Selasa, 29 Oktober 2013

Wedang Jahe Pengusir Masuk Angin

Musim penghujan sudah tiba, seringkali cuaca berubah dengan cepat. Siang hari panas menyengat, tiba-tiba menjelang sore mendung dan hujan. Terkadang disertai angin dan kilat.
Dalam cuaca seperti saat ini,  jika tubuh tidak dalam kondisi yang sehat dan fit, akan mudah jatuh sakit.
Karenannya mencegah lebih baik daripada mengobati.
Sedikit tips sederhana ini barangkali bisa menguatkan badan dan mencegah sakit akibat cuaca saat ini, dengan minum minuman hangat yang menyengarkan tubuh yaitu jahe panas.
Gampang membuatnya, ambil beberapa jahe, cuci bersih dan gepuk (pukul beberapa kali hingga retak), masukkan ke air dan rebus bersama gula batu dan sedikit gula merah. Didihkan sampai  air tinggal separonya.
Tunggu hingga hangat-hangat kuku, dan minumlah. Saya jamin aroma jahe yang sedap dan  rasanya yang nikmat akan menghangatkan tubuh anda. Segerrrrrrrrrrrr

Semangat Penataan PKL di Solo Untuk Penataan PKL Jakarta

PKL............

Salah satu permasalahan di kota besar adalah banyaknya Pedagang Kaki Lima. Permasalahan di sini karena hampir setiap kota besar  belum mampu menata  dan membina keberadaan PKL , sehingga seringkali dianggap cukup menganggu. Keberadaannya tersebar di seantero tempat publik semisal trotoar, badan jalan, taman kota, dll.

Tidak ada definisi baku tentang Pedagang Kaki Lima(PKL). Sebelum tahun 1990-an masyarakat mengenal pedagang, ya pedagang kelontong, pedagang pasar, pedagang makanan dan sebagaianya. Seingat saya baru sekitar tahun 1990-an muncul istilah Pedagang Kaki Lima  atau PKL.  Pada waktu itu disebut Pedagang Kaki Lima  karena  pedagang mengunakan gerobag yang mempunyai 2 ban dan 1 kayu di depan sebagai tumpuan ketika gerobag berhenti. Jika di tambah dengan 2 kaki si manusianya, maka jumlah kakinya ada 5. Barangkali mengapa di sebut demikian. Secara umum yang dianggap Pedagang Kaki Lima orang yang menjual dagangannya secara mobile atau berpindah-pindah dengan mengunakan sarana gerobak. Namun seiring berjalannya waktu kemudian, orang yang menjual dagangannya di suatu tempat umum  dengan permanen  tetap dimasukkan sebagai Pedagang Kaki Lima.

Jokowi, mantan Walikota Solo yang tersohor dan terkenal dekat dengan wong cilik, mempunyai  kemampuan khusus dalam menata Pedagang Kaki Lima (PKL). Kenapa saya sebut mempunyai keahlian khusus? Karena setahu saya jarang sekali bahkan tidak ada pemimpin daerah (walikota/bupati) yang mampu menata PKL  dengan cara santun, damai dan jauh dari kekerasan.  PKL menjadi salah satu masalah yang biasanya di temui terutama di perkotaan. Meski mampu membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dan berimpilkasi mengurangi  pengangguran, tetapi terkadang keberadaan PKL menjadi masalah bagi masyarakat kota lainnya. Seperti menempati ruang publik (trotoar, taman kota, dll), terkadang menimbulkan masalah kebersihan/ sampah, dll.

Sampai tahun 2006 jumlah PKL di Solo sekitar 5.817 orang yang tersebar di berbagai tempat di 5 kecamatan di kota Solo. Sejak terpilih tahun 2005, duet Jokowi dan Rudi mempunyai progtram penataan PKL, dan salah satu hal cukup fenomenal adalah penataan PKL Banjarsari tahun 2006. Sebanyak 989 orang PKL berhasil di relokasi dengan cara damai, santun, hangat dan jauh dari kekerasan dan perselisihan.  Dan penataan PKL di lokasi lain menjadi agenda berikutnya.
Kompleksitas masalah yang ditimbulkan dari perkembangan PKL ini mulai terpecahkan setelah hampir 9 tahun menjadi persoalan tersendiri di kota Solo. Konsep penataan  dengan pola pendekatan partisipatif, tanpa kekerasan efektif diterapkan  dan mampu menjawab masalah penataan PKL meskipun masih menimbulkan dampak pasca penataannya.
Sekarang  setelah menjadi Gubernur  DKI  Jakarta , apakah Jokowi akan mampu melakukan hal yang sama? Sebagai ibukota negara, jumlah PKL di Jakarta tentunya  berlipat-lipat  jika dibandingkan dengan jumlah PKL di Solo. Menurut data Dinas Koperasi  UMKM dan Perdagangan Jakarta, tahun 2010 jumlah PKL ada 92.715 orang. Dari jumlah tersebut 11.005 orang menempati lokasi sementara, sejumlah 3.408 orang PKL  berjualan di lokasi binaan dan sisanya sebanyak 78.302 orang menempati berbagai tempat publik seperti jalur hijau, trotoar dan juga badan jalan.
Sejak di lantik, salah satu prioritas program Jokowi-Ahok adalah melakukan penataan PKL,  bahkan setidaknya ada anggaran sebesar Rp 34 M pada APBD tahun 2013 untuk program tersebut.
Barangkali saat ini belum kelihatan ‘upaya’ dari penataan PKL yang dilakukan duet Jokowi-Ahok. Butuh upaya dan strategi yang matang dan keberanian untuk memulainya.  Strategi pendekatan dengan  ketemu dan berbincang langsung sampai menyepakati solusi antar keduabelah pihak (pemkot dan PKL) seperti yg dilakukan di Solo, barangkali akan susah dilakukan mengingat jumlah PKL di Jakarta yg  sangat besar. Sekali lagi butuh strategi yang matang dan keberanian. Kita belum mampu menilai apakah Jokowi mampu atau tidak. Tetapi mengingat sedemikian besarnya jumlah  PKL di Jakarta, tentunya bukan hal yang mudah semudah di Solo. Tetapi satu hal yang saya nyakin adalah, semangat dan pendekatan nguwongke wong ‘ (memanusiakan manusia) yang dijadikan dasar Jokowi selama di Solo , setidaknya menjadi bekal utama nya.**