Selasa, 13 November 2012

Topeng Monyet, tak lagi dari kampung ke kampung.

Biasanya siang hari   pukul 14.15 atau sore hari sekitar jam 15.15 saya akan melewati perempatan jalan di sebelah utara Manahan Solo . Perempatan jalan raya yang tidak terlalu lebar tetapi sangat ramai dengan kendaraan motor dan mobil. Apalagi di jam sibuk, pagi pada saat anak sekolah berangkat sekolah dan siang atau sore kala anak sekolah sudah pulang dan pulangnya orang-orang yang bekerja.
Perempatan itu arah timur menuju pasar Nongko yang sedang dalam proses pembangunan , arah barat menuju belakang Manahan, arah  utara menuju terminal Tirtonadi dan arah selatan menuju Manahan, kota Barat.
Di jam-jam pada saat  saya lewat perempatan tersebut (14.00) , hampir setiap hari saya akan menemui sajian topeng monyet. Seekor monyet dan seorang laki-laki yang membawanya (majikannya?) mencoba memberi hiburan kepada orang yang lewat, dengan atraksi seperti berjalan membawa payung, naik sepeda, berjalan dengan engrang (bambu sebagai penganti kaki ) dan aneka mainan lainnya. Si abang meminta si monyet untuk menunjukan kemampuan atraksinya, memanfaatkan lampu merah yang menyala yang memaksa kendaraan harus berhenti. Tak sedikit orang di mobil dan kendaraan yang melihat atraksi monyet tersebut. Ada yang tersenyum ada yang rela tertawa tetapi ada juga yang cuek bahkan hanya mengerutkan kening.
Tak sampai 30 detik si monyet beraksi, si abang akan menengadahkan tangan untuk meminta sekedar uang sukarela sambil mulutnya berucap doa keselamatan bagi pengemudi kendaraan bermotor dan mobil. Tak semua orang peduli dan mmeberi sedikit rejeki, banyak yang acuh tak acuh.

Topeng monyet, waktu saya kecil dulu tinggal di desa tak pernah melihatnya barang sekalipun. saya melihat peryunjukan topeng moyet ketika sudah kuliah di kota dan beberapa kali lebih sering melihat ketika sudah menikah dan tinggal di perumahan. Hampir seminggu 2 kali ada topeng monyet yang lewat di rumah naik sepeda dengan si majikannya berkeliling untuk berharap mendapat tanggapan (di minta pertunjukan) . Dengan uang Rp 2000 saja orang se-RT bisa datang (karena mendengar bunyi tabuhan2 yang mengiringi si monyet) untuk ikut melihat si monyet. kalau beruntung, ada lagi tetangga yang ikut meminta pertunjukan lagi sehingga si majikan bisa mendapatkan uang lebih banyak.
Dulu, topeng monyet hanya melakukan atraksi di kampung/perumahan dan hanya beraksi ketika ada yang meminta. Tetapi sekarang ternyata topeng monyet sudah berkeliaran bebas di perempatan jalan. Di Solo, tidak hanya di jalan sebelah utara Manahan, tetapi di ruas jalan tertentu seperti perempatan Gendengan juga terlihat.
Topeng monyet dulu dan sekarang juga berbeda. kalau dulu si Monyet dengan kostum ala manusia saja , tetapi muka nya masih kelihatan. Tetapi sekarang selain dengan kostum manusia juga dengan memakai topeng dari muka boneka yang persis menutupi mukanya. Kelihatnnya muka si monyet tertutup rapat dan benar-benar kesempitan dan kepanasan. Duh, kasian sekali si monyet-nya.


Tidak ada komentar: