Jumat, 30 September 2011

Relokasi Damai, Sebagai alternatif menuju harapan perubahan kesejahteraan PKL Monumen 45 Banjarsari Solo




RELOKASI DAMAI
SEBAGAI ALTERNATIF MENUJU HARAPAN PERUBAHAN KESEJAHTERAAN   PKL MONUMEN 45 BANJARSARI



Pengantar
                Wacana untuk merelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan  Monumen 45 Banjarsari  kembali mencuat pada pertengahan  tahun 2005 . Wacana relokasi ini sudah muncul pada sekitar  tahun 2002 pada masa Walikota Slamet Suryanto .Hal ini merupakan salah satu komitmen Walikota Jokowi untuk kembali mengembalikan fungsi tata ruang kota dan Banjarsari di kembalikan ke fungsi semula sebagai ruang public dan sebagai upaya untuk melakukan penataan terhadap PKL di kota Surakarta.
Upaya untuk melakukan penatan PKl dan hunian liar di Kota Solo  di awali  dengan pendataan yang melibatkan unsure dari kelurahan di masing-masing kecamatan.Bahkan secara khusus walikota membentuk tim penataan dan penertiban PKL dan hunian tidak berijin. Tim ini diketuai oleh Walikota , pengarah Muspida, dengan tim tehnis  adalah Ketua 1 asisten pemerintahan,ketua II Kepala kantor Satpol PP  ,anggota DTK,DPU,DKP,DPP ,Dispenda,Disparsenibud,DLLAJ,Kantor PPKL,Kesbanglinmas,Kantor LH,bagian pemerintahan & Otda, Camat dan lurah. SEdangkan Tim nontehnis terdiri dari ketua I oleh Asisten Administrasi, ketua II Bapeda,dan beranggotakan BPN,BIK,kantor Aset,kantor keuangan,bagian Hukum & HAM, bagian pemerintahan & OTDA,Camat,lurah.
Rencana relokasi PKl Banjarsari akan dilakukan dalam beberapa tahap,, sedangkan dalam tahap awal ini akan direlokasi 70 PKL  Banjarsari sebagai percontohan. Kemudian pemkot dalam tahap ini membangun  100 kios di SEmanggi sebagai proyek percontohan. 


Munculnya Pasar Klitikan di Banjarsari
Banjarsari, tepatnya disekitar monumen “perjuangan 45” salah satu tempat yang menjadi sentra pasar barang bekas atau masyarakat Solo lebih mengenalnya dengan pasar klithikan. Disebut sebagai pasar klithikan karena dilokasi inilah dijajakan berbagai barang bekas dengan cara yang sangat sederhana, pedagang cukup menggelar dagangannya di kios-kios kecil yang rata-rata hanya terbuat dari kayu atau seng atau bahkan hanya dengan menggelar terpal sebagai alas barang dagangan, yang kemudian dijajakan di pinggir-pinggir jalan, dan disitu pula berkumpul orang-orang dari penjuru Surakarta dan sekitarnya untuk menjual dan membeli barang yang dibutuhkannya.
Pasar klithikan Banjarsari, muncul sekitar tahun 1997  ketika saat itu kondisii krisis ekonomi mulai melanda Indonesia, karena tuntutan ekonomi menyebabkan beberapa orang berinisiatif untuk memulai usaha dengan menggelar dagangan disekitar monumen perjuangan 45 Banjarsari yang menjadi salah satu simbol keheroikan para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan.
Seiring dengan terus berkembangnya pasar klithikan Banjarsari, mulai muncul pula berbagai permasalahan yang seringkali dikatakan sebagai permasalahan kota. Permasalahan yang muncul tersebut adalah adanya anggapan bahwa pasar itu “tidak resmi”, selain itu posisi monumen perjuangan sebagai taman/ paru-paru kota juga dijadikan alasan untuk mencoba “menyingkirkan” para pedagang ini karena dianggap mengotori lokasi yang seharusnya dapat menjadi taman kota dimana bisa dimanfaatkan oleh penduduk kota Solo untuk berekreasi.
Hal yang mendorong para pedagang untuk terus bertahan dilokasi tersebut karena memang usaha yng di lakukan tersebut  mampu memberikan kontribusi dan menjadi harapan  untuk terus ‘mengepulnya asap tungku dapur’ keluarga mereka, karena rata-rata para pedagang yang mangkal dilokasi tersebut disamping merupakan masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan hingga masyarakat korban PHK akibat krisis ekonomi di Indonesia.
Masalah klasik yang selalu menghantui para pedagang di seputar monumen  perjuangan 45 adalah ketika setiap  saat mereka harus berhubungan dengan pihak pemerintah melalui aparatnya, baik itu terkait dengan taman kota ataupun terkait dengan permasalahan tata ruang kota.

Wacana Relokasi
Dan pertengahan tahun 2005 kemarin hal ini kembali mencuat setelah pada pertemuan perencanaaan tahunan tingkat Kota pada Musrenbangkot tahun 2005 usulan untuk merelokasi PKL Banjarsari menjadi prioritas dari kecamatan Banjarsari.Setelah wacana di media muncul bahkan Pemkot juga mendapatkan dukungan dari DPRD juga masyarakat yang ikut mendukung rencana untuk merelokasi PKL Monumen 45 Banjarsari yang tergabung dalam paguyuban PKL Panca Manunggal tersebut. Wacana yang bergulir ini mendapatkan reaksi keras berupa penolakan terhadap rencana relokasi dari PKL Banjarsari.
Opini di media massa sering bergulir pada opini yang memojokkan keberadaan PKl Monumen 45 Banjarsari,  ditanggapi oleh counter opini yang beragam dari PKl Monumen 45 Banjarsari mulai dari penolakan terhadap rencana relokasi , sampai adanya   sikap   menerima rencana relokasi dengan syarat tertentu .MIsalnya ketua Paguyuban Masyarakat Mandiri M Latif menyatakan menerima rencana relokasi dengan enam  persyaratan yang harus di penuhi oleh Pemkot yaitu pertama adanya kemudahan sarana angkutan, kedua bangunan kios yang sesuai dengan kebutuhan, ketiga adanya fasilitas MCK, keempat tersedianya fasilitas listrik yang memadai ,kelima jaminan keamanan di lokasi yang baru dan keenam adanya jaminan bahwa di lokasi lama yang di tinggalkan PKL tidak diisi oleh PKL baru. Tanggapan beragam terutama penolakan rencana relokasi selain di sampaikan oleh ketua paguyuban PKL Panca Manunggal  yang juga pengurus Solidaritas masyarakat Pinggiran Surakarta (SOMPIS)  Edi Saryoto , juga oleh ketua paguyuban PKL 2000 Jaka Sugiarto yang menolak dengan  keras rencana relokasi tersebut.

DEngan opini yang beragam tersebut, walikota JOkowi meresponnya dengan mengundang perwakilan 8 paguyuban PKL Monumen 45 Banjarsari dalam acara ramah tamah di rumah dinas Loji Gandrung pada tanggal 16 Agustus 2005.Dalam pertemuan tersebut walikota meminta kepada PKL  untuk tidak resah menanggapi isu dan opini yang berkembang  selama ini tentang rencana relokasi PKL MOnumen 45  Banjarsari .Walikota menyampaikan bahwa saat ini Pemkot masih melakukan inventarisasi masalah di pasar klitikan Banjarsari, sehingga belum ada keputusan untuk melakukan relokasi. Pemkot akan mengkomunikasikan dan melibatkan PKL  MOnumen 45 Banjarsari untuk langkah-langkah ke depan yang menyangkut rencana untuk PKl  Monumen 45 Banjarsari.

Meskipun Walikota menyatakan masih melakukan inventarisasi , opinii yang berkembang tidak surut. Justru dukungan dari DPRD , masyarakat  kelurahan Setabelan bahkan ketua LPMK kelurahan Setabelan menyatakan  dukungan untuk merelokasi PKL Banjarsari di dukung oleh seluruh warga kelurahan yang terdiri dari 31 Rt dan 9 RW, dan dukungan dari 13 sekolah yang berada di lingkungan kelurahan  tersebut.Sekolah mendukung dengan alasan  dahulu Monumen 45 bisa digunakan untuk olahraga tetapi setelah PKL Banjarasari ada ,olahraga harus ke stadion Manahan. Bahkan dukungan itu di wujudkan dengan tandatangan sejumlah 2000 an tandatangan .
Dukungan untuk relokasi juga di sampaikan warga melalui SMS ke walikota dan wakil walikota yang menghendaki pada tanggal 17 Agustus 2006 lokasi Monumen 45 Banjarsari bisa di pergunakan untuk melakukan upacara bendera 17 agustusan.  Dari dukungan  tersebut Pemkot tetap berencana untuk melakukan relokasi terhadap PKL  Monumen 45 Banjarsari .


UPaya KOnsolidasi Paguyuban PKL Panca Manunggal Banjarsari
                Dalam wacana yang semakin bergulir tersebut, PKL Panca Manunggal segera melakukan langkah-langkah konsolidasi untuk menguatkan sekaligus merencanakan langkah dan strategi yang akan di lakukan. Upaya untuk melakukan konsolidasi salah satunya dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Pertemuan di gelar untuk mengkonsolidasikan 8 paguyuban  yang tergabung dalam paguyuban PKL Panca Manunggal  dalam menyiapkan penolakan rencana relokasi  tersebut.
Pertemuan pertama yang di gelar pada tanggal 14 Oktober 2005 tersebut di hadiri oleh perwakilan dari paguyuban yang tergabung dalam paguyuban Panca Manunggal.
Edi Sarnyoto, Ketua  paguyuban Panca Manunggal kembali mengingatkan  awal mula terjadinya masalah antara pedagang klithikan dan pemerintah kota adalah bermula dari adanya rencana memindahkan para pedagang ke lokasi lain di daerah Silir, Semanggi, dengan dasar bahwa lokasi yang mereka tempati sekarang ini adalah zona larangan untuk berdagang, dikarenakan selain monumen yang digunakan sebagai taman kota juga adanya program penghijauan diseputar taman, sebagai salah satu jantung kota Solo.
Wilayah yang sebenarnya diperuntukkan bagi taman rekreasi warga Solo ini diharapkan mampu menjadi lokasi refreshing yang sehat tanpa polusi dan tertata rapi, namun semenjak munculnya para pedagang diseputar monumen menjadi fungsi taman kota ini berubah seolah-olah menjadi pasar baru yang tidak memungkinkan untuk menjadi lokasi taman refreshing bagi masyarakat solo.
Meskipun  pedagang di Banjarsari mengatakan bahwa pada hakikatnya mereka juga bisa bekerjasama dengan pihak Pemkot untuk menjadikan Taman di monumen perjuangan 45 menjadi lebih tertata, namun Pemkot tetap berencana untuk merelokasi .
Soal kepindahan, menurut Edi Sarnyoto, bukannya pedagang menolak begitu saja rencana  pemerintah Kota  namun ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, ia lebih jauh mengatakan bahwa kalau mereka dipindahkan kedaerah Semanggi maka, pedagang akan menghadapi persoalan usaha yang baru. Misalnya ia mengatakan masalah lokasi yang terlalu dipinggir yang berarti tidak strategis untuk dijadikan lokasi usaha, selain itu transportasi yang dirasa kurang mendukung disamping pangsa pasar yang belum jelas. “Kami disini sudah memiliki pangsa pasar dan pelanggan selain memang strategis dan ditunjang oleh transportasi memadai sebagai penunjang tempat usaha” ujarnya sambil menambahkan bahwa penghasilan rata-rata dari pedagang si pasar klithikan ini berkisar antar 50-100 ribu rupiah perhari bahkan ada yang lebih dari itu.
Selain itu selama ini Pemkot melakukan  pungutan retribusi bagi setiap pedagang dari sekitar 900 pedagang yang dianggap tidak resmi, hal ini menimbulkan kerancuan tersendiri mengingat bahwa keberadaan para pedagang yang ‘tidak diakui’ namun dalam prakteknya mereka dimintai retribusi.
Walaupun jumlah yang dipungut dari para pedagang relatif kecil, namun substansi permasalahan yang di lihat oleh para pedagang adalah bahwa ketika secara materi mereka merasa memberi kontribusi terhadap pemerintah namun secara hukum mereka tidak atau belum diakui keberadaannya.
SEcara umum pertemuan pertama tersebut menghasilkan kesepakatan untuk menolak rencana relokasi secara bulat dan tegas.
SElain upaya untuk melakukan counter opini lewat media massa tersebut, para pengurus PKL Panca Manunggal Banjasari juga melakukan upaya persuasive untuk menolak rencana relokasi.
Di tengah semakin gencarnya  ‘perang opini’ masyarakat yang mendukung rencana relokasi , pertemuan rutin berikutnya dilakukan pada tanggal 19 Nopember 2005.Pada pertemuan kedua ini  PKl Panca Manunggal masih bersepakat untuk menolak rencana relokasi. 
Pertemuan berikutnya yang dilakukan pada tanggal  26 Nopember 2005 dilakukan setelah PKL Panca Manunggal pada tanggal 22 Nopember 2005 dii undang oleh Walikota JOkowi. Pertemuan yang dilaksanakan di Loji Gandrung  dimaksudkan untuk melakukan upaya sosialisasi kepada PKL Banjarsari  terkait dengan rencana relokasi .
Dari pertemuan dengan wawali tersebut ,sikap PKL Banjarsari masih pada sikap semula untuk tetap menolak rencana relokasi. Dan pertemuan tanggal 26 Nopember 2005 untuk mensikapi pertemuan di Loji Gandrung menghasilkan kesepaktan bersama untuk tetap menolak rencana relokasi.
Kesepakatan untuk tetap MENOLAK RELOKASI, dengan alasan sbb:
1.Karena acuan kinerja pemkot Perda 8/95
 Perda PKL 8/95  tentang pembinaan dan penataan PKL sudah tidak relevan lagi sehingga harus di revisi, dan sebelum Perda tsb di revisi maka tidak  ada program relokasi PKl banjarsari dan PKL Surakarta.
2.  Pemkot Belum memberikan  jaminan hitam diatas putih untuk bertangungjawab terhadap keberlangsungan ekonomi PKl Banjarsari pasca kepindahan ke lokasi Semanggi
3.Tidak adanya pelibatan PKl Banjarsari untuk perencanaan pemindahan
4.Tidak ada jaminan dari pemkot ketika PKL Banjarsari pindah, lokasi bekas PKL Banjarsari akan bebas  PKL yg baru
5.Lokasi di Semanggi lebih cocok diperuntukan untuk para penganguran di Solo,bukan untuk PKL Banjarsari
6.Publik space di Monumen 45 Banjarsari dialihkan ke tempat lain misalnya manahan,kota barat
7.Kekuatiran jika berdagang di lokasi yang baru  yaitu dagangan tidak laku

Sedangkan strategi yang dilakukan untuk mempersiapkan Penolakan yaitu dengan
1.Membuat opini di media massa (cetak dan eletronik) untuk mewacanakan isu penolakan
2.Mengalang dukungan yang lebih luas (LSM,Komunitas selain PKL,dll)
3.Melakuakan publik heraing dengan walikota dan DPRD
4.Mempersiapkan pendamping dan advokat hukum
5.Melakukan istiqosah dengan mendatangkan ulama2
6.Demontrasi besar2an dengan melibatkan istri,suami dan anak
7.Pendudukan Balaikota

Untuk mendukung hal tersebut diupayakan melakukan Penguatan internal dengan  yang dilakukan adalah:
1.Memperdalam penguasaan peraturan yuridis formal untuk counter wacana relokasi (pancasila, UUD 45,UU 32/2004,dll),
2. Paguyuban melakukan pendataan dan penyelesaian KTA,
3. Pengalangan dana dari anggota,
4.Penambahan keamanan dengan melakukan piket bergiliran untuk mengantisipasi upaya provokasi dan teror dari Pemkot,
5.Komitmen untuk berjuang bersama dan
6.Penerapan sangsi bagi pengurus yg berkhianat
Strategi  yang akan dilakukan jika upaya-upaya penolakan yg dilakukan gagal  maka yang akan dilakukan adalah
Pertama meminta inah/jangka waktu 1 tahun  untuk di relokasi,
Kedua bersedia di relokasi dengan syarat pemkot memberikan jaminan hitam di atas putih  atas kelangsungan usaha  ekonomi mereka,
Ketiga Penyediaan semua fasilitas yang di butuhkan secara gratis(kios,Siup,jaminan kredit bank,pelatihan,dll).
Pada  pertemuan ini pula di sepakati nama paguyuban PKL Panca Manunggal diganti menjadi Paguyuban PKL Monumen 45 Banjarsari.
Pertemuan berikutnya di lakukan pada tanggal 16 Desember 2005 dilakukan untuk konsolidasi rutin pengurus sekaligus mensikapi  statement beberapa pengurus paguyuban yang menyatakan mendukung rencana relokasi padahal dalam kesepakatan bersama disepakati untuk menolak rencan relokasi.Dalam kesepakatan pengurus di sepakati bahwa harus ada sangsi untuk pengurus yang melanggar kesepakatan paguyuban .Sangsi yang di sepakatii akan di berikan kepada pengurus yang melanggar kesepakatan untuk menolak rencana relokasi berupa peringatan kepada pengurus bersangkutan. Pada pertemuan ini pula terlontar kesulitan untuk melakukan perencanaan dari sikap penolakan dikarenakan kesulitan dana untuk melakukan rencana pengurus. Kemudian di sepakati untuk menarik  dana dari iuran  anggota-anggota PKL Banjarsari tersebut yang besarnya di sepakati minimal Rp 25 .000 per PKl nya.
Pada tanggal 29 Desember 2005 direncanakan akan bertemu untuk audensi dengan Walikota terkait dengan penolakan rencana relokasi.SEbelum pertemuan pengurus bertemu dahulu untuk penyiapan setting audensi dengan walikota tersebut.Pada pertemuan itu disepakati untuk mempertanyakan  rencana relokasi sekaligus untuk menyampaikan keberatan para PKl Monumen 45 Banjarsari.
Pertemuan dengan walikota pada siang hari tanggal 29 Desember 2005 tersebut di hadiri oleh pengurus paguyuban PKL Monumen  Banjarsari dengan menghadirkan   ibu-ibu PKL . Hal ini juga dimaksudkan sebagai strategi untuk ‘melunakkan’ rencana Walikota merelokasi PKL Monumen 45 Banjarsari.Walikota menyampaikan kebulatan tekad untuk tetap merelokasi PKL Monumen 45 Banjarsari dengan berbagai pertimbangan yang sering disampaikan di media massa. Untuk merencanakan relokasi ini juga disiapkan solusi untuk PKL yang diantaranya adalah penyediaan kios gratis, pemberian bantuan modal usaha sampai 100 jt, pemberian ijin, dll yang pada  prinsipnya semua tuntutan PKL Monumen 45  Banjarsari sudah masuk ke perencanaan Pemkot , kecuali soal dana kompensasi selama periode tertentu di masa transisi kepindahan ke lokasi yang baru.  Pada pertemuan itu juga di sampaikan bahwa pada tanggal 30 Desember Pemkot akan mengundang PKL Monumen 45  Banjarsari sejumlah 500 orang untuk di berikan penjelasan mengenai rencana dari relokasi tersebut.


‘Pecahnya’ suara dan perubahan sikap  PKL Monumen 45 Banjarsari
Meskipun sudah ada kesepakatan pengurus paguyuban untuk menolak rencana relokasi tetapi anggota paguyuban belum sepenuhnya satu suara dalam mensikapi rencana relokasi ini. Ada sebagian PKL yang menyatakan menyambut positif rencana relokasi , tetapi ada juga tetap menolak karena mengikuti keputusan paguyuban. PKL yang menerima  rata-rata menyatakan bahwa karena relokasi program pemerintah kota dan mereka merasa sebagai warga Negara yang baik harus mengikuti program pemerintah.Alasan lainnya adalah mereka melihat lokasi baru di Semanggi akan lebih memberikan rasa aman dan nyaman dalam bekerja karena merupakan lokasi yang diijinkan Pemkot. Bahkan   dalam opini yang berkembang terutama di lansir oleh media massa ,ada juga statement  ketua paguyuban  yang menyatakan menerima rencana relokasi meskipun dengan berbagai persyaratannya . PKL yang menolak relokasi dikarenakan  masih belum jelasnya informasi  seputar relokasi, dan mereka cenderung menilai  kesulitan-kesulitan pasca relokasi.

Ketua paguyuban yang menyatakan menerima rencana relokasi  jika persyarakat yang disampaikan di terima adalah paguyuban PKl Masyarakat Mandiri. Persyaratan  yang disampaikan yaitu
1. Bangunan di calon lokasi harus sesuai dengan  kebutuhan masing-masing pedagang
2. Transportasi mudah dan bisa dijangkau oleh warga,
3. Keamanan dilokasi terjamin,
4. Disediakan  MCK dan tempat ibadah,
5. Pemkot mampu memberikan jaminan kepada pedagang dengan alasan jika pasar tidak laku masih ada subsidi ,
6.PKL di relokasi secara bersamaam ,
7. Membangun Image lokasi (SEmanggi)  yang baik sehingga  bisa membentuk opini public yang positif

Kalau di cermati dalam proses yang berkembang terpecahnya suara PKL Banjarsari  di karenakan beberapa hal yaitu
  1. Sosialisasi pengurus paguyuban ke anggota belum berjalan maximal
  2. Terjadi perbedaan pandangan antara pengurus paguyuban dalam mensikapi rencana relokasi
Sejak awal wacana   pro dan kontra rencana relokasi berkembang , pengurus sudah menyiapkan  strategi untuk penolakan maupun strategi untuk menerima rencana relokasi.Strategi penolakan jika di kaji lebih dalam merupakan  salah satu strategi untuk menaikkan bargaining yang lebih tinggi lagi terhadap fasilitas yang di berikan untuk PKL Monumen 45 Banjarsari sebagai kompensasi dari kesediaan direlokasi. SEcara  tidak langsung sejak pertemuan ketiga kalinya pengurus telah menyiapkan strategi untuk  menerima tawaran relokasi dengan merumuskan persyaratan-persyaratan tertentu tersebut. SEhingga hal ini mungkin dilihat oleh anggota dan sebagian pengurus bahwa sebenarnya PKL Monumen 45 Banjarsari sudah menerima rencana relokasi.Sehingga pandangan ini mempengaruhi sikap  sebagian dari PKL  Monumen 45 Banjarsari   untuk  menerima rencana relokasi.
               
                Perubahan Sikap PKL Monumen 45 Banjarsari  semakin terlihat jelas untuk menerima rencana relokasi pasca diundangnya seluruh PKL Monumen 45 Banjarsari pada tanggal 30 Desember 2005 .Bertempat di   Pendapi Gede Komplek Balai Kota sekitar 1000 PKL Monumen 45  Banjarsari mendapatkan penjelasan dari  Walikota  secara detail mengenai   konsep dari relokasi yang akan di lakukan. Hampir semua tuntutan PKL Monumen 45 Banjarsari di penuhi oleh Pemkot. Terlihat jelas  tanggapan positif dari PKL yang hadir  dan secara langsung  untuk pertama kalinya mereka mendapatkan penjelasan secara gamblang .
Perubahan sikap ini  mendorong pengurus PKL Monumen 45 Banjarsari  memutuskan untuk secara realistis menerima keputusan dari anggota terhadap pilihan sikap yang diambil anggota. Pada pertemuan tanggal 4 Januari 2006 pengurus mengambil sikap untuk memberikan kesempatan ke anggota untuk mengambil sikap dan hal itu akan di teruskan untuk  menjadi sikap paguyuban PKL Monumen 45 Banjarsari .
                Bahkan sikap menerima rencana relokasi di tindaklanjuti dengan pendataan yang dilakukan PKL itu sendiri  merespon deadline waktu pendaftaran yang di berikan kantor PPKL sampai maximal akhir Januari 2006.






Langkah  Pemkot Solo
Pemkot Solo berupaya untuk mengakomodir stakeholder kota dengan mengundang perwakilan LSM,Perguruan Tinggi,Pers   beserta kepala  dinas terkait Pada tanggal 14 Nopember 2005  untuk membicarakan rencana relokasi PKL Monumen 45 Banjarsari.Pertemuan yang dilaksanakan di ruang pertemuan walikota di buka oleh kepala Bapeda Masrin Hadi yang kemudian Walikota Jokowi memberikan penjelasan tentang rencana relokasi terhadap PKL Monume 45 Banjarsari. Walikota menjelaskan bahwa rencana relokasi itu merupakan bagian dari program penataan PKL di Kota Solo .Rencana penataan PKl meliputi rencana untuk melakukan relokasi, pembuatan shelter,tendanisasi tergantung pada kondisi lokasi PKL itu sendiri sehingga penanganan terhadap PKL akan mengikuti desain dari tata ruang kota di solo.Walikota juga menjelaskan bahwa untuk PKL Banjarsari harus direlokasi ke Semanggi karena lokasi PKL  Monumen 45 Banjarsari yang ditempati selama ini akan dikembalikan pada fungsinya semula sebagai ruang public.Untuk PKL Monumen 45  Banjarsari akan  diberikan tempat usaha yang legal di lokasi yang baru dengan fasilitas yang direncanakan adalah meliputi peningkatah status dari PKL ke pedagang pasar sehingga konsekwensi dari ini adalah akan di sediakan kios di lokasi yang baru,akan disediakan pinjaman modal.
Kemudian secara lebih detail kepala Bappeda Kota Surakarta Masrin Hadi menjelaskan tentang konsep dari penataan PKL Monumen 45  Banjarsari ke lokasi Semanggi.
Latar belakang rencana relokasi ini adalah Pemanfaatan ruang kota tidak sesuai peruntukannya, tidak berfungsinya ruang hijau dan ruang terbuka kota, tidak berfungsinya Monumen Perjuangan Bangsa, kesemrawutan lalu lintas. ,degradasi kualitas lingkungan, permasalahan sosial,  dukungan kuat masyarakat : pelaksanaan  penataan dan pemberian tempat usaha PKL,  kuatnya Brand image PKL Banjarsari, zoning perdagangan di Kawasan Semanggi, lahan kosong milik Pemkot  di Kawasan Semanggi, potensi riil Kawasan Semanggi:  Pasar Besi Kusumodilagan, Pasar Besi Tua ; Pasar Ayam,  Pasar Kambing dan Kompleks Pertokoan Baturono, kawasan pertumbuhan perbatasan,  Sarana dan prasarana transportasi.
Perangkat aturan kendali UU NO. 5 TH. 1960 – PD POKOK-POKOK AGRARIA, UU NO. 23 TH. 1997 – PENGELOLAAN LH,UU NO. 38 TH. 2004 – JALAN ,PERDA NO. 8 TH.1993 – RUTRK,PERDA NO. 4 TH. 1997 – RUTRHK,PERDA NO. 8 TH. 1988 – BANGUNAN, PERDA NO. 8 TH. 1995 – PENATAAN & PEMBINAAN PKL.
SEdangkan maksud dan tujuan dari penataan ini adalah pertama untuk terciptanya tata ruang kota yang harmonis,pemerataan pengembangan dan pertumbuhan kawasan,tertatanya sistem transportasi kota dan lintas kawasan,fasum dan fasos kota yang representatif, kegiatan usaha berkarakter khusus,Jaminan kepastian usaha  PKL ,Meningkatkan daya tarik kota. ,meningkatkan citra kota dan Pemkot ,memberikan penghargaan sepantasnya bagi pejuang bangsa dan pejuang keluarga.           
                Kondisi existing kawasan Monumen Banjarsari adalah luas lahan ± 17.822 M2  yang diperuntukan untuk ruang hijau kota ,monument , dan ruang terbuka yang ditempati oleh 989 PKL .KOndisi ruang hijau saat ini rusak dan tak terawatt dengan lalu lintas yang semrawut
Prinsip penataan untuk PKL Banjarsari adalah  pertama Menata bukan menggusur, kedua menjamin kepastian tempat dan kelangsungan usaha PKL, ketiga Memberikan rasa aman pada PKL dan keempat mereduksi perasaan bersalah PKL karena menempati ruang publik
Untuk kawasan yang dipersiapkan dengan lahan yang tersedia 16.000 M²  ( 1,6 Hektar ) terdiri dari  Lahan MUI  (PPEU)       =    4.050 M² , Lahan Pasar Klithikan  =  11.950 M², penggunaan :Bangunan kios = 6.108 M², Sarana dan Prasarana (parkir mobil / sepeda motor,  koridor, kantor pengelola, Lavatori)    =  5.800 M² sehingga Sisa lahan = 42 M²  . Saat ini kondisi lahan Kosong ( terdapat beberapa unit bangunan lama yang mangkrak )
                Rencana sarana pasar klitikan dengan kios sejumlah 1.018 unit  dan sebagian lantai dua, terdapat kantor pengelola,selasar,tower air,lavatory,masjid,tempat parker, dan ruang hijau.DEngan perkiraan biaya untuk kios alternative 1 adalah Rp 4,5 M ; kios alternative 2 Rp 5,4 M ; dan alternative 3 Rp 9,6 M.
                Untuk melancarkan lalu lintas dipersiapkan infrastruktur dan pengelolaan angkutan (rekayasa transportasi dan traffic management ) untuk akan terjadi bangkitan lalu lintas, rute angkutan perlu dioptimalkan,perlu antisipasi permasalahan lalu lintas dan kebutuhan transportasi.
                Dengan kondisi eksisting lintasan jalan Nyai Serang : rencana pasar Klitikan ,pasar ayam,sub terminal , lebar badan jalan 6 m terdapat aktivitas bongkar muat dan lintasan angkota jalur 04 , permasalahn yang di hadapi saat ini  kurangnya sarana angkutan,lintasan jalan belum memadai, aktivitas bongkar muat di jalan,lokasi parkir belum refresentatif  , sarana prasarana lalu lintas belum optimal maka pemecahan yang direncanakan adalah dengan rekayasa pengelolaan lalu lintas dan transportasi dengan optimalisasi sub termibal ,pemasangan RPPJ,marka jalan,lampu flashing,pelebaran jalan,pengembangan trayek  ,kedua lapangan parkir di dalam pasar , ketiga tempat bongkar muat , keempat pengaturan sirkulasi keluar masuk pasar , kelima  penindakan tegas atas aktivitas PKL di luar pasar , keenam optimalisasi kinerja angkuta jalur 04, ketujuh pengembangan trayek angkuta 09 dan bus jalur U , kedelapan  metode time table (turun naik penumpang).Sedangkan rekayasa manajemen lalin dan transportasi ini bertujuan untuk mengantisipasi permasalahan lalulintas dan transportasi, menjamin ketersediaan sarana transportasi umum, membantu percepatan aktivitas pasar Klitikan dan untuk meningkatkan nilai ekonomis kawasan.
                Pembinaan pedagang pasar pasca relokasi adalah pemberian perijinan gratis,   pemberian Surat Ijin Usaha Perdagangan ( SIUP ),Tanda Daftar Perusahaan  (TDP), Surat Hak Penempatan (SHP) , Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP), pengadaan  pelatihan manajemen bagi pedagang,dukungan media promosi ( penyebaran informasi lokasi dan produk pada konsumen,  petunjuk lokasi, baliho, leaflet ) ,bantuan dana penjaminan untuk pinjaman modal pada perbankan , serta pemberian bantuan pinjaman lunak untuk pedagang.
Jadwal pelaksanaan revitalisasi kawasan monument Banjarsari pasca relokasi pelaksanaan Relokasi

Waktu
Kegiatan
September  ’05
Pendataan
Oktober  ’05
Design Teknis  & Rancangan Zoning Kios
Nopember – Desember   ’05
Sosialisasi & curah pikir/ pendapat ( Pemkot, PT, LSM, Tokoh Masy., Media massa dan PKL Banjarsari
Maret – Mei ’06
Konstruksi Pasar : persiapan ( SKO & lelang
Juni ’06
Persiapan PKL, Boyongan dan Peresmian Ps. Klithikan  
Juli ’06
Revitalisasi Kawasan Banjarsari  : Persiapan, Perataan tanah, Pek. Saluran, Pek. Pagar BRC, Pek. Paving, Aspal Jalan, Pek. Sarana bermain Anak, Pek. Jalan setapak dan Pek finishing  
17 Agustus 2006
Pemanfaatan Kwsn. Banjarsari

Penertiban rutin
Sumber Bappeda ,2005

TAHAPAN,BENTUK, SASARAN, TUJUAN, OUT PUT SOSIALISASI
          Pengenalan konsep awal : Diskusi, Dialog, Curah pendapat/ pikir à Paguyuban PKL, LSM, Tokoh Masyarakat, PT, Media Massa, DPRD  à Masukan dan saran penyempurnaan konsep (model pendekatan dan teknis ) à perhatian dan respon; penguatan institusi melalui pelibatan unsur.
          Pemahaman konsep : Diskusi, Dialog, Curah pendapat/ pikir lanjutan à Pelaku PKL, Paguyuban PKL, Pendamping PKL à penguatan dan legitimasi Konsep à pengertian dan penerimaan.
          Penyepakatan konsep dan teknis operasional penataan à Pelaku PKL, Paguyuban PKL, Pendamping PKL à Dukungan relokasi à kesiapan relokasi dan beraktivitas di lokasi baru.
Pelibatan unsure dalam proses  adalah reaktualisasi data PKL  meliputi jumlha dan kelompok jenis , penyepakatan zoning dan penempatan , boyongan meliputi prosesi, teknis,penanggung jawab dan fasilitasi serta evaluasi konsep dan teknis pelaksanaan penataan.

Pertemuan yang hadiri oleh kepala Kantor PPKL,DLLAJR,Dinas Pengelolaan Pasar (DPP),Dinas Tata KOta (DTK),dan LSM Kompip,IPGI,Gita Pertiwi ini sebagai langkah awal Bappeda untuk melibatkan stakeholder kota dalam perencanaan .Dari pertemuan tersebut mencuat usulan untuk melibatkan PKL Banjarsari dalam perencanaan tersebut sehingga upaya untuk melakukan komunikasi dengan PKl  harus dilakukan. SElain itu juga perlunya penyempurnaan desain konsep pasar klitikan ynag lebih mendekati kebutuhan PKL.Bappeda sepakat bahwa   upaya ini untuk membuka dulu komunikasi perencanaan relokasi ke public, setelah inii akan melibatkan PKL Banjarsari secara langsung.
Pertemuan berikutnya pada tanggal 6 Desember 2005 perwakilan dari LSM juga diundang untuk memberikan masukan terkait perkembangan  dari sikap penolakan dari PKL Monumen 45 Banjarsari. Pada pertemuan ini disepakati ada penyempurnaan desain  sebagaimana masukan dari pertemuan tanggal 14 Nopember 2005 .Penyempurnaan yang di maksudkan adalah perubahan kios makanan  pindah ke atas di lantai dua, jalan melingkar sepanjang kios sehingga memudahkan pembeli untuk mencari barang dagangan yang di butuhkan,dll.Bapeda juga akan menindaklanjuti untuk mengundang  PKL untuk mendapatkan gambaran konsep relokasi terhadap mereka.


Peran KOMPIP sebagai mediator antara Pemkot dengan PKL Monumen 45 Banjarsari
                Pada proses bergulirnya wacana pro dan kontra terhadap rencana relokasi PKL Monumen 45 Banjarsari, KOMPIP yang sedari awal  melakukan asesment di lapangan  menghadapi persoalan yang cukup sulit untuk bersikap . Di tengah desakan masyarakat untuk mengembalikan  fungsi ruang kota  dan untuk menyelaraskan rencana tata ruang kota di Solo , KOMPIP tetap melihat penolakan PKL Monumen 45 Banjarsari dengan berbagai pertimbangan menjadi prioritas .Pada mulanya KOMPIP 100 % mendukung  penolakan rencana relokasi .Dukungan ini dengan latar belakang   karena sikap  Pemkot dalam perencanaan tersebut tidak melibatkan PKL Monumen 45 Banjarsari secara langsung untuk merencanakan   dan memikirkan kelangsungan usaha PKL itu sendiri.  SElain itu PKL Monumen 45 Banjarsari jelas menentukan sikap untuk menolak rencana relokasi tersebut.
TEtapi setelah ada kejelasan mengenai  rencana relokasi    yang disampaikan walikota dan kepala Bappeda dan ditidaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan secara informal  dengan kepala Dinas Tata Kota , kepala kantor Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PPKL) tentang konsep penataan PKL di kota Solo, KOMPIP mulai bersikap obyektif dalam mensikapi perencanaan Pemkot Solo tersebut.Konsep penataan PKL di kota Solo yang direncanakan Pemkot cukup realistis dan tetap mengedepankan prinsip kemanusian  meskipun dalam beberapa prosesnya masih sangat minim dalam melibatkan PKL itu sendiri dan stakeholder kota lainnya. SEhingga pada berbagai pertemuan KOMPIP justru memberikan tawaran solutif untuk merubah konsep perencanaan Pemkot tersebut.  
Secara langsung KOMPIP mengambil peran cukup penting sebagaii mediator pada proses perencanaan relokasi PKL Monumen 45 Banjarsari ke lokasi SEmanggi ini. Asesment dari PKL itu setelah dianalisis ulang kemudian  dijadikan pertimbangan untuk menyampaikan aspirasi dari PKL MOnumen 45  Banjarsari kepada Walikota secara langsung.Salah satunya tanggal 29 Nopember 2005 KOmpip menyampaikan masukan  sekaligus kritikan konsep perencanaan relokasi  kepada Walikota Jokowi langsung.Beberapa masukan KOMPIP adalah
1.                            Pada proses rencana relokasi tersebut PKL Monumen 45 Banjarsari harus dilibatkan secara langsung untuk merencanakan konsep,desain,dll yang terkait dengan lokasi  baru
2.                            Pentingnya  sosialisasi yang melibatkan semua PKL Monumen 45  Banjarsari sehingga memahami konsep relokasi yang ditawarkan Pemkot

Rabu, 28 September 2011

Kebijakan Pendidikan di Indonesia


KEBIJAKAN  PENDIDIKAN DI INDONESIA

Mendiskusikan pendidikan di Indonesia tak pernah surut dari media baik isu mengenai kontroversi Ujian Nasional, sertifikasi guru hingga kondisi bangunan gedung-gedung sekolah diberbagai penjuru tanah air. Kondisi pendidikan di daerah (terutama pedalaman dan terpencil) belum termasuk untuk daerah yang terkena bencana alam sangat memprihatinkan. Gedung hampir roboh, ruang kelas rusak, kursi dan meja reyot belum lagi peserta didik yang terkena kebijakan UN sampai bunuh diri gara-gara tak lulus. Padahal dalam amandemen ke 3 UUD menegaskan alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen baik dalam APBN maupun APBD. Kenyataannya hanya beberapa daerah tertentu yang mampu menggratiskan biaya pendidikan dasar 9 tahun (meskipun sekolah negeri saja). Artinya perlindungan warga negara untuk mendapatkan hak dasarnya tidak secara otomatis.

Bila dilihat dalam misi Kementrian Pendidikan Nasional (dulu departemen pendidikan nasional) Tahun 2010-2014 memfokuskan pada 5 hal yakni Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas/Mutu dan Relevansi, Kesetaraan serta Kepastian. Kelima K tersebut diharapkan mampu memecah jalan pada peningkatan layanan pendidikan berbagai jenjang yang ada. Sementara itu strategi yang akan dilakukan meliputi 11 strategi di berbagai level jenjang pendidikan, penguatan pendidik maupun aspek tata kelola pelayanan pendidikan. Hanya saja untuk pendidikan dasar termaknai pada 4 arah kebijakan (dari 15 arah kebijakan) yakni a) Akselerasi pembangunan pendidikan di daerah perbatasan, tertinggal dan bencana; b) Rasionalisasi pendanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat; c) Penyediaan buku teks murah; d) Pemberdayaan kepala sekolah dan pengawas sekolah serta sertifikasi dan kualifikasi guru.

Pemerintah melalui berbagai regulasi telah menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun. Setidaknya dalam PP No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 62 disebutkan bahwa (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal;  (2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap; (3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Dengan landasan ini mestinya skema pendidikan dapat dialokasikan secara jelas, mana yang ditanggung oleh pusat, propinsi, daerah ataupun bagi siswa sendiri.

Setiap tahunnya anggaran fungsi pendidikan selalu mengalami kenaikan yang cukup luar biasa. Hal ini bisa dimaklumi karena sesuai amanat amandemen UUD 45 yang menyebutkan bahwa alokasi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20persen dari APBN. Dari 20persen anggaran itu, masih dipilah untuk Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Agama, Kementrian Dalam Negeri dan kementrian lain yang memang memiliki fungsi pendidikan. Bila kita menengok Renstra Kemendiknas Tahun 2010-2014, dicantumkan anggaran kenaikannya minimal 10persen pertahun (lihat tabel).

TABEL ANGGARAN PENDIDIKAN 2010-2014

P R O G R A M
2010
2011
2012
2013
2014
I
Kemendiknas
     55,208.85
     65,086.26
     75,125.35
         84,381.40
     95,454.38

a
BOS dan BOM
     17,066.46
     17,321.14
     17,575.82
         17,830.50
     18,085.17

b
Tunjangan Profesi Dosen Kumulatif
           912.00
       1,681.00
       2,560.00
           3,668.00
       4,878.00

c
Tunjangan Profesi Guru Non PNS Kumulatif
       1,342.69
       2,025.34
       3,345.66
           4,520.43
       5,980.65

d
Tunjangan Profesi Guru Tahun Berjalan
       4,608.55
       6,952.26
     11,484.45
         15,517.07
     20,529.47

e
Kegiatan Prioritas dan Pemenuhan SNP 
       7,958.83
       8,911.18
       9,902.41
         10,733.92
     11,762.03

f
Belanja Mengikat
       7,420.26
       7,849.87
       8,279.48
           8,709.09
       9,138.70

g
PNBP
       6,408.08
       6,728.48
       7,031.26
           7,312.51
       7,605.01

h
Kegiatan Prioritas Renstra Lainnya
       9,491.97
     11,096.99
     12,300.28
         13,311.58
     14,558.13

i
Remunerasi Berbasis Kinerja
                    -  
       2,520.00
       2,646.00
           2,778.30
       2,917.22
II
Transfer Daerah
   126,363.10
   144,355.63
   161,564.28
       180,162.64
   201,799.49

a
DBH Pendidikan
           617.00
           688.02
           766.43
               853.68
           951.75

b
DAK Pendidikan
     12,566.60
     12,629.43
     12,692.58
         12,057.95
     11,455.05

c
DAU Pendidikan
   110,890.40
   128,634.63
   145,593.56
       164,638.83
   186,676.02


1
Non Gaji
       9,538.10
     10,491.91
     11,541.10
         12,695.21
     13,964.73


2
Gaji
     84,557.40
     93,013.14
   102,314.45
       112,545.90
   123,800.49


3
Tunjangan Profesi
       8,854.90
     17,149.88
     23,722.39
         31,350.05
     40,830.93


4
Tambahan Tunjangan Kependidikan
       7,940.00
       7,979.70
       8,015.61
           8,047.67
       8,079.86

d
Dana Otonomi Khusus Pendidikan
       2,289.10
       2,403.56
       2,511.71
           2,612.18
       2,716.67

Anggaran Fungsi Pendidikan
   209,086.20
   238,480.00
   267,446.80
       297,268.90
   332,114.80
Sumber : Renstra Kemendiknas 2010-2014

Mengenai pembiayaan tentu saja mengikuti regulasi PP No 38 Tahun 2007 Tentang pembagian urusan pemerintah pusat dengan daerah yang dapat dimaknai dengan pembagian kewenangan. “Pemerintah pusat bertanggungjawab atas penyediaan pendanaan semua level pendidikan dan program, serta penyediaan sumberdaya untuk tingkat pendidikan tinggi dan subsidi silang (pendidikan usia dini, sekolah dasar dan menengah, dan pendidikan non-formal). Sementara tanggung jawab utama pemerintah propinsi termasuk pendanaan tingkat menengah dan pendidikan vocational, serta pendidikan khusus. Propinsi juga bisa menyediakan tambahan sumberdaya atau subsidi untuk PAUD, pendidikan dasar dan non-formal, serta pendidikan tinggi. Akhirnya pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab atas penyediaan sumberdaya untuk PAUD, pendidikan dasar dan pendidikan non-formal” (Pendidikan Gratis Bermutu, pattiro 2010).

Pada PP 48 Tahun 2008 Tentang Pembiayaan Pendidikan pasal 2 ayat (1) menyebutkan pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Sedangkan pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa biaya pendidikan meliputi 3 hal yakni biaya satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan serta biaya pribadi peserta didik. Pasal-pasal selanjutnya juga menjelaskan beberapa komponen biaya dari setiap turunan biaya pendidikan tersebut. Meski demikian, setiap turunan biaya pendidikan yang dimaksud (bahkan termasuk biaya investasi) dapat bersumber dari masyarakat. Hal ini memungkinkan peluang adanya tarikan atau pungutan dari penyelenggara pendidikan pada peserta didik.

Dengan kondisi itu, maka tak heran diberbagai pelosok tanah air cerita tentang sulitnya atau bahkan mahalnya pendidikan di Indonesia masih terdengar. Berbagai kampanye presiden mengenai pendidikan gratis pada media elektronik maupun cetak tak mampu diterjemahkan oleh bawahannya maupun pengelola satuan pendidikan untuk benar-benar menghilangkan pungutan. Tiap daerah tentu memiliki pertimbangan tersendiri untuk membiayai pendidikan dasarnya. Ada banyak faktor yang melingkupi tinggi maupun rendahnya biaya pendidikan. Misalnya saja (lihat tabel), di Kabupaten Jembrana, setiap siswa SD setiap tahun hanya membutuhkan Rp 90.000. Sedangkan di Kota Jogjakarta setiap siswa SD setahun membutuhkan anggaran Rp 250.000. Padahal, BOS dari Kementrian Pendidikan Nasional mengalokasikan antara Rp 397.000 (untuk kabupaten) hingga Rp 400.000 (untuk kota).

TABEL PERBANDINGAN SPP SISWA PERTAHUN
No
Jenis
Jembrana*)
Jogja*)
BOS
1
SPP SD/tahun
Rp 90.000
Rp 250.000
Rp 397.000-Rp 400.000
2
SPP SMP/tahun
Rp 150.000
Rp 625.000
Rp 570.000-Rp 575.000
3
Operasional SD
Rp 21.478.000
Rp 96.000.000

4
Operasional SMP
Rp 128.864.400


Dari berbagai sumber
Jembrana : Tahun 2008
Jogja : Tahun 2010

Data diatas merupakan salah satu contoh kasus untuk alokasi  SPP tiap wilayah berbeda dan pemerintah menetapkan anggaran yang sebenarnya jauh lebih tinggi. Anggaran itu belum termasuk BOS dari propinsi maupun dari daerah. Belum lagi beberapa program lain seperti beasiswa, BOS Buku, alokasi DAK dan beragam program lainnya. Dengan demikian maka setidaknya dalam pembuatan kebijakan pendidikan dasar pemerintah dalam hal ini kementrian pendidikan nasional harus jeli mendefinisikan secara jelas kebutuhan bagi pemenuhan pendidikan dasar 9 tahun. Kejelian juga termasuk memetakan kebutuhan riil serta spesifikasi keunggulan-keunggulan lokal. Maka dari itu setidaknya ada 5 kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah :


1.      Kebijakan bidang pendidikan yang lebih jelas. Masih banyak kebijakan pendidikan yang berbenturan satu dengan lainnya. Misalnya mengenai dicabutnya UU BHP oleh Mahkamah Konstitusi, polemik ujian nasional, sekolah berstandar internasional dan lainnya. Dengan adanya PP 37 Tahun 2007 seharusnya memetakan secara jelas apa kewenangan tiap jenjang pemerintahan. Sehingga tidak ada lagi kebijakan yang bersifat ganda atau berbenturan

2.      Pemberian kewenangan disertai dengan anggaran yang sesuai. Hingga sekarang masih banyak daerah yang kesulitan membangun sekolah-sekolah dipedalaman. Perbedaan kondisi fisik sekolah antara perkotaan dengan pedesaan jelas terlihat timpang. Pemerintah pusat sendiri masih menyalurkan bea siswa, bantuan sosial, membangun gedung sekolah dan banyak kegiatan teknis hingga lingkup satuan pendidikan. Apakah tidak lebih baik pemerintah (Kementrian Pendidikan Nasional) lebih memfokuskan pada perumusan formulasi kebijakan secara nasional serta melakukan pengawasan atas kebijakan pendidikan daerah.  Kewenangan yang diberikan pada daerah tidak diimbangi dengan anggaran yang memadai sehingga daerah kesulitan mengejar gap ketimpangan tersebut.

3.      Formulasi anggaran ke daerah (DAU, DAK, BOS dan sebagainya) sebaiknya juga memperhatikan kondisi wilayah. Penetapan standar yang sama sangat tidak mencerminkan keadilan. Mestinya pemerintah menerapkan asas proporsionalitas. Minimal ada 3 indikator yang mempengaruhi ukuran pemberian bantuan. Ketiga indikator tersebut adalah kondisi geografis, PDRB serta inflasi. Dengan memperhatikan hal tersebut setidaknya akan membantu daerah-daerah yang masih minus dengan daerah berkemampuan sedang atau bahkan tinggi dalam APBDnya.

4.      Merangsang inovasi dan terobosan yang dilakukan oleh kepala daerah. Apabila ada kebijakan kepala daerah yang memang rasional serta meningkatkan kualitas pendidikan dan membantu masyarakat, harusnya terobosan ini di apresiasi. Sehingga mampu mendorong daerah-daerah lain untuk mereplikasi kebijakan yang menguntungkan masyarakat. Idealnya pengelolaan pendidikan di Kabupaten Jembrana mampu mendorong tumbuhnya pendidikan yang murah bagi masyarakat. Nyatanya meski banyak yang telah melakukan kunjungan ke Jembrana, toh masih banyak daerah yang kondisinya tetap sama saja.

5.      Memberikan reward dan punishment pada daerah yang melakukan terobosan bagus atau membiarkan kondisi pendidikan daerahnya merosot. Berbagai insentif dapat diberikan pemerintah pusat melalui skema insentif tambahan DAK, Beasiswa, BOS dan berbagai program lainnya. Hal ini diharapkan mampu mendorong pemerintah daerah menjalankan pola pendidikan yang lebih menguntungkan masyarakat secara luas(suci handayani)