikan janji ,nanti sore akan kembeli lagi. Janji2ku yang biasanya mampu membuatmu melepas  pelukanmu, hari ini tak mempan lagi. Justru kau semakin mennagis keras, sehingga pengasuhmu dan kedua kakakmu harus ikut membujuk. Godaan kakakmu yang biasanya membuatmu tertawa dan melupakan diriku, tak kau gubris sama sekali. akhirnya dengan berat hati, ku harus memaksa kau untuk bersama pengasuh. Maafkan aku sayang, nanti sore aku janji kembali untuk kau lagi..........

Minggu, 06 November 2011

Siang, di Jogja 4 Nop 2010

Siang ini hujan benar-benar luar biasa lebatnya,layaknya dimuntahkan dengan dasyat dari langit. Suara geluduk sesekali terdengar menambah 'seram' suasana. Langit gelap berwarna abu-abu, meski masih jam 12.30 serasa sudah magrib. Kebetulan mati lampu juga. Meski saya tertolong karena hotel tempat saya ikut'belajar' hari ini mengunakan genset sebagai pengganti listrik, tetap saja saya merasa ngeri. Jogja sing ini benar-benar bikin miris. Beberapa saat jika suara geluduk terdengar, teman2 berkata gelisah, itu suara geluduk atau merapi ya?.

Meski makan siang dengan berbagai hidangan yang lezat, khas hotel, tetap saja saya tidak bisa menikmati dan memanjakan lidah saya. Terbayang  masyarakat yang masih mengungsi di barak pengungsian ,pasti lebih miris dengan keadaan seperti ini. Teringat juga kawan-kawan saya yang masih aktif di barak pengungsian sebagai relawan. Apalagi ada satu kawan perempuan yang lagi  sakit tetapi masih tetap di barak.Terbayang beberapa wilayah yang masih kekurangan logistik. Saya ikut melihat perkembangan dari jalin merapi.Meski tidak terlibat sebagai relawan, meski hanya bisa mmeberikan sedikit kontribusi lewat pengalangan dari kawan-kawan,meski hanya sedikit yang bisa kami bantu,,,tetapi bukan berrati kami tidak mau peduli.
Semoga saudara-saudara yang di barak pengungsian senantiasa merasa lebih baik,lebih nyaman dan suasana spt ini segera berakir. amin................

Rabu, 19 Oktober 2011

Tips melakukan analisis APBD


TIPS MELAKUKAN ANALISIS APBD

 

Pengertian APBD


APBD adalah Rencana Pendapatan dan Belanja suatu Daerah(APBD) untuk satu tahun berjalan (1 periode) yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda)

Fungsi Anggaran?
Anggaran mempunyai beberapa fungsi yang dikelompokan menjadi dua yaitu sebagai fungsi kebijakan fiskal dan sebagai fungsi manajemen.
1. Sebagai fungsi kebijakan fiskal, Pertama, anggaran  dapat digunakan untuk menagtur alokasi belanja untuk pengadaan barang-barang dan jasa-jasa publik (public good and services). Kedua, sebagai alat distribusi yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan atau mengurangi kesenjangan antar wilayah, kelas sosial maupun sektoral. Ketiga, sebagai fungsi stabilisasi, misalnya jika terjadi ketidakseimbangan yang sangat ekstrem maka pemerintah dapat melakukan intervensi melalui anggaran untuk mengembalikan pada keadaan normal.
2. Sebagai fungsi manajemen, Pertama, memberi pedoman bagi pemerintah untuk melakukan tugas-tugasnya pada periode mendatang. Kedua, anggaran sebagai alat kontrol masyarakat terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Ketiga, untuk menilai seberapa jauh pencapaian pemerintah dalam melaksanakan kebijakan dan program-program yang direncanakan.

Mengapa Perlu Anggaran ?

Anggaran diperlukan sama dengan pentingnya sebuah negara, ada beberapa sebab anggaran diperlukan :

1. Untuk menciptakan keteraturan sosial

2. Menjamin Hak-hak masyarakat.

3. Menyelenggarakan atau membiayai Pelayanan kepada masyarakat


Dari mana Sumber Anggaran  ?

  1. Pajak; yaitu dana dipungut dari masyarakat
  2. Retribusi, yaitu dana dipungut dari masyarakat
  3. Laba BUMN/BUMD yaitu dana pengelolan BUMD dibiayai oleh uang masyarakat
  4. Hutang, yaitu dana yang dipinjam oleh negara pada negara lain atau pihak lain
  5. Hibah, diberikan secara cuma-cuma karena ada kepentingan rakyat
Jadi karena uang negara bersumber dari uang rakyat maka pemerintah hanya
berperan sebagai pengelola uang rakyat tersebut melalui APBN/APBD

Apa prinsip penyusunan APBD yang baik?
Transparan,partisipatif,disiplin,keadilan, efisiensi dan efektifitas,rasional dan terukur

Mengapa rakyat berhak terhadap APBD?
1.    Rakyat merupakan penyumbang utama sumber penerimaan dalam APBD melalui pajak dan retribusi
2.    Sesuai dengan hakekat dan ungsi anggaran,rakyat merupakan target untuk di sejahterakan
3.    Karena amanah konstitusi pasal 23 UUD ’45,dimana di jelaskan bahwa rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan anggaran

Apa hak rakyat terhadap APBD?
1.    Hak untuk mendapatkan alokasi anggaran yang memadai sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
2.    Hak untuk terlibat dalam proses penganggaran, baik dalam tahap perencanaan, pembahasan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
3.    Hak untuk melakukan control terhadap APBD, untuk memastikan sejauh mana alokasi anggaran berpihak pada kepentingan rakyat, untuk memastikan di pangkasnya praktek korupsi dalam pelaksanaan program,control terhadap proses evaluasi guna menjamin agar temuan penyimpangan anggaran ditindaklanjuti

Mengapa pengunaan APBD perlu di awasi?
Ada beberapa alasan kenapa masyarakat harus mengawasi proses penyusunan dan pelaksanaan APBD.
1.karena dana APBD didapat dan dikumpulkan kan dari uang rakyat melalui pajak dan retribusi. Maka sudah selayaknya persoalan APBD adalah persoalan rakyat karena rakyat yang mempunyai daulat atas APBD.
2.Pengawasan diperlukan untuk mencegah  terjadinya penyalahgunaan dan penyelewengan APBD yang berbentuk mark-up, korupsi, kesalahan administrasi maupun pendistribusian alokasi dana yang tidak adil.
 3.mengawasi dan memperjuangkan APBD digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat

Langkah-langkah  Melakukan Analisis APBD
1.    Bentuk tim yang akan melakukan analisis RAPBD(anggota tim dari partai,LSM,ormas,perorangan,dll)
2.    Bagilah peran masing-masing tim analisis
3.    Susun time frame untuk tiap target tahapan analisis (mis.minggu pertama analisis korelasi perencanaan dan penganganggaran,minggu kedua analisis program SKPD,dll)
4.    Penyiapan dokumen dan alat analisis APBD
-Pastikan seluruh dokumen perencanaan dan penganggaran telah di serahkan secara lengkap
-Siapkan dokumen peraturan perudangan yang akan di gunakan sebagai dasar argument dalam melakukan pengkritisan( UU No 17 th 2003 tentang Keuangan Negara,UU No 25 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional,UU 32 tetang Pemerintah Daerah,dll)
5.  Pelajarilah apakah terjadi konsisitensi dan relevansi anatara perencanaan dan penganggaran (program yg menjadi prioritas dalam dok perencanaan ,hrs muncul dalam program/keg dok APBD
6. Pastikan adanya koneksitas alokasi anggaran dg prioritas program.Program yg mjd prioritas harus mendapatkan alokasi dana yg prioritas
7. Cermati apakah ada program/kegiatan yang sama atau berulang dari APBD tahun sebelumnya
8. Cermati dok RKA SKPD memuat indicator kinerja secar lengkap.RKA harus dapat memberikan gambaran atas program/kegiatan
9.Pelajari target pencapaian kinerja ,indicator kinerja,kelompok sasaran kegiatan,standar analisis belanja,standar satuan harga,standar pelayanan minimal serta sinkronisasi program dan kegiatan antara SKPD (yg di cermati: input,output, hasil/impact dari keg; indicator output dan hasilnya apakah telah menunjukkan indicator capaian yg jelas dan terukur)
10.Lakukan analisis alokasi anggaran
Analisis pendapatan
-Buat  perbandingan penerimaan
-Cermati sumber pendapatan terbesar pada PAD
-Cermati apakah terjadi rasionalisasi penerimaan(membandingkan antara nilai estimasi penerimaan dengan asumsi potensi pendapatan dari sumber itu)
-Cermati apakah ada SKPD yg belum menjalankan fungsinya secara maximal dalam melakakukan penggalian pendapatan
-Crmati apakah ada pengalian PAD yg justru secara social ekonomi memberatkan masy miskin

Analisis belanja
-cermati apakah besaran alokasi tiap item belanja sesuai dg SK Walikota/Bupati ttg standarisasi harga barang dan jasa serta kegiatan
-Buat perbandingan alokasi angggaran per SKPD/ unit program untuk melihat prioritas alokasi anggaran
-Cermati apakah alokasi yg ada mencerminkan adanya efisiensi dan efektivitas anggaran

Analisis pembiayaan
-Cermati dan buatlah analisis atas dokumen yg memuat informasi akurat dan rinci tentang sisa lebih perhitungan Anggaran tahun Anggaran Sebelumnya(SILPA)
-Cermati posisi asset daerah
Cermati tingkat kemanfatan penyertaan modal pemerintah daerah

11.Susun hasil analisis
12. Lakukan pertemuan dengan DPRD untuk memberikan hasil analisis RAPBD tersebut.

Minggu, 16 Oktober 2011

SRAWUNG Gunungkidul analisa RPJMD tahun 2010-2015



SRAWUNG adakan diskusi, dengan tujuan agar penyusunan RPJMDesa bisa disesuaikan dengan RPJMD Kabupaten. Diskusi ini diselenggarakan pada tanggal 13 November 2010 di RM Joglo Resto Siraman Wonosari, dihadiri oleh 18 orang perwakilan pemerintah desa yaitu kepala urusan pemerintah desa dan 12 orang perwakilan kelompok.
Hasil analisis  RPJMD 2105-2010 adalah sbb:
 1). Kapasitas Fiskal, Infrastruktur, Penanggulangan Kemiskinan, Peningkatan Kualitas Tanah dan Air masih menjadi catatan
2).Apabila target s/d tahun 2010 tetap belum tercapai maka prioritas RPJMDTahun 2010 – 2015 untuk melanjutkan pencapaian target dengan program kegiatan di RPJMD tahap ke II.
3).Ada beberapa indikator yang di dalam pengukurannya masih harus dijabarkan sehingga sulit diterjemahkan secara khusus dalam bentuk persentase seperti: prasarana dan sarana pertanian. Target-target sasaran tertentu harus dilakukan penelitian/survai seperti kadar target PH tanah dan BOD, Indeks Kepuasan Pelanggan/Masyarakat.
4).Pada dasarnya target RPJM Daerah sudah dijabarkan ke dalam RKPD (yg termuat pada tema & prioritas RKPD), namun penentuan target belum jelas dan belum sepenuhnya sesuai dengan prioritas pembangunan tahunan. Pada RKA dan DPA juga belum mencantumkan secara jelas indikator & target kinerja program kegiatan.
Rekomendasi:
1).Untuk mencapai/mewujudkan tema yang telah ditetapkan di RKPD perlu dilakukan perencanaan dalam bentuk Renja SKPD yang memuat rencana kerja pembangunan yang terarah, konsisten dan berkesinambungan dengan menjabarkan tema dan prioritas ke dalam target kuantitatif  mengacu pada visi, misi,  dan target sasaran  RPJM Daerah.
Setidaknya ada 4 rekomendasi empat prioritas di RPJMD GK 2010 -2015, yaitu di bidang pertanian, pendidikan, kesehatan, serta pelayanan administrasi kependudukan. Di bidang pertanian, harus benar-benar menjadi prioritas pemerintah karena mayoritas warga Gunung Kidul adalah petani. Program pertanian Pemkab GunungKidul justru kerap kali tidak berkesesuaian dengan kebutuhan petani, misalnya pengadaan bibit tanaman, jarang dikomunikasikan dengan petani  sebagai pihak yang membutuhkan. Bidang kesehatan masih banyak warga Gunung Kidul yang tidak mendapatkan akses layanan Jamkesmas sehingga harus dicarikan jalan keluar. Sedangkan di bidang pendidikan, pemerintah harus memikirkan jalan ke luar  untuk biaya pendidikan agar bisa terjangkau warga. Meski sudah ada BOS (Biaya Operasional Sekolah) namun masih ada warga yang belum bisa bersekolah. Bidang pelayanan administrasi kependudukan, yang dibutuhkan warga bukan sekadar gratis untuk membuat KTP saja, tetapi bagaimana kepastian penyelesaian pembuatannya.

2).RKPD harus menjabarkan RPJMD ke dalam target tahunan.
3).Untuk meningkatkan sinkronisasi program antara RKPD yang memuat tema dan prioritas pembangunan (yang menjabarkan RPJM Daerah) dan Renja SKPD, direkomendasikan  agar penetapan Renja SKPD oleh Kepala SKPD segera setelah RKPD ditetapkan, bukan setelah APBD ditetapkan.
4).Perlu ada keterpaduan, kesinambungan dan sinkronisasi  program kegiatan  baik intern maupun antar SKPD dan antar berbagai sumber dana (APBD Kabupaten, APBD Prov, APBN) agar hasil dan manfaat pembangunan lebih  optimal lagi. Pencapaian target tidak hanya dari RKPD tetapi berasal dari berbagi program pembangunan dan berbagai sumber dana.
5).Perumusan indikator kinerja pada RPJMD 2010 – 2015 agar mengacu pada PP Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan PEMDA yg telah menyediakan indikator kinerja kunci sehinggga nanti akan sesuai  dengan LKPJ & EKPPD. (14.11.2010)

Sabtu, 15 Oktober 2011

Nelayan Malalayang Manado pertahankan tempat tinggal





Pemukiman nelayan Malalayang II  Kota Manado berada   di Kecamatan Malalayang Kelurahan Malalayang II Lingkungan I  tepatnya di belakang Akademi  Perawat Fakultas Kedokteran UNSRAT. Sungguh pemandangan yang ironis sekali, sekitar 40 KK  yang berprofesi sebagai nelayan tinggal di rumah-rumah bedeng di pinggiran pantai. Tak lebih dari 20 m air sudah menerpa-nerpa halaman rumah penduduk yang dipenuhi dengan kerikil khas laut.  Dari jalan raya menuju ke pemukiman nelayan Malalayang, ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1 km baru bisa ketemu dengan pemukiman nelayan. Jalan menuju pemukiman relative bagus, beraspal dan tidak terlihat kerusakan apapun. Sepanjang jalan dikiri jalan ada bangunan gedung pendidikan kesehatan yang menjulang tinggi dan tentu saja megah. Sementara di sebelah kanan terdapat  tanah kosong   yang siap di bangun oleh investor untuk keperluan bisnisnya. Menjauh sedikit  dari situ, gundukan tanah sudah ada menimbun pantai dan siap menutup pantai sekitarnya.

Masuk ke pemukiman nelayan Malalayang, terlihat anak-anak kecil yang bermain riang di pelataran rumah yang sebenarnya tak layak di sebut pelataran karena lebarnya tak lebih dari 2 meter dan dipenuhi perahu nelayan.  Sementara  ibu-ibu terlihat bergerombol sambil  mencari kutu dan berbincang-bincang akrab. Sesekali terdengar rengekan anak-anak kecil yang minta sesuatu dari ibu mereka.  Para remaja duduk-duduk sambil memegang HP, nampak sedang  berSMSan dengan seseorang. Para bapak tampak sibuk sekali  ada di sekitar perahu, ada yang memperbaiki perahu ada yang memperbaiki jaring. Suasana khas pemukiman pantai dengan seabreg aktivitas yang dilakukan.

Hampir semua rumah-rumah nelayan  sangat sederhana dengan  atap rumah yang sangat rendah, terbuat dari seng-seng yang sudah usang di makan usia. Rata-rata rumah yang dihuni keluarga nelayan  seluas 3x5 meter dengan lantai semen yang sebagian rumah di tutup karpet plastic tipis yang sudah  koyak di sana sini.  Dinding rumah terbuat dari seng dan triplek yang sudah tidak utuh lagi. Rumah di tinggali sekitar 4-5 orang, ruangan di sekat dengan triplek tipis atau kain penutup sekedar untuk memberikan batas ruang-raung privasi keluarga. Ruang tamu berusaha di hadirkan meskipun sangat sederhana dengan luas yang tidak terlalu lebar, dapur tidak lebih dari 1x1,5m memanjang dengan peralatan dapur yang sederhana.

Dari sejarahnya, nelayan Malalayang menghuni pemukiman ini  sejak puluhan tahun lalu, tepatnya tinggal di pemukiman secara turun temurun. Harapannya adalah untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah dan untuk mengembangkan kehidupan dan pencarian nafkah mereka sebagai masyarakat nelayan. Status  tanah di Malalayang ini berasal dari peninggalan pemerintah Belanda pada saat pejajahan Belanda. Karena Indonesia merdeka, Belanda harus pulang sehingga tanah kemudian digunakan oleh masyarakat setempat. Sebagian tanah digunakan untuk pusat rehablitasi penyakit kusta, sebagian tanah  kemudian secara turun temurun digunakan oleh keturunan warga tersebut.  Pada tahun 1998 ada seorang pengusaha yang mengaku bahwa tanah tersebut adalah miliknya dan meminta warga meninggalkan tanah tersebut dengan kompensasi uang sekitar Rp 500.000, tetapi masyarakat menolak.  Setelah perpindahan Pusat Rehabilitasi Penyakit Kusta dari Wilayah Malalayang ke Pandu Kecamatan Wori-Minahasa Utara, melalui lurah sekitar 16 KK warga diminta pindah dengan diberikan kompensasi  15 juta, tapi masyarakat menolak. Masyarakat tetap ingin tinggal di situ. Bahkan sekarang ada sekitar 40 keluarga yang tinggal di Malalayang.

Nelayan Malalayang berorganisasi dalam wadah Forum Nelayan Pesisir Pantai Malalayang (FNPPM) yang dipimpin oleh Sudirman Hililo, organisasi ini  merupakan salah  organisasi nelayan yang ada di Pesisir Teluk Manado khususnya di Pantai Malalayang dan masuk menjadi bagian ANTRA kota Manado.  FNPPM sudah beraktivitas sejak tahun 2003, namun secara formal dibentuk pada tahun 2006 untuk melakukan perjuangan nelayan secara bersama dan berkelompok. FNPPM mempunyai visi bersama untuk: 1) menghimpun segenap kekuatan rakyat dalam perjuangan demokrasi, 2) FNPPM sebagai sekolah Politik Rakyat dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, 3) sebagai alat dalam mencapai tujuan pembaruan agraria. Untuk merealisasikan gagasan dan harapan tersebut maka FNPPM merumuskan program organisasi dalam bentuk dan kerangka sebagai berikut: 1) Memperjuangkan hak atas tanah yang saat ini didiami rakyat, 2) Membangun kekuatan ekonomi kerakyatan, 3) ikut  mengawasi Pemerintahan Kota Manado sehingga terecipta Pemerintahan yang bersih, kuat, dan berwibawa, 4) Mendorong terciptanya Pendidikan Murah bagi Rakyat.

Konflik dan problema nelayan di Kota Manado tidak lepas dari masalah penguasaan lahan tangkapan dan lokasi sandaran, hingga lokasi pemukiman nelayan yang dianggap tidak jelas sehingga banyak pihak yang berkehendak untuk melakukan penguasaan lahan yang dianggap strategis walaupun biaya penguasaan dan pengelolaannya sangat mahal. Kejadian tersebut dialami oleh nelayan yang tinggal di pantai Malalayang, tergabung dalam Forum Nelayan Pesisir Pantai Malalayang merupakan anggota ANTRA kota Manado.
Pada tahun 2007, masalah mulai kembali terjadi. Nelayan dihadapkan pada masalah tanah kembali.  Warga melakukan hearing ke DPRD untuk meminta dukungan .Pasca hearing DPRD melakukan lobi dengan pengusaha, dan mendapatkan solusi yang ditawarkan ke masyarakat. Tawaran solusi ada tiga  yaitu  pertama nelayan direlokasi ke Minahasa Utara (ternyata lokasi yang ditawarkan adalah tanah berstatus sengketa), kedua dipindahkan ne Manado Utara di kecamatan Tuminting (tenyata lokasinya adalah hutan Mangrove, yang tidak mungkin menjadi tempat tinggal karena hutan milik pemerintah), ketiga dipindahkan ke kaki gunung Lokon (nelayan tidak mau karena tidak mungkin bermukim di kaki gunung yang jauh dari pantai). Warga menolak usulan tersebut, dan tetap menempati lahan. Masuk tahun 2008 hearing terakhir dengan keputusan oleh Komisi A DPRD, bahwa masyarakat tetap mendiami lahan tersebut, termasuk juga Gurbernur yang diwakili oleh Assisten II Gubernur Sulut. Dan pihak HBG harus membatalkan status HGBnya. Setelah Pilkada tahun 2010, ada surat dari kelurahan yang meminta warga untuk pindah maximal sampai bulan Januari 2011. Warga berupaya melakukan upaya dialog dengan kelurahan tetapi tidak menemukan titik temu.

Sejak bulan Januari 2011pertemuan intensif dilakukan  sebagai upaya untuk merumuskan langkah-langkah ke depan, salah satunya konsolidasi yang dilakukan tanggal 16 Maret 2011 di daseng Sario Tumpaan.
Hampir 200 jiwa mengantungkan hidupnya kepada laut, sumber kehidupan nelayan dan keluarganya. Jika nelayan tergusur dari pemukiman dan dipaksa jauh dari laut, pastilah secara perlahan nelayan dipaksa untuk mengakhiri kehidupan secara perlahan-lahan.
Bau khas pantai yang dihembuskan angin semilir yang berembus mampu membuat hati terasa damai dan tenang. Anak-anak yang bercanda ceria adalah harapan bagi nelayan untuk tetap mempertahankan pemukiman yang sudah didiami puluhan tahun. Dari tempat ini diharapkan mereka tumbuh menjadi manusia baru yang tetap mempertahankan kelestarian laut.(3.3.2011)




Selasa, 11 Oktober 2011

Reklamasi pantai Manado Sulut


Reklamasi adalah suatu proses membuat daratan baru pada suatu daerah perairan/pesisir pantai atau daerah rawa. Hal ini umumya dilatarbelakangi oleh semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, yang menyebabkan lahan untuk pembangunan semakin sempit. Pertumbuhan penduduk dengan segala aktivitasnya tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan lahan. Pembangunan yang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat yang lapar lahan telah mengantar pada perluasan wilayah yang tak terbantahkan.
Hal ini menyebabkan manusia memikirkan untuk mencari lahan baru, terutama daerah strategis dimana terjadi aktifitas perekonomian yang padat seperti pelabuhan, bandar udara atau kawasan komersial lainnya, dimana lahan eksisting yang terbatas luasan dan kondisinya harus dijadikan dan diubah menjadi lahan yang produktif untuk jasa dan kegiatan perkotaan.
 
Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak keuntungan ekonomi bagi wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan disini adalah semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga akan menambah pendapatan asli daerah (PAD).
Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain-lain. Namun harus diingat pula bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensi gangguan lingkungan.
Undang-undang no. 27 tahun 2007 pada pasal 34 menjelaskan bahwa hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan memperhatikan beberapa hal seperti a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat; b) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian lingkungan pesisir; serta c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material.


Prinsip Perencanaan Reklamasi Pantai
Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut:
a) Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi daratan;
b) Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan kebutuhan yang ada;
c) Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;
d) Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara lain.

Terhadap kawasan reklamasi pantai yang sudah memenuhi ketentuan di atas, terutama yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan perlu disusun rencana detil tata ruang (RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila sudah memenuhi persyaratan administratif berikut:
1. Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi pantai;
2. Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi;
3. Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi);
4. Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional.

Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon. Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam pedoman ini adalah ruang terbuka hijau. Kawasan budi daya meliputi kawasan peruntukan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan laut/penyeberangan, kawasan bandar udara, dan kawasan campuran.
Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan budaya di kawasan reklamasi, sebagai berikut:
a) Reklamasi pantai memberi dampak peralihan pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun habitat ruang perairan masyarakat sebelum direklamasi.
Perubahan terjadi harus menyesuaikan:
1) Peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan;
2) Selanjutnya, perubahan di atas berimplikasi pada perubahan ketersediaan jenis lapangan kerja baru dan bentuk keragaman/diversifikasi usaha baru yang ditawarkan.
b) Aspek sosial, budaya, wisata dan ekonomi yang diakumulasi dalam jaringan sosial, budaya, pariwisata, dan ekonomi kawasan reklamasi pantai memanfaatkan ruang perairan/pantai.

Permasalahan dan Dampak Reklamasi Pantai
Dampak lingkungan hidup yang sudah jelas nampak di depan mata akibat proyek reklamasi itu adalah kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah akibat proyek reklamasi itu antara lain berupa hilangnya berbagai spesies mangrove, punahnya spesies ikan, kerang, kepiting, burung dan berbagai keanekaragaman hayati lainnya.
Dampak lingkungan lainnya dari proyek reklamasi pantai adalah meningkatkan potensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan reklamasi tersebut. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata air. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global.
Sementara itu, secara sosial rencana reklamasi pantai dipastikan juga dapat menyebabkan nelayan tradisional tergusur dari sumber-sumber kehidupannya. Penggusuran itu dilakukan karena kawasan komersial yang akan dibangun mensyaratkan pantai sekitarnya bersih dari berbagai fasilitas penangkapan ikan milik nelayan.

 Studi Kasus Reklamasi Kota Manado
Ø
Adanya reklamasi pantai di Kota Manado yang dikembangkan sebagai kawasan fungsional dengan pola super blok dan mengarah pada terbentuknya Central Business District (CBD), mengakibatkan adanya perubahan wajah kota pada daerah pesisir pantai. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Manado menjadi lebih condong ke arah pantai/laut sebingga Kawasan Boulevard lebih terbuka dan menjadi salah satu bagian depan kota yang berorientasi ke laut. Hal ini menyebabkan aktivitas masyarakat banyak terserap pada kawasan tersebut, baik untuk menikmati keindahan pantai ataupun dimanfaatkan oleh sektor informal untuk mencari nafkah. Kondisi seperti yang disebutkan di atas membawa pengaruh terhadap keberadaan ruang publik di Kawasan Boulevard.
Pengembangan wilayah reklamasi di sekitar kawasan tersebut memperlihatkan gejala mulai hilangnya ruang publik yang ada. Akses masyarakat terhadap view pantai dan pesisirnya mulai berkurang seiring dengan semakin berkembangnya pembangunan di wilayah tersebut.
Dampak reklamasi di pesisir pantai Kawasan Boulevard telah mengakibatkan berkurangnya aksesibilitas ruang publik, ketidakberlanjutan fungsi ruang publik, terciptanya pola penataan ruang publik yang tidak memberikan keleluasaan akses bagi masyarakat dan munculnya pola penguasaan ruang publik yang tertutup dan berkesan private-domain.
Strategi pengelolaan ruang publik di Kawasan Boulevard akibat dampak reklamasi dilakukan dengan pendekatan yaitu, (i) teknis, berupa peralihan fungsi ruang publik, penataan koridor pesisir pantai akibat reklamasi dan penataan alokasi ruang bagi sektor informal, (ii) regulasi, berupa penerapan kebijakan pemanfaatan ruang publik dan penerapan sangsi yang tegas, (iii) kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat, berupa peningkatan peran seluruh stake-holder dan penerapan kebijakan insentif - disinsentif.
(dari berbagai sumber dan berdasarkan penelitian penulis di Manado)
(14.10.2010)

Jumat, 30 September 2011

Relokasi Damai, Sebagai alternatif menuju harapan perubahan kesejahteraan PKL Monumen 45 Banjarsari Solo




RELOKASI DAMAI
SEBAGAI ALTERNATIF MENUJU HARAPAN PERUBAHAN KESEJAHTERAAN   PKL MONUMEN 45 BANJARSARI



Pengantar
                Wacana untuk merelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan  Monumen 45 Banjarsari  kembali mencuat pada pertengahan  tahun 2005 . Wacana relokasi ini sudah muncul pada sekitar  tahun 2002 pada masa Walikota Slamet Suryanto .Hal ini merupakan salah satu komitmen Walikota Jokowi untuk kembali mengembalikan fungsi tata ruang kota dan Banjarsari di kembalikan ke fungsi semula sebagai ruang public dan sebagai upaya untuk melakukan penataan terhadap PKL di kota Surakarta.
Upaya untuk melakukan penatan PKl dan hunian liar di Kota Solo  di awali  dengan pendataan yang melibatkan unsure dari kelurahan di masing-masing kecamatan.Bahkan secara khusus walikota membentuk tim penataan dan penertiban PKL dan hunian tidak berijin. Tim ini diketuai oleh Walikota , pengarah Muspida, dengan tim tehnis  adalah Ketua 1 asisten pemerintahan,ketua II Kepala kantor Satpol PP  ,anggota DTK,DPU,DKP,DPP ,Dispenda,Disparsenibud,DLLAJ,Kantor PPKL,Kesbanglinmas,Kantor LH,bagian pemerintahan & Otda, Camat dan lurah. SEdangkan Tim nontehnis terdiri dari ketua I oleh Asisten Administrasi, ketua II Bapeda,dan beranggotakan BPN,BIK,kantor Aset,kantor keuangan,bagian Hukum & HAM, bagian pemerintahan & OTDA,Camat,lurah.
Rencana relokasi PKl Banjarsari akan dilakukan dalam beberapa tahap,, sedangkan dalam tahap awal ini akan direlokasi 70 PKL  Banjarsari sebagai percontohan. Kemudian pemkot dalam tahap ini membangun  100 kios di SEmanggi sebagai proyek percontohan. 


Munculnya Pasar Klitikan di Banjarsari
Banjarsari, tepatnya disekitar monumen “perjuangan 45” salah satu tempat yang menjadi sentra pasar barang bekas atau masyarakat Solo lebih mengenalnya dengan pasar klithikan. Disebut sebagai pasar klithikan karena dilokasi inilah dijajakan berbagai barang bekas dengan cara yang sangat sederhana, pedagang cukup menggelar dagangannya di kios-kios kecil yang rata-rata hanya terbuat dari kayu atau seng atau bahkan hanya dengan menggelar terpal sebagai alas barang dagangan, yang kemudian dijajakan di pinggir-pinggir jalan, dan disitu pula berkumpul orang-orang dari penjuru Surakarta dan sekitarnya untuk menjual dan membeli barang yang dibutuhkannya.
Pasar klithikan Banjarsari, muncul sekitar tahun 1997  ketika saat itu kondisii krisis ekonomi mulai melanda Indonesia, karena tuntutan ekonomi menyebabkan beberapa orang berinisiatif untuk memulai usaha dengan menggelar dagangan disekitar monumen perjuangan 45 Banjarsari yang menjadi salah satu simbol keheroikan para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan.
Seiring dengan terus berkembangnya pasar klithikan Banjarsari, mulai muncul pula berbagai permasalahan yang seringkali dikatakan sebagai permasalahan kota. Permasalahan yang muncul tersebut adalah adanya anggapan bahwa pasar itu “tidak resmi”, selain itu posisi monumen perjuangan sebagai taman/ paru-paru kota juga dijadikan alasan untuk mencoba “menyingkirkan” para pedagang ini karena dianggap mengotori lokasi yang seharusnya dapat menjadi taman kota dimana bisa dimanfaatkan oleh penduduk kota Solo untuk berekreasi.
Hal yang mendorong para pedagang untuk terus bertahan dilokasi tersebut karena memang usaha yng di lakukan tersebut  mampu memberikan kontribusi dan menjadi harapan  untuk terus ‘mengepulnya asap tungku dapur’ keluarga mereka, karena rata-rata para pedagang yang mangkal dilokasi tersebut disamping merupakan masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan hingga masyarakat korban PHK akibat krisis ekonomi di Indonesia.
Masalah klasik yang selalu menghantui para pedagang di seputar monumen  perjuangan 45 adalah ketika setiap  saat mereka harus berhubungan dengan pihak pemerintah melalui aparatnya, baik itu terkait dengan taman kota ataupun terkait dengan permasalahan tata ruang kota.

Wacana Relokasi
Dan pertengahan tahun 2005 kemarin hal ini kembali mencuat setelah pada pertemuan perencanaaan tahunan tingkat Kota pada Musrenbangkot tahun 2005 usulan untuk merelokasi PKL Banjarsari menjadi prioritas dari kecamatan Banjarsari.Setelah wacana di media muncul bahkan Pemkot juga mendapatkan dukungan dari DPRD juga masyarakat yang ikut mendukung rencana untuk merelokasi PKL Monumen 45 Banjarsari yang tergabung dalam paguyuban PKL Panca Manunggal tersebut. Wacana yang bergulir ini mendapatkan reaksi keras berupa penolakan terhadap rencana relokasi dari PKL Banjarsari.
Opini di media massa sering bergulir pada opini yang memojokkan keberadaan PKl Monumen 45 Banjarsari,  ditanggapi oleh counter opini yang beragam dari PKl Monumen 45 Banjarsari mulai dari penolakan terhadap rencana relokasi , sampai adanya   sikap   menerima rencana relokasi dengan syarat tertentu .MIsalnya ketua Paguyuban Masyarakat Mandiri M Latif menyatakan menerima rencana relokasi dengan enam  persyaratan yang harus di penuhi oleh Pemkot yaitu pertama adanya kemudahan sarana angkutan, kedua bangunan kios yang sesuai dengan kebutuhan, ketiga adanya fasilitas MCK, keempat tersedianya fasilitas listrik yang memadai ,kelima jaminan keamanan di lokasi yang baru dan keenam adanya jaminan bahwa di lokasi lama yang di tinggalkan PKL tidak diisi oleh PKL baru. Tanggapan beragam terutama penolakan rencana relokasi selain di sampaikan oleh ketua paguyuban PKL Panca Manunggal  yang juga pengurus Solidaritas masyarakat Pinggiran Surakarta (SOMPIS)  Edi Saryoto , juga oleh ketua paguyuban PKL 2000 Jaka Sugiarto yang menolak dengan  keras rencana relokasi tersebut.

DEngan opini yang beragam tersebut, walikota JOkowi meresponnya dengan mengundang perwakilan 8 paguyuban PKL Monumen 45 Banjarsari dalam acara ramah tamah di rumah dinas Loji Gandrung pada tanggal 16 Agustus 2005.Dalam pertemuan tersebut walikota meminta kepada PKL  untuk tidak resah menanggapi isu dan opini yang berkembang  selama ini tentang rencana relokasi PKL MOnumen 45  Banjarsari .Walikota menyampaikan bahwa saat ini Pemkot masih melakukan inventarisasi masalah di pasar klitikan Banjarsari, sehingga belum ada keputusan untuk melakukan relokasi. Pemkot akan mengkomunikasikan dan melibatkan PKL  MOnumen 45 Banjarsari untuk langkah-langkah ke depan yang menyangkut rencana untuk PKl  Monumen 45 Banjarsari.

Meskipun Walikota menyatakan masih melakukan inventarisasi , opinii yang berkembang tidak surut. Justru dukungan dari DPRD , masyarakat  kelurahan Setabelan bahkan ketua LPMK kelurahan Setabelan menyatakan  dukungan untuk merelokasi PKL Banjarsari di dukung oleh seluruh warga kelurahan yang terdiri dari 31 Rt dan 9 RW, dan dukungan dari 13 sekolah yang berada di lingkungan kelurahan  tersebut.Sekolah mendukung dengan alasan  dahulu Monumen 45 bisa digunakan untuk olahraga tetapi setelah PKL Banjarasari ada ,olahraga harus ke stadion Manahan. Bahkan dukungan itu di wujudkan dengan tandatangan sejumlah 2000 an tandatangan .
Dukungan untuk relokasi juga di sampaikan warga melalui SMS ke walikota dan wakil walikota yang menghendaki pada tanggal 17 Agustus 2006 lokasi Monumen 45 Banjarsari bisa di pergunakan untuk melakukan upacara bendera 17 agustusan.  Dari dukungan  tersebut Pemkot tetap berencana untuk melakukan relokasi terhadap PKL  Monumen 45 Banjarsari .


UPaya KOnsolidasi Paguyuban PKL Panca Manunggal Banjarsari
                Dalam wacana yang semakin bergulir tersebut, PKL Panca Manunggal segera melakukan langkah-langkah konsolidasi untuk menguatkan sekaligus merencanakan langkah dan strategi yang akan di lakukan. Upaya untuk melakukan konsolidasi salah satunya dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Pertemuan di gelar untuk mengkonsolidasikan 8 paguyuban  yang tergabung dalam paguyuban PKL Panca Manunggal  dalam menyiapkan penolakan rencana relokasi  tersebut.
Pertemuan pertama yang di gelar pada tanggal 14 Oktober 2005 tersebut di hadiri oleh perwakilan dari paguyuban yang tergabung dalam paguyuban Panca Manunggal.
Edi Sarnyoto, Ketua  paguyuban Panca Manunggal kembali mengingatkan  awal mula terjadinya masalah antara pedagang klithikan dan pemerintah kota adalah bermula dari adanya rencana memindahkan para pedagang ke lokasi lain di daerah Silir, Semanggi, dengan dasar bahwa lokasi yang mereka tempati sekarang ini adalah zona larangan untuk berdagang, dikarenakan selain monumen yang digunakan sebagai taman kota juga adanya program penghijauan diseputar taman, sebagai salah satu jantung kota Solo.
Wilayah yang sebenarnya diperuntukkan bagi taman rekreasi warga Solo ini diharapkan mampu menjadi lokasi refreshing yang sehat tanpa polusi dan tertata rapi, namun semenjak munculnya para pedagang diseputar monumen menjadi fungsi taman kota ini berubah seolah-olah menjadi pasar baru yang tidak memungkinkan untuk menjadi lokasi taman refreshing bagi masyarakat solo.
Meskipun  pedagang di Banjarsari mengatakan bahwa pada hakikatnya mereka juga bisa bekerjasama dengan pihak Pemkot untuk menjadikan Taman di monumen perjuangan 45 menjadi lebih tertata, namun Pemkot tetap berencana untuk merelokasi .
Soal kepindahan, menurut Edi Sarnyoto, bukannya pedagang menolak begitu saja rencana  pemerintah Kota  namun ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, ia lebih jauh mengatakan bahwa kalau mereka dipindahkan kedaerah Semanggi maka, pedagang akan menghadapi persoalan usaha yang baru. Misalnya ia mengatakan masalah lokasi yang terlalu dipinggir yang berarti tidak strategis untuk dijadikan lokasi usaha, selain itu transportasi yang dirasa kurang mendukung disamping pangsa pasar yang belum jelas. “Kami disini sudah memiliki pangsa pasar dan pelanggan selain memang strategis dan ditunjang oleh transportasi memadai sebagai penunjang tempat usaha” ujarnya sambil menambahkan bahwa penghasilan rata-rata dari pedagang si pasar klithikan ini berkisar antar 50-100 ribu rupiah perhari bahkan ada yang lebih dari itu.
Selain itu selama ini Pemkot melakukan  pungutan retribusi bagi setiap pedagang dari sekitar 900 pedagang yang dianggap tidak resmi, hal ini menimbulkan kerancuan tersendiri mengingat bahwa keberadaan para pedagang yang ‘tidak diakui’ namun dalam prakteknya mereka dimintai retribusi.
Walaupun jumlah yang dipungut dari para pedagang relatif kecil, namun substansi permasalahan yang di lihat oleh para pedagang adalah bahwa ketika secara materi mereka merasa memberi kontribusi terhadap pemerintah namun secara hukum mereka tidak atau belum diakui keberadaannya.
SEcara umum pertemuan pertama tersebut menghasilkan kesepakatan untuk menolak rencana relokasi secara bulat dan tegas.
SElain upaya untuk melakukan counter opini lewat media massa tersebut, para pengurus PKL Panca Manunggal Banjasari juga melakukan upaya persuasive untuk menolak rencana relokasi.
Di tengah semakin gencarnya  ‘perang opini’ masyarakat yang mendukung rencana relokasi , pertemuan rutin berikutnya dilakukan pada tanggal 19 Nopember 2005.Pada pertemuan kedua ini  PKl Panca Manunggal masih bersepakat untuk menolak rencana relokasi. 
Pertemuan berikutnya yang dilakukan pada tanggal  26 Nopember 2005 dilakukan setelah PKL Panca Manunggal pada tanggal 22 Nopember 2005 dii undang oleh Walikota JOkowi. Pertemuan yang dilaksanakan di Loji Gandrung  dimaksudkan untuk melakukan upaya sosialisasi kepada PKL Banjarsari  terkait dengan rencana relokasi .
Dari pertemuan dengan wawali tersebut ,sikap PKL Banjarsari masih pada sikap semula untuk tetap menolak rencana relokasi. Dan pertemuan tanggal 26 Nopember 2005 untuk mensikapi pertemuan di Loji Gandrung menghasilkan kesepaktan bersama untuk tetap menolak rencana relokasi.
Kesepakatan untuk tetap MENOLAK RELOKASI, dengan alasan sbb:
1.Karena acuan kinerja pemkot Perda 8/95
 Perda PKL 8/95  tentang pembinaan dan penataan PKL sudah tidak relevan lagi sehingga harus di revisi, dan sebelum Perda tsb di revisi maka tidak  ada program relokasi PKl banjarsari dan PKL Surakarta.
2.  Pemkot Belum memberikan  jaminan hitam diatas putih untuk bertangungjawab terhadap keberlangsungan ekonomi PKl Banjarsari pasca kepindahan ke lokasi Semanggi
3.Tidak adanya pelibatan PKl Banjarsari untuk perencanaan pemindahan
4.Tidak ada jaminan dari pemkot ketika PKL Banjarsari pindah, lokasi bekas PKL Banjarsari akan bebas  PKL yg baru
5.Lokasi di Semanggi lebih cocok diperuntukan untuk para penganguran di Solo,bukan untuk PKL Banjarsari
6.Publik space di Monumen 45 Banjarsari dialihkan ke tempat lain misalnya manahan,kota barat
7.Kekuatiran jika berdagang di lokasi yang baru  yaitu dagangan tidak laku

Sedangkan strategi yang dilakukan untuk mempersiapkan Penolakan yaitu dengan
1.Membuat opini di media massa (cetak dan eletronik) untuk mewacanakan isu penolakan
2.Mengalang dukungan yang lebih luas (LSM,Komunitas selain PKL,dll)
3.Melakuakan publik heraing dengan walikota dan DPRD
4.Mempersiapkan pendamping dan advokat hukum
5.Melakukan istiqosah dengan mendatangkan ulama2
6.Demontrasi besar2an dengan melibatkan istri,suami dan anak
7.Pendudukan Balaikota

Untuk mendukung hal tersebut diupayakan melakukan Penguatan internal dengan  yang dilakukan adalah:
1.Memperdalam penguasaan peraturan yuridis formal untuk counter wacana relokasi (pancasila, UUD 45,UU 32/2004,dll),
2. Paguyuban melakukan pendataan dan penyelesaian KTA,
3. Pengalangan dana dari anggota,
4.Penambahan keamanan dengan melakukan piket bergiliran untuk mengantisipasi upaya provokasi dan teror dari Pemkot,
5.Komitmen untuk berjuang bersama dan
6.Penerapan sangsi bagi pengurus yg berkhianat
Strategi  yang akan dilakukan jika upaya-upaya penolakan yg dilakukan gagal  maka yang akan dilakukan adalah
Pertama meminta inah/jangka waktu 1 tahun  untuk di relokasi,
Kedua bersedia di relokasi dengan syarat pemkot memberikan jaminan hitam di atas putih  atas kelangsungan usaha  ekonomi mereka,
Ketiga Penyediaan semua fasilitas yang di butuhkan secara gratis(kios,Siup,jaminan kredit bank,pelatihan,dll).
Pada  pertemuan ini pula di sepakati nama paguyuban PKL Panca Manunggal diganti menjadi Paguyuban PKL Monumen 45 Banjarsari.
Pertemuan berikutnya di lakukan pada tanggal 16 Desember 2005 dilakukan untuk konsolidasi rutin pengurus sekaligus mensikapi  statement beberapa pengurus paguyuban yang menyatakan mendukung rencana relokasi padahal dalam kesepakatan bersama disepakati untuk menolak rencan relokasi.Dalam kesepakatan pengurus di sepakati bahwa harus ada sangsi untuk pengurus yang melanggar kesepakatan paguyuban .Sangsi yang di sepakatii akan di berikan kepada pengurus yang melanggar kesepakatan untuk menolak rencana relokasi berupa peringatan kepada pengurus bersangkutan. Pada pertemuan ini pula terlontar kesulitan untuk melakukan perencanaan dari sikap penolakan dikarenakan kesulitan dana untuk melakukan rencana pengurus. Kemudian di sepakati untuk menarik  dana dari iuran  anggota-anggota PKL Banjarsari tersebut yang besarnya di sepakati minimal Rp 25 .000 per PKl nya.
Pada tanggal 29 Desember 2005 direncanakan akan bertemu untuk audensi dengan Walikota terkait dengan penolakan rencana relokasi.SEbelum pertemuan pengurus bertemu dahulu untuk penyiapan setting audensi dengan walikota tersebut.Pada pertemuan itu disepakati untuk mempertanyakan  rencana relokasi sekaligus untuk menyampaikan keberatan para PKl Monumen 45 Banjarsari.
Pertemuan dengan walikota pada siang hari tanggal 29 Desember 2005 tersebut di hadiri oleh pengurus paguyuban PKL Monumen  Banjarsari dengan menghadirkan   ibu-ibu PKL . Hal ini juga dimaksudkan sebagai strategi untuk ‘melunakkan’ rencana Walikota merelokasi PKL Monumen 45 Banjarsari.Walikota menyampaikan kebulatan tekad untuk tetap merelokasi PKL Monumen 45 Banjarsari dengan berbagai pertimbangan yang sering disampaikan di media massa. Untuk merencanakan relokasi ini juga disiapkan solusi untuk PKL yang diantaranya adalah penyediaan kios gratis, pemberian bantuan modal usaha sampai 100 jt, pemberian ijin, dll yang pada  prinsipnya semua tuntutan PKL Monumen 45  Banjarsari sudah masuk ke perencanaan Pemkot , kecuali soal dana kompensasi selama periode tertentu di masa transisi kepindahan ke lokasi yang baru.  Pada pertemuan itu juga di sampaikan bahwa pada tanggal 30 Desember Pemkot akan mengundang PKL Monumen 45  Banjarsari sejumlah 500 orang untuk di berikan penjelasan mengenai rencana dari relokasi tersebut.


‘Pecahnya’ suara dan perubahan sikap  PKL Monumen 45 Banjarsari
Meskipun sudah ada kesepakatan pengurus paguyuban untuk menolak rencana relokasi tetapi anggota paguyuban belum sepenuhnya satu suara dalam mensikapi rencana relokasi ini. Ada sebagian PKL yang menyatakan menyambut positif rencana relokasi , tetapi ada juga tetap menolak karena mengikuti keputusan paguyuban. PKL yang menerima  rata-rata menyatakan bahwa karena relokasi program pemerintah kota dan mereka merasa sebagai warga Negara yang baik harus mengikuti program pemerintah.Alasan lainnya adalah mereka melihat lokasi baru di Semanggi akan lebih memberikan rasa aman dan nyaman dalam bekerja karena merupakan lokasi yang diijinkan Pemkot. Bahkan   dalam opini yang berkembang terutama di lansir oleh media massa ,ada juga statement  ketua paguyuban  yang menyatakan menerima rencana relokasi meskipun dengan berbagai persyaratannya . PKL yang menolak relokasi dikarenakan  masih belum jelasnya informasi  seputar relokasi, dan mereka cenderung menilai  kesulitan-kesulitan pasca relokasi.

Ketua paguyuban yang menyatakan menerima rencana relokasi  jika persyarakat yang disampaikan di terima adalah paguyuban PKl Masyarakat Mandiri. Persyaratan  yang disampaikan yaitu
1. Bangunan di calon lokasi harus sesuai dengan  kebutuhan masing-masing pedagang
2. Transportasi mudah dan bisa dijangkau oleh warga,
3. Keamanan dilokasi terjamin,
4. Disediakan  MCK dan tempat ibadah,
5. Pemkot mampu memberikan jaminan kepada pedagang dengan alasan jika pasar tidak laku masih ada subsidi ,
6.PKL di relokasi secara bersamaam ,
7. Membangun Image lokasi (SEmanggi)  yang baik sehingga  bisa membentuk opini public yang positif

Kalau di cermati dalam proses yang berkembang terpecahnya suara PKL Banjarsari  di karenakan beberapa hal yaitu
  1. Sosialisasi pengurus paguyuban ke anggota belum berjalan maximal
  2. Terjadi perbedaan pandangan antara pengurus paguyuban dalam mensikapi rencana relokasi
Sejak awal wacana   pro dan kontra rencana relokasi berkembang , pengurus sudah menyiapkan  strategi untuk penolakan maupun strategi untuk menerima rencana relokasi.Strategi penolakan jika di kaji lebih dalam merupakan  salah satu strategi untuk menaikkan bargaining yang lebih tinggi lagi terhadap fasilitas yang di berikan untuk PKL Monumen 45 Banjarsari sebagai kompensasi dari kesediaan direlokasi. SEcara  tidak langsung sejak pertemuan ketiga kalinya pengurus telah menyiapkan strategi untuk  menerima tawaran relokasi dengan merumuskan persyaratan-persyaratan tertentu tersebut. SEhingga hal ini mungkin dilihat oleh anggota dan sebagian pengurus bahwa sebenarnya PKL Monumen 45 Banjarsari sudah menerima rencana relokasi.Sehingga pandangan ini mempengaruhi sikap  sebagian dari PKL  Monumen 45 Banjarsari   untuk  menerima rencana relokasi.
               
                Perubahan Sikap PKL Monumen 45 Banjarsari  semakin terlihat jelas untuk menerima rencana relokasi pasca diundangnya seluruh PKL Monumen 45 Banjarsari pada tanggal 30 Desember 2005 .Bertempat di   Pendapi Gede Komplek Balai Kota sekitar 1000 PKL Monumen 45  Banjarsari mendapatkan penjelasan dari  Walikota  secara detail mengenai   konsep dari relokasi yang akan di lakukan. Hampir semua tuntutan PKL Monumen 45 Banjarsari di penuhi oleh Pemkot. Terlihat jelas  tanggapan positif dari PKL yang hadir  dan secara langsung  untuk pertama kalinya mereka mendapatkan penjelasan secara gamblang .
Perubahan sikap ini  mendorong pengurus PKL Monumen 45 Banjarsari  memutuskan untuk secara realistis menerima keputusan dari anggota terhadap pilihan sikap yang diambil anggota. Pada pertemuan tanggal 4 Januari 2006 pengurus mengambil sikap untuk memberikan kesempatan ke anggota untuk mengambil sikap dan hal itu akan di teruskan untuk  menjadi sikap paguyuban PKL Monumen 45 Banjarsari .
                Bahkan sikap menerima rencana relokasi di tindaklanjuti dengan pendataan yang dilakukan PKL itu sendiri  merespon deadline waktu pendaftaran yang di berikan kantor PPKL sampai maximal akhir Januari 2006.






Langkah  Pemkot Solo
Pemkot Solo berupaya untuk mengakomodir stakeholder kota dengan mengundang perwakilan LSM,Perguruan Tinggi,Pers   beserta kepala  dinas terkait Pada tanggal 14 Nopember 2005  untuk membicarakan rencana relokasi PKL Monumen 45 Banjarsari.Pertemuan yang dilaksanakan di ruang pertemuan walikota di buka oleh kepala Bapeda Masrin Hadi yang kemudian Walikota Jokowi memberikan penjelasan tentang rencana relokasi terhadap PKL Monume 45 Banjarsari. Walikota menjelaskan bahwa rencana relokasi itu merupakan bagian dari program penataan PKL di Kota Solo .Rencana penataan PKl meliputi rencana untuk melakukan relokasi, pembuatan shelter,tendanisasi tergantung pada kondisi lokasi PKL itu sendiri sehingga penanganan terhadap PKL akan mengikuti desain dari tata ruang kota di solo.Walikota juga menjelaskan bahwa untuk PKL Banjarsari harus direlokasi ke Semanggi karena lokasi PKL  Monumen 45 Banjarsari yang ditempati selama ini akan dikembalikan pada fungsinya semula sebagai ruang public.Untuk PKL Monumen 45  Banjarsari akan  diberikan tempat usaha yang legal di lokasi yang baru dengan fasilitas yang direncanakan adalah meliputi peningkatah status dari PKL ke pedagang pasar sehingga konsekwensi dari ini adalah akan di sediakan kios di lokasi yang baru,akan disediakan pinjaman modal.
Kemudian secara lebih detail kepala Bappeda Kota Surakarta Masrin Hadi menjelaskan tentang konsep dari penataan PKL Monumen 45  Banjarsari ke lokasi Semanggi.
Latar belakang rencana relokasi ini adalah Pemanfaatan ruang kota tidak sesuai peruntukannya, tidak berfungsinya ruang hijau dan ruang terbuka kota, tidak berfungsinya Monumen Perjuangan Bangsa, kesemrawutan lalu lintas. ,degradasi kualitas lingkungan, permasalahan sosial,  dukungan kuat masyarakat : pelaksanaan  penataan dan pemberian tempat usaha PKL,  kuatnya Brand image PKL Banjarsari, zoning perdagangan di Kawasan Semanggi, lahan kosong milik Pemkot  di Kawasan Semanggi, potensi riil Kawasan Semanggi:  Pasar Besi Kusumodilagan, Pasar Besi Tua ; Pasar Ayam,  Pasar Kambing dan Kompleks Pertokoan Baturono, kawasan pertumbuhan perbatasan,  Sarana dan prasarana transportasi.
Perangkat aturan kendali UU NO. 5 TH. 1960 – PD POKOK-POKOK AGRARIA, UU NO. 23 TH. 1997 – PENGELOLAAN LH,UU NO. 38 TH. 2004 – JALAN ,PERDA NO. 8 TH.1993 – RUTRK,PERDA NO. 4 TH. 1997 – RUTRHK,PERDA NO. 8 TH. 1988 – BANGUNAN, PERDA NO. 8 TH. 1995 – PENATAAN & PEMBINAAN PKL.
SEdangkan maksud dan tujuan dari penataan ini adalah pertama untuk terciptanya tata ruang kota yang harmonis,pemerataan pengembangan dan pertumbuhan kawasan,tertatanya sistem transportasi kota dan lintas kawasan,fasum dan fasos kota yang representatif, kegiatan usaha berkarakter khusus,Jaminan kepastian usaha  PKL ,Meningkatkan daya tarik kota. ,meningkatkan citra kota dan Pemkot ,memberikan penghargaan sepantasnya bagi pejuang bangsa dan pejuang keluarga.           
                Kondisi existing kawasan Monumen Banjarsari adalah luas lahan ± 17.822 M2  yang diperuntukan untuk ruang hijau kota ,monument , dan ruang terbuka yang ditempati oleh 989 PKL .KOndisi ruang hijau saat ini rusak dan tak terawatt dengan lalu lintas yang semrawut
Prinsip penataan untuk PKL Banjarsari adalah  pertama Menata bukan menggusur, kedua menjamin kepastian tempat dan kelangsungan usaha PKL, ketiga Memberikan rasa aman pada PKL dan keempat mereduksi perasaan bersalah PKL karena menempati ruang publik
Untuk kawasan yang dipersiapkan dengan lahan yang tersedia 16.000 M²  ( 1,6 Hektar ) terdiri dari  Lahan MUI  (PPEU)       =    4.050 M² , Lahan Pasar Klithikan  =  11.950 M², penggunaan :Bangunan kios = 6.108 M², Sarana dan Prasarana (parkir mobil / sepeda motor,  koridor, kantor pengelola, Lavatori)    =  5.800 M² sehingga Sisa lahan = 42 M²  . Saat ini kondisi lahan Kosong ( terdapat beberapa unit bangunan lama yang mangkrak )
                Rencana sarana pasar klitikan dengan kios sejumlah 1.018 unit  dan sebagian lantai dua, terdapat kantor pengelola,selasar,tower air,lavatory,masjid,tempat parker, dan ruang hijau.DEngan perkiraan biaya untuk kios alternative 1 adalah Rp 4,5 M ; kios alternative 2 Rp 5,4 M ; dan alternative 3 Rp 9,6 M.
                Untuk melancarkan lalu lintas dipersiapkan infrastruktur dan pengelolaan angkutan (rekayasa transportasi dan traffic management ) untuk akan terjadi bangkitan lalu lintas, rute angkutan perlu dioptimalkan,perlu antisipasi permasalahan lalu lintas dan kebutuhan transportasi.
                Dengan kondisi eksisting lintasan jalan Nyai Serang : rencana pasar Klitikan ,pasar ayam,sub terminal , lebar badan jalan 6 m terdapat aktivitas bongkar muat dan lintasan angkota jalur 04 , permasalahn yang di hadapi saat ini  kurangnya sarana angkutan,lintasan jalan belum memadai, aktivitas bongkar muat di jalan,lokasi parkir belum refresentatif  , sarana prasarana lalu lintas belum optimal maka pemecahan yang direncanakan adalah dengan rekayasa pengelolaan lalu lintas dan transportasi dengan optimalisasi sub termibal ,pemasangan RPPJ,marka jalan,lampu flashing,pelebaran jalan,pengembangan trayek  ,kedua lapangan parkir di dalam pasar , ketiga tempat bongkar muat , keempat pengaturan sirkulasi keluar masuk pasar , kelima  penindakan tegas atas aktivitas PKL di luar pasar , keenam optimalisasi kinerja angkuta jalur 04, ketujuh pengembangan trayek angkuta 09 dan bus jalur U , kedelapan  metode time table (turun naik penumpang).Sedangkan rekayasa manajemen lalin dan transportasi ini bertujuan untuk mengantisipasi permasalahan lalulintas dan transportasi, menjamin ketersediaan sarana transportasi umum, membantu percepatan aktivitas pasar Klitikan dan untuk meningkatkan nilai ekonomis kawasan.
                Pembinaan pedagang pasar pasca relokasi adalah pemberian perijinan gratis,   pemberian Surat Ijin Usaha Perdagangan ( SIUP ),Tanda Daftar Perusahaan  (TDP), Surat Hak Penempatan (SHP) , Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP), pengadaan  pelatihan manajemen bagi pedagang,dukungan media promosi ( penyebaran informasi lokasi dan produk pada konsumen,  petunjuk lokasi, baliho, leaflet ) ,bantuan dana penjaminan untuk pinjaman modal pada perbankan , serta pemberian bantuan pinjaman lunak untuk pedagang.
Jadwal pelaksanaan revitalisasi kawasan monument Banjarsari pasca relokasi pelaksanaan Relokasi

Waktu
Kegiatan
September  ’05
Pendataan
Oktober  ’05
Design Teknis  & Rancangan Zoning Kios
Nopember – Desember   ’05
Sosialisasi & curah pikir/ pendapat ( Pemkot, PT, LSM, Tokoh Masy., Media massa dan PKL Banjarsari
Maret – Mei ’06
Konstruksi Pasar : persiapan ( SKO & lelang
Juni ’06
Persiapan PKL, Boyongan dan Peresmian Ps. Klithikan  
Juli ’06
Revitalisasi Kawasan Banjarsari  : Persiapan, Perataan tanah, Pek. Saluran, Pek. Pagar BRC, Pek. Paving, Aspal Jalan, Pek. Sarana bermain Anak, Pek. Jalan setapak dan Pek finishing  
17 Agustus 2006
Pemanfaatan Kwsn. Banjarsari

Penertiban rutin
Sumber Bappeda ,2005

TAHAPAN,BENTUK, SASARAN, TUJUAN, OUT PUT SOSIALISASI
          Pengenalan konsep awal : Diskusi, Dialog, Curah pendapat/ pikir à Paguyuban PKL, LSM, Tokoh Masyarakat, PT, Media Massa, DPRD  à Masukan dan saran penyempurnaan konsep (model pendekatan dan teknis ) à perhatian dan respon; penguatan institusi melalui pelibatan unsur.
          Pemahaman konsep : Diskusi, Dialog, Curah pendapat/ pikir lanjutan à Pelaku PKL, Paguyuban PKL, Pendamping PKL à penguatan dan legitimasi Konsep à pengertian dan penerimaan.
          Penyepakatan konsep dan teknis operasional penataan à Pelaku PKL, Paguyuban PKL, Pendamping PKL à Dukungan relokasi à kesiapan relokasi dan beraktivitas di lokasi baru.
Pelibatan unsure dalam proses  adalah reaktualisasi data PKL  meliputi jumlha dan kelompok jenis , penyepakatan zoning dan penempatan , boyongan meliputi prosesi, teknis,penanggung jawab dan fasilitasi serta evaluasi konsep dan teknis pelaksanaan penataan.

Pertemuan yang hadiri oleh kepala Kantor PPKL,DLLAJR,Dinas Pengelolaan Pasar (DPP),Dinas Tata KOta (DTK),dan LSM Kompip,IPGI,Gita Pertiwi ini sebagai langkah awal Bappeda untuk melibatkan stakeholder kota dalam perencanaan .Dari pertemuan tersebut mencuat usulan untuk melibatkan PKL Banjarsari dalam perencanaan tersebut sehingga upaya untuk melakukan komunikasi dengan PKl  harus dilakukan. SElain itu juga perlunya penyempurnaan desain konsep pasar klitikan ynag lebih mendekati kebutuhan PKL.Bappeda sepakat bahwa   upaya ini untuk membuka dulu komunikasi perencanaan relokasi ke public, setelah inii akan melibatkan PKL Banjarsari secara langsung.
Pertemuan berikutnya pada tanggal 6 Desember 2005 perwakilan dari LSM juga diundang untuk memberikan masukan terkait perkembangan  dari sikap penolakan dari PKL Monumen 45 Banjarsari. Pada pertemuan ini disepakati ada penyempurnaan desain  sebagaimana masukan dari pertemuan tanggal 14 Nopember 2005 .Penyempurnaan yang di maksudkan adalah perubahan kios makanan  pindah ke atas di lantai dua, jalan melingkar sepanjang kios sehingga memudahkan pembeli untuk mencari barang dagangan yang di butuhkan,dll.Bapeda juga akan menindaklanjuti untuk mengundang  PKL untuk mendapatkan gambaran konsep relokasi terhadap mereka.


Peran KOMPIP sebagai mediator antara Pemkot dengan PKL Monumen 45 Banjarsari
                Pada proses bergulirnya wacana pro dan kontra terhadap rencana relokasi PKL Monumen 45 Banjarsari, KOMPIP yang sedari awal  melakukan asesment di lapangan  menghadapi persoalan yang cukup sulit untuk bersikap . Di tengah desakan masyarakat untuk mengembalikan  fungsi ruang kota  dan untuk menyelaraskan rencana tata ruang kota di Solo , KOMPIP tetap melihat penolakan PKL Monumen 45 Banjarsari dengan berbagai pertimbangan menjadi prioritas .Pada mulanya KOMPIP 100 % mendukung  penolakan rencana relokasi .Dukungan ini dengan latar belakang   karena sikap  Pemkot dalam perencanaan tersebut tidak melibatkan PKL Monumen 45 Banjarsari secara langsung untuk merencanakan   dan memikirkan kelangsungan usaha PKL itu sendiri.  SElain itu PKL Monumen 45 Banjarsari jelas menentukan sikap untuk menolak rencana relokasi tersebut.
TEtapi setelah ada kejelasan mengenai  rencana relokasi    yang disampaikan walikota dan kepala Bappeda dan ditidaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan secara informal  dengan kepala Dinas Tata Kota , kepala kantor Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PPKL) tentang konsep penataan PKL di kota Solo, KOMPIP mulai bersikap obyektif dalam mensikapi perencanaan Pemkot Solo tersebut.Konsep penataan PKL di kota Solo yang direncanakan Pemkot cukup realistis dan tetap mengedepankan prinsip kemanusian  meskipun dalam beberapa prosesnya masih sangat minim dalam melibatkan PKL itu sendiri dan stakeholder kota lainnya. SEhingga pada berbagai pertemuan KOMPIP justru memberikan tawaran solutif untuk merubah konsep perencanaan Pemkot tersebut.  
Secara langsung KOMPIP mengambil peran cukup penting sebagaii mediator pada proses perencanaan relokasi PKL Monumen 45 Banjarsari ke lokasi SEmanggi ini. Asesment dari PKL itu setelah dianalisis ulang kemudian  dijadikan pertimbangan untuk menyampaikan aspirasi dari PKL MOnumen 45  Banjarsari kepada Walikota secara langsung.Salah satunya tanggal 29 Nopember 2005 KOmpip menyampaikan masukan  sekaligus kritikan konsep perencanaan relokasi  kepada Walikota Jokowi langsung.Beberapa masukan KOMPIP adalah
1.                            Pada proses rencana relokasi tersebut PKL Monumen 45 Banjarsari harus dilibatkan secara langsung untuk merencanakan konsep,desain,dll yang terkait dengan lokasi  baru
2.                            Pentingnya  sosialisasi yang melibatkan semua PKL Monumen 45  Banjarsari sehingga memahami konsep relokasi yang ditawarkan Pemkot