Kamis, 27 Oktober 2016

Dokumen TPF Munir : Hilang, Menghilang atau Dihilangkan?

Kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib atau Munir (M) kembali bergaung setelah lama meredup. M meninggal akibat racun arsenik saat melakukan perjalanan untuk melanjutkan studi ke Amsterdam, Belanda.

Bulan Oktober 2016 ini, tepat sudah 12 tahun tokoh HAM asal Malang, Jawa Timur tersebut meninggal. Meskipun sudah ada dua orang yang menerima hukuman  atas meninggalnya  M yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto yang  berprofesi sebagi pilot Garuda Indonesia dan
Direktur Utama Garuda Indra Setiawan, tetapi sesungguhnya belum ada titik terang atas pembunuhan M.

Bertahun –tahun yang lalu banyak pihak yang menuntut penuntasan kasus pembunuhan M tersebut karena masih menyisakan mendung kelabu yang belum ada titik terang.  Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  selama 10 tahun pun belum mampu menuntaskan masalah pembunuhan M tersebut dan justru menyisakan tanya besar dan menumpahkan PR tersebut kepada Presiden  Joko Widodo (Jokowi).Jokowi mau tidak mau yang harus menuntaskan kasus tersebut. 

Tetapi sayangnya, dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan  M tersebut  katanya hilang. Aneh tapi nyata, aneh tetapi kok bisa terjadi. Bagaimana mungkin dokumen penting Negara bisa hilang? Ops…benarkah hilang pak SBY?
Tidak bisa disalahkan jika sorotan publik  tertuju kepada  pak SBY, karena dokumen TPF  sejumlah 7 bendel tersebut  konon sudah diterima oleh SBY. 

Sebagai warga awam yang tidak terlalu paham dengan seluk beluk administrasi Negara, saya rasa tidak masuk akal jika dokumen penting  kasus pembunuhan M yang menjadi pembicaraan nasional bahkan internasional tersebut sampai  hilang.  Kasus HAM tersebut terus di sorot publik dan di desak untuk diselesaikan. Semudah itukah hilang?

Saya rasa semua dokumen Negara pastinya di simpan dengan sangat baik dan terawat dengan baik sehingga bisa bertahan lama, tidak rusak dan tentu saja tidak hilang.
Memang masuk akal jika seorang Presiden tidak  menyimpan dokumennya sendiri , tetapi tentunya kalau dokumen yang berkaitan dengan Negara akan disimpan oleh  Kemensesneg. Jadi logikanya semua dokumen akan tersimpan rapi dan aman di Kemensesneg.


Nah, kalau dikabarkan hilang, ini tidak masuk akal. Toh, sependek ingatan saya, sejak 12 tahun yang lalu tidak ada peristiwa  yang memungkinkan dokumen raib, seperti kebakaran, kebanjiran, kecurian, kerampokan di Kemensesneg.
Hilangnya dokumen TPF bisa jadi hanya akal-akalan saja, artinya dokumen tersebut tidak hilang tetapi segaja di hilangkan. Dengan maksud sbb:

Pertama, menyandera pemerintah Jokowi. Penuntasan kasus pembunuhan M akan terkatung-katung karena dokumen penting yang dibutuhkan tidak ditemukan. Bila copyan dokumen itu juga tidak ada, pemrintahan Jokowi akan membutuhkan waktu lama untuk merunut kembali atau menyusun TPF baru kasus M . Tentunya  jika pilihan terakhir akan membutuhkan waktu lama dan panjang. 

Kedua, lamanya proses penuntasan kasus M  (pada pemerintahan  Jokowi) akan memudahkan tudingan Jokowi tidak mampu menuntaskan kasus HAM  yang ia janjikan pada saat kampanye Pilres  tahun 2014 lalu

Ketiga, jika kasus pembunuhan M terungkap, bisa jadi menyeret orang-orang tertentu dan bisa menyeret pihak-pihak lain yang selama ini belum  tersentuh. Seperti diketahui , dalang pembunuhan M belum terungkap dan  gelap.

Barangkali masih banyak alasan lain yang  belum saya ungkapkan, tetapi yang jelas, pak SBY  sebagai pihak yang tengah di sorot, kita harapkan mau menjelaskan dengan gamblang dan jujur. Semoga, kita tunggu saja **
_Solo, 25 Oktober 2016_


                                              
pejuang Hak Asasi Manusia, Munir (M), menjadi salah satu indikator bahwa penyelesaian tuntas kasus itu masih jauh dari titik terang. Padahal penuntasan tsb bisa menjadi bukti yg sangat ampuh bagi Presiden Jokowi (PJ) untuk: 1) menunjukkan komitmen dan keseriusan beliau menyelesaikan persoalan HAM di negeri ini sebagaimana janji kampanye beliau pada 2014, dan 2) membedakan pemerintahan beliau dengan yang sebelumnya yang terkesan ogah-ogahan dan enggan menyelesaikan kasus Munir.
Sebelum persoalan menjadi rumit, alot, dan "mbulet", saya kira para pihak yang terkait mesti duduk bersama dan menyelesaikan tugas pertama: yaitu menemukan dokumen TPF tsb. Saya tidak yakin bahwa dokumen yg konon berjumlah 7 bundel itu bisa "menghilang", atau bahkan "hilang." Saya agak yakin bahwa dokumen itu sedang dicoba untuk "dihilangkan" atau minimum dicoba "ditilep" dan "disembunyikan" oleh pihak-pihak yang gerah jika hasil TPW Munir ini muncul di ruang publik.
Tak mungkin dokumen itu menghilang, karena ia tidak punya nyawa dan tidak mampu bergerak sendiri. Dokumen itu tidak mungkin hilang, karena beberap pihak memilikinya secara bersama, setidaknya foto copynya kalau bukan aslinya. Sebab TPF terdiri dari berbagai komponen yg mewakili Pemerintah, masyarakat sipil, para pakar, dan juga para penegak hukum. Tetapi kalau dicoba dihilangkan, saya percaya sebab jika hasil TPF ini muncul ke ruang publik, akan banyak ramifikasi hukum, legal, dan etis bagai sementar individu dan/atau kelompok serta organisasi sosial maupun politik.
Kini fokus ontran-2 tertuju kepada Presiden Ri ke 6, Susilo Bambang Yudiyono (SBY), karena pihaknyalah yg dianggap paling tahu dan bertanggungjawab atas keberadaan laporan TPF. Kalau bukan probadi beliau, tentu anak buahnya di kantor Sekretariat Negara atau didi tempat lain yang memiliki akses thd dokumen tsb. Pak SBY saya yakin akan memberikan penjelasan yg kini sedang ditunggu-2 oleh banyak pihak: Pemerintah, keluarga Munir, anggota TPF, para pembela HAM, dan publik Indonesia umumnya. Saya tidak akan mendahului dg menilai Pak SBY, tetapi akan mengomentari setelah beliau mengumumkan ke publik ttg bagaimana pandangan beliau. (http://nasional.kompas.com/…/polemik.dokumen.laporan.tpf.mu…)
Untuk sementara, saya termasuk sepaham dengan kalangan pembela kasus Munir dan para aktivis HAM bahwa semakin lama dokumen TPF itu tertunda diketahui publik, maka akan semakin buruk citra Pemerintah dan PJ dimata publik Indonesia dan internasional. Pemerintah bisa saja berkilah dengan berbagai dalih (dan bisa jadi ada benarnya), tetapi citra bahwa telah terjadi mismanagemen dalam sistem arsip dokumen milik negara tetap sulit dihilangkan. Dan ini tentu akan dijadikan sebagai peluru oleh pihak-2 yang berseberangan dg PJ utk menyerang kredibilitas beliau.
Walhasil, Pak Jokowi jangan beri kepuasan kepada para detraktor Bapak dengan membiarkan dokumen ini raib terlalu lama.**
Sumber : facebook Muhammad AS Hikam

Dokumen TPF Raib, Kok Demokrat Meradang?
REDAKSIINDONESIA-Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku dua minggu belakangan mengumpulkan mantan menteri atau pejabat yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), untuk membahas keberadaan dokumen hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kematian aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib. Dipanggilnya para mantan menteri dan pejabat KIB, untuk memperjelas keberadaan temuan TPF atas kematian Munir yang menurutnya sudah bergeser ke nuansa politik.
"Kami buka kembali semua dokumen, catatan & ingatan kami-apa yang dilakukan pemerintah dalam penegakan hukum kasus Munir. Yang ingin kami konstruksikan bukan hanya tindak lanjut temuan TPF Munir, tetapi apa saja yang telah dilakukan pemerintah sejak Nov 2004," kata SBY dalam akun twitter @SBYudhoyono, Jakarta, Minggu (23/10).
SBY meminta agar masyarakat mengingat bahwa kasus kematian Munir dalam penerbangan menggunakan pesawat Garuda yang tengah menuju Amsterdam 7 September 2004, dirinya belum menjabat sebagai presiden atau lebih tepatnya calon dalam Pilpres 2004. Barulah setelah tiga minggu menjadi presiden, dirinya ditemui Suciwati, isrti Munir.
SBY melanjutkan, kurang dari seminggu setelah pertemuan itu, TPF Munir belum dibentuk dan pihaknya memberangkatkan Tim Penyidik Polri ke Belanda. Namun SBY belum bersedia mengungkap secara gamblang mengenai temuan TPF Munir saat ini dan berjanji akan segera menyampaikan penjelasan soal TPF Munir dalam waktu dekat.
"Saya ingin publik tahu duduk persoalan yang benar. Saya memilih menahan diri & tak reaktif dalam tanggapi berbagai tudingan. Ini masalah yang penting & sensitif. Juga soal kebenaran & keadilan," @SBYudhoyono.
Pemerintah saat ini mengaku tak pernah menerima hasil temuan TPF Munir ke publik sehingga kesulitan membuka ke publik. Menurut Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Alexander Lay, Kemensesneg tidak bisa mengumumkan isi dokumen hasil investigasi TFP kasus Munir karena tidak pernah menerima laporan.
Alex menjelaskan, berdasarkan keterangan dari mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dokumen investigasi TPF sudah diserahkan kepada Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono sejak tahun 2005. Namun, hingga saat ini dokumen tersebut tidak sampai ke Kemensesneg.
Waketum Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengaku heran dengan langkah pemerintah yang meributkan keberadaan dokumen asli TPF Munir. Menurut Syarief, seharusnya pemerintah fokus pada penegakan hukum kematian Munir melalui rekomendasi dari TPF dan membuat tim baru jika belum puas dengan rekomendasi TPF era Presiden SBY.
"Dari dulu sudah saya bilang kenapa kok susah cari dokumen aslinya. Yang paling penting itu tindak lanjutnya dari rekomendasi itu. Kalau memang juga belum puas dengan tindak lanjut pemerintah SBY, silakan bikin TPF baru," kata Syarief di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/10).
Syarief mengatakan, pemerintah hanya perlu meminta kepada mantan anggota tim TPF era SBY apabila masih 'ngotot' ingin dokumen hasil investigasi TPF tanpa perlu mendorong agar SBY mengungkapkannya langsung ke publik.
Sebab dia meyakini jika ketumnya di Demokrat itu tak memiliki dokumen asli investigasi pembunuhan Munir. Sepengetahuan Syarief, saat masih menjabat Presiden, SBY telah menyampaikan dokumen tersebut kepada penegak hukum.
"Saya tidak tahu katanya diserahkan ke pemerintah, waktu itu yang buat TPF pak SBY diserahkan ke pemerintah, ya waktu itu pemerintah SBY. Mungkin karena proses administrasi surat menyurat mungkin di setneg atau seskab. Cari saja di sana, gampang itu," ujar dia.
Syarief juga mempersilakan Jaksa Agung M Prasetyo menemui SBY untuk mengonfirmasi keberadaan dokumen investigasi TPF. Namun, dia meminta pertemuan itu bukan dalam arti memanggil dan menuntut SBY terkait dokumen tersebut.
"Kalau mau ketemu silakan saja tapi bukan dalam arti kata panggil. Intinya, kalau tidak puas, karena itu kejadiannya di era Megawati bukan era Pak SBY, Pak SBY kan yang punya inisiatif buat TPF," tandasnya.
Hal senada dikatakan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto. Agus yakin dokumen hasil rekomendasi TPF tidak hilang. Dia pun membantah tudingan bahwa dokumen itu dipegang SBY. Selain itu, Agus memastikan SBY tidak mungkin menghilangkan dokumen berisi fakta pembunuhan Munir itu.
"Kemarin ada yang menanyakan dan pemerintah hari ini menyatakan katanya datanya tidak ditemukan dan sebagainya, Kami yakin pasti ada datanya, kami yakini Kalau Pak SBY itu selalu teratur dan terukur," kata Agus di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/10).
Agus meminta semua pihak menunggu pernyataan resmi yang dikeluarkan SBY dalam 2 hingga 3 hari ke depan seperti yang dijanjikan dalam akun twitter pribadinya. "Nanti secara resmi Pak SBY akan menyampaikan tentunya melalui kementerian yang terkait pada waktu itu," tandasnya.(merdeka.com) **
                                                                        




Surat Al Maidah, dan Politisasi Kasus Ahok

Masalah Ahok dan Sura Al-Maidah:51 terus bergulir. Dari hari ke hari tidak semakin 'dingin' tetapi justru semakin panas setelah terus di polemikkan oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan ada pihak  yang seolah memanfaatkan keadaan dengan mencoba mengkaitkan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satunya dari Partai Keadilan Sosial (PKS).
Sebagaiman yang disampiakan oleh Ketua Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP PKS
Almuzzammil Yusuf (AY).  Politisi PKS tersebut  menilai  Jokowi melakukan pembiaran dengan bersikap diam  terhadap Ahok dan Surat Al Maidah :51.    Secara garis besar, Jokowi  dituding melindungi arogansi dan perbuatan  Ahok  melakukan penistaan  terhadap ayat suci Al Quran Surat Al –Maidah:51.
 Mereka terus menutup mata, seolah-olah Polri segaja mendiamkan dan tidak akan memproses kasus Ahok karena Jokowi ada di pihak Ahok.
 
Jelas tudingan tidak mendasar karena  sampai sekarang Polri  tidak tinggal diam, dan proses tersebut terus berjalan.  Laporan tentang penistaan agama terus di proses dan saat ini dalam proses didalami oleh Bareskrim.
Bahkan hari ini Senin (24/10/2016) Ahok  berinisiatif   sendiri datang ke Bareskrim Polri  dengan tujuan  klarifikasi terkait kasus dugaan penistaan agama atas inisiatifnya. 

Bisa dipahami pihak-pihak yang berseberangan dengan Ahok lewat suara parpol pendukungnya akan terus bersuara lantang agar kasus Ahok terus di proses.  Dan muaranya mereka berharap Ahok akan di vonis bersalah. 

 Roadmapnya sudah bisa di baca jelas.  Pertama dengan memanfaatkan  aksi massa yang digalang FPI beberapa waktu lalu , untuk memperbesar  upaya mereka akan terus bicara dan menunggu proses hukum yang mereka inginkan.
Setelah terus menuntut dan mendesak Polri bersikap tegas, sekarang mereka mencoba mempolitisasi  dengan mengoyang Jokowi. Semua itu jelas sekali tujuannya, ingin mengiring masalah Ahok  tersebut menjadi isu nasional. 


Mereka berharap Jokowi akan tergiring  untuk ikut  memberikan statement masalah Ahok-Al Maidah:51 tersebut.   Skenario yang di rencanakan, memukul satu lalat, dua lalat mati. Ahok akan dipukul dengan masalah Al Maidah:51 tersebut dan diharapkan tidak akan terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017. Di saat yang sama anggapan Jokowi melakukan  ‘pembiaran’ penistaan agama  akan di angkat menjadi isu nasional dan menjadi nilai minus untuk kepemimpinan Jokowi.

Saya rasa Jokowi tidak akan terpancing untuk ikut menanggapi masalah Ahok tersebut. Jokowi akan  mendukung Polri  bekerja menuntaskan laporan penistaan agama tersebut sehingga proses hukum  berjalan dengan adil dan  transparan.**

_Solo, 24 Oktober 2016_

Selasa, 18 Oktober 2016

Regulasi Tentang Desa

Apa saja regulasi yang berkaitan dengan Desa???
Regulasi yang terkait dengan Desa adalah sbb:
Undang-Undang
UU No 6 tahun 2014 tentang Desa


Peraturan Pemerintah (PP)
PP 43 Tahun 2014 diubah  menjadi  PP 47 Tahun 2015
PP 60 Tahun 2014 diubah menjadi  PP 22 Tahun 2015, diubah menjadi PP 8/2016 tentang DD dari APBN

Peraturan Menteri Kemendagri
Permendagri 111/2014 ttg Peraturan Desa
Permendagri 112/2014 ttg Pemilihan Kepala Desa
Permendagri 113/2014 ttg Pengelolaan Keuangan Desa
Permedagri 114/2014 tentang Pembangunan Desa
Permendagri 82/2015 ttg Pengangkatan dan pemberhentian Kades
Permendagri 83/2015 ttg  Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa
Permendagri 1/2016 ttg Pengelolaan Aset Desa



Peraturan Menteri Kemedesa & PDT&
Permendes 1/2015 ttg Kewenangan Desa
Permendes 2/2015 ttg Musyawarah Desa
Perendes 3/2015 ttg Pendampingan Desa
Permendes NOMOR 4 TAHUN 2015 ttg Pendirian, Pengurusan,  dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa
Permendes NOMOR 5 TAHUN 2015  ttg  PENETAPAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2015
Permendes no 21 tahun 2015 tentang Penetapan prioritas DD tahun  2016
Permendes no 8  tahun 2016 tentang  Perubahan Permendes 21 /2015 tentang Penetapan prioritas DD tahun  2016


Regulasi tentang DD
-Permendesa No. 8 Tahun 2016 ttg Perubahan Permendesa No. 21 Tahun 2015 ttg Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016

-Permenkeu No. 49/PMK.07/2016 ttg Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa

 -Permendesa No. 21 Tahun 2015 ttg Penetapan Prioritas Pengganaan Dana Desa Tahun 2016
-   PMK No. 122 Tahun 2015 ttg Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak
 -Permenkeu No.133/PMK.02/2014 ttg Standart Biaya Keluaran TA 2015  
- Permenkeu No. 93 Tahun 2015 ttg Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa
   - Rincian Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa Pada APBN-P 2015
-    Permenkeu No. 263 Tahun 2014 ttg Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
-    Permenkeu No. 53 Tahun 2014 ttg Standar Biaya Masukan TA 2015
  -  Permendesa No. 5 Tahun 2015 ttg Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015
 -   Permendagri No.113 Tahun 2014 ttg Pengelolaan Keuangan Desa
-    Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 250/PMK.07/2014 ttg Pengalokasian Transfer ke Daerah dan Dana DesaTransfer Dana Desa Tahun 2015
    -Peraturan Menteri keuangan (PMK) No. 241/PMK.07/2014 ttg Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dan Dana Desa
    -Perka LKPP No. 13 Tahun 2013 ttg Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa
  -  Permenkeu No. 162 Tahun 2012 ttg Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak


Perka LKPP  no 13 tahun 2013 tentang Pedoman  tatacara pengadaan  barang dan jasa di desa
Perka  LKPP no 22 tahun 2015 tentang perubahan atas perka 13/2013


UU Desa, Tujuan dan Isinya

UU No 6 tahun 2014 tentang Desa yang disyahkan sejak 18 Desember 2013 lalu menegaskan komitmen negara, komitmen politik bahwa negara mengakui, memberikan penghormatan, melindungi, memberdayakan desa. Negara  serius mendorong dan mengupayakan agar desa menjadi desa yang mandiri, kuat, berdaya dan menjadi sejahtera.

Secara umum tujuan UU Desa adalah sbb:

MEMBERIKAN PENGAKUAN DAN PENGHORMATAN ATAS DESA YANG ADA DENGAN KEBERAGAMANYA
MEMBERIKAN KEJELASAN STATUS  DAN KEPASTIAN HUKUM ATAS DESA
MELESTARIKAN DAN MEMAJUKAN ADAT, TRADISI DAN BUDAYA MASYARAKAT
MENDORONG  PRAKARSA, GERAKAN DAN PARTISIPASI  MASY
MEMBENTUK PEMERINTAHAN DESA YANG PROFESIONAL, EFISIEN DAN EFEKTIF, TERBUKA, BERTANGGUNGJAWAB
MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK GUNA PERWUJUDAN KESEJAHTERAAN UMUM
MENINGKATKAN KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
MEMAJUKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DESA
MEMPERKUAT MASY. DESA SEBAGAI SUBYEK PEMBANGUNAN



Gambaran umum isi:
Kedudukan dan Jenis Desa,
Penataan Desa,
Kewenangan Desa,
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa,
Peraturan Desa, 
Keuangan dan Aset Desa,
Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Desa, 
Badan Usaha Milik Desa,Kerjasama Desa
Lembaga kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, 
Pembinaan dan pengawasan

Mudahnya Ikuti Sidang Tilang Kendaraan Bermotor

Apakah  anda  pernah mempunyai pengalaman di tilang? ikut sidang tilang karena pelanggaran lalu lintas?
Saya rasa banyak yang mempunyai pengalaman kena tilang atau paling tidak berurusan dengan tilang atau terkena razia mobil atau motor.
Bagi yang  berkendara sudah membawa  kelengkapan  berkendara seperti kelengkapan fisik kendataan : lampu reting berfungsi normal, spion lengkap, plat nomor standar, dll ataupun membawa surat-surat seperti Surat  Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Ijin Mengemudi (SIM), tentu tenang saja. Ibaratnya mau terkena razia sehari tiga kali tidak mengapa. Toh semua kelengkapan berkendara yang dibutuhkan sudah ada .
Tetapi bagi yang tidak mempunyai kelengkapan seperti STNK dan SIM tentu saja merasa khawatir dan tidak pernah merasa tenang dan nyaman saat berkendara.  Khawatir kena razia di jalan.

suasana sidang tilang
Saya sendiri juga pernah kena tilang, tapi itu sudah bertahun-tahun yang lalu , saat masih  berstatus mahasiswa dan belum mempunyai SIM . Tetapi saat itu saya tidak mengurus sendiri pengambilan STNK karena sudah di uruskan teman, dengan mengambil jalan belakang, menemui petugas polisi dan mengambil STNK tersebut. Jadi sama sekali tidak melalui jalur formal dengan sidang di Pengadilan Negeri (PN). Maaf , pengalaman saya tersebut JANGAN DI TIRU! Sekali lagi JANGAN DI TIRU ! terutama bagi adik-adik, anak-anak remaja. Bener ya, JANGAN DI TIRU! Sungguh itu bukan sikap yang benar.

Jangan Minta Damai, Mintalah Surat Tilang
Saya dan suami sebenarnya tidak mendukung jika anak di bawah umur (belum mempunyai SIM) sudah berkendara di jalan umum. Salah satu alasan kami karena tidak akan tenang saat berkendara karena khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Kalau soal ketrampilan mengendari kendaraan bermotor sih sudah lumayan dipercaya. Tetapi karena sebuah alasan, sekolah anak-anak jauh sekitar 15 km, tidak ada transportasi umum yang  memudahakan menuju ke sekolah mereka (ada tetapi harus berganti minimal 2x dan kalau pagi bis yang lewat lama), terpaksa kami mengijinkan anak-anak sekolah mengunakan motor. Itupun setelah anak-anak kelas 2 SMA, meskipun baru 16 tahun  dan tentu saja belum mempunyai SIM.
Meskipun membawa motor sendiri (berboncengan dengan adiknya yang kelas 1 SMA), tetapi anak-anak sudah kami kenalkan route yang jarang bahkan tidak ada razia. Dan anak-anak harus berangkat dari rumah maximal jam 6 pagi karena jalan masih sepi. Pesan yang tak kalah penting, jika terpaksa ada razia motor, kami menekankan untuk tidak menghindari dengan mengebut atau nekad mencari jalan lain dengan tergesa-gesa. Kalau memang terkena razia, ya berikan saja STNK-nya, dan mintalah surat tilang.

Singkat cerita, suatu hari saat anak mau berangkat eskul renang, tanpa segaja terkena razia motor. Seperti yang kami pesankan, anak saya menyerahkan STNK motor dan mendapatkan surat tilang.  Di saat yang bersamaan, teman anak saya juga terkena razia tetapi karena tidak pernah dipesan orangtuanya, ia justru minta damai dan deal dengan polisi , ia membayar Rp 100 ribu.

Sidang Tilang Tak Lebih dari 2 Menit
Di Solo,  Pengadilan  Negeri (PN)  Solo yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi Solo, tepatnya di Sriwedari.  Sangat mudah mencari PN Solo, karena terletak di jalan utama kota Solo.
Kebetulan saya beberapa kali lewat di PN dan di hari-hari tertentu terutama Jumat sangat ramai dan padat pengunjung. Kebetulan jadwal sidang anak saya hari Jumat (14/10/2016) lalu, dijadwalkan jam 09.00.  Karena tertulis, sidang boleh di wakilkan , maka Hari jumat itu, saya sendiri yang berangkat sidang . Jam 08.30 saya sudah sampai di PN yang  sudah sangat ramai. 
Saya sebenarnya belum pernah masuk ke PN apalagi ke ruang sidang, sehingga di awal-awal sempat deg-degan. Belum ada gambaran menghadapi hakim. Tetapi saya nyakinkan untuk menghadapi sidang tilang, itung-itung buat pengalaman pribadi.

Oiya, jangan terkejut jika sebelum masuk ke ruang pengadilan, ada yang menawarkan diri untuk mengurus sidangnya. Tentu saja bukan pengawai PN tetapi orang umum.  Ya , katakana ia  adalah calo. Biasanya calo akan memberikan tawarkan  dengan alasan klasik,” nanti kalau sidang sendiri nunggunya lama, saya uruskan saja.”
Jika ada yang menawarkan diri untuk  mengurus sidang tilang , jangan sekali-kali diiyakan. Tetapi terus berjalan saja  meskipun  terus di rayu untuk dibantu sidang.
Saya sendiri  menolak ‘bantuan’ calo sidang dengan mengatakan ingin tahu proses sidangnya seperti apa  setelah berkali-kali di bujuk . Saat tahu ingin mengetahui proses sidang sebagai bahan tulisan, calo yang menawarkan bantuan terlihat segan dan tidak lagi berucap sepatah katapun.

Saat saya menuju ke depan ruang sidang, sudah ada seratus limapuluhan orang yang mengantri. Dengan ramah seorang petugas PN memberitahukan agar saya mengumpulkan surat tilang kepada seorang petugas. Saya serahkan surat tilang kemudian di ganti dengan nomor antrian. Kemudian saya di minta untuk  menunggu di depan ruang sidang untuk dipanggil bersidang.

Meskipun banyak antrian, tetapi pelayanan cepat sekali. Saya dan lima orang dipanggil masuk ruang sidang. Kemudian satu persatu , kami dipanggil oleh hakim .

Hakim memastikan nama anak saya, “ bla..bla..bla.. (nama anak saya yang tertulis di surat tilang) ? “
Saya jawab, “ Iya,”
“Anda melanggar pasal 281 (tidak punya SIM) , sehingga terkena dendan Rp 60.000 dan biaya perkara Rp 1.000. Silahkan membayar adminstrasi di loket sebelah.”
Tok ! hakim mengetuk palu .
“Ya,” jawab saya.
Sidang berlangsung tak lebih dari 2 menit dan saya sudah mendapatkan keputusan pelanggaran yang diharuskan membayar Rp 61.000.
Kemudian saya menunggu di ruang pembayaran denda. Saat itu ada dua petugas yang memanggil sehingga proses membayar lebih cepat. Proses inipun sangat cepat, tidak sampai menunggu 10 menit, padahal no antrian saya 97.

Pengalaman proses sidang tilang yang super cepat ini, tentu saja melegakan masyarakat  awam seperti saya yang belum pernah menginjakkan kaki di ruang sidang PN.  Saya menjadi tidak takut lagi masuk ke PN dan merasakan kenyamanan karena ruang sidang dan hakim ternyata tidak menakutkan.  Yang jelas, jika terpaksa kena tilang, jangan pernah mengajak damai dengan memberikan uang damai di tempat. Tetaplah minta surat tilang dan jalankan sidang tilang karena prosesnya mudah, cepat dan lebih murah serta uang tilang dipastikan masuk ke kas Negara.  

Terakhir, pesan saya, JANGAN DI TIRU pengalaman saya  yang tidak baik ya. Sekali lagi JANGAN DI TIRU !

_Solo, 18 Oktober 2016_

Jumat, 23 September 2016

Agus Yudhoyono Korban Ambisi Politik Dinasti SBY

Ganteng, gagah, enak dipandang mata, bikin hati plas-plasan para perempuna, bikin dag daig dug para jomblowati dan bikin ngiri para lelaki jomblo. Bikin para ibu yang mempunyai anak perempuan pingin menjadikan menantu.
Kegantengannya bertambah manakala melihatknya mengenakan pakaian dinas, pokoknya  bikin kemecer.


Hanya sayangnya, ia bukan jomblo lagi, sudah mempunyai istri  cuatik dan mempunyai anak perempuan yang tak kalah cantinya dengan mamanya.

Agus Harimurti Yudhoyono, putra sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono , mendadak moncer dalam semalam,manakala ia di pilih untuk berlaga pada Pilgub DKI Jakarta 2017 melawan petahana Ahok-Djarot.
Suami dari Anisa Pohan ini bakal maju pada PIlgub DKI Jakarta 2017 berpasangan dengan Sylvian Murni,  Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Kebudayaan dan Pariwisata yang kenyang pengalaman di birokrat , akademisi,  dan  organisasi.

Langkah Partai Demokrat untuk mengajukan pasangan Agus- Sylviana  Murni ini mengejutkan, karena kedua nama tersebut dianggap kurang dikenal, kurang melambung dan tentunya kurang sepadan dengan  beberapa kandidat yang sejak awal digembar-gemborkan untuk menantang Ahok.
 Agus-Sylviana Murni  diusung oleh empat partai politik yaitu Partai Demokrat (PD), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Agus Korban Ambisi  Politik SBY

Agus Harimurti (AH)  selama ini tidak terdengar di dunia hingar bingar politik. Bahkan  bapaknya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  saat menjabat presiden-pun, ia asyik dan tetap teguh untuk  terjun di dunia politik. AH memilih pada pilihannya sejak dulu yang di impinan kakeknya, ayah Ibu Ani yaitu Sarwo Edi dan cita-cita  SBY, bapaknya,  untuk tetap  mengabdi kepada bangsa dan Negara  di militer.
Tetapi, saat ini ia bersedia dicalonkan menjadi penantang Ahok-Djarot.  Sangat menarik dan mengejutkan. Seorang AH yang selama ini lebih memilih menjadi anggota militer berganti haluan ke politik. 

Dugaan saya, bapaknya, pak SBY-lah yang telah memaksanya, memberikan pilihan yang sulit kepada AH yang pada akhirnya AH mau mengorbankan karier militernya.
Ambisi SBY amatlah tinggi , ingin ada yang meneruskan dinasti politiknya, meneruskan menjadi orang nomor satu di negeri ini. Ia tidak bisa berharap dari putra bungsunya, Ibas, juga tidak bisa berharap dengan istrinya Bu Ani. Harapan dan cita-citanya agar keluarganya tetap menjadi perbincangan, menjadi orang penting, kalau bisa orang nomor satu di negeri ini kandas. 

Memajukan Bu Ani, tentunya menurunkan pamor dan derajatnya, karena Bu Ani di proyeksikan untuk maju menjadi RI-1. Sementara Ibas, jelas tidak masuk hitungan. Si anak bungsu yang manja tersebut sudah untung ‘selamat’ dari dugaan kasus yang membelit para petinggi PD yang masuk bui. Ibas cukup di simpan di DPR RI saja, tak mungkin menjejaki karier di tempat lain lagi.

Agus, Bagai Makan Buah Simalakala
AH selama ini cukup konsisten pada pilihannya di luar jalur politik. Terbukti ia tidak pernah masuk ke dunia politik meskipun bapaknya kala itu seorang presiden.
Menurut saya, tidak mudah bagi AH untuk tetap konsisten pada pilihannya , karena godaan besar pasti ada saat  bapaknya menjabat orang pertama di negeri ini. Jika saja AH mau berpolitik, ia dengan mudah bisa melakukannya. Dengan dukungan bapaknya yang presiden, AH bisa saja menduduki kursi petinggi parpol atau menjadi  kepala daerah. 

Tetapi itu tidak dilakukannya.  Itu membuktikan AH serius menekuni karir militernya. Ia bercita-cita mencapai karir tinggi di militer paling tidak sampai menyandang jenderal bintang empat dipundaknya.
Namun, ia terpaksa menyerah dengan ambisi keluargnya, bapak dan ibunya ayang ingin meneruskan dinasti politik di negeri ini. 

AH bagaikan makan buah simalakama, ia bersikeras menolak keinginan bapaknya tetapi ia juga tidak mau dianggap  menjadi anak durhaka.
Maka tak ada jalan lain selain mengiyakan  perintah bapaknya untuk maju pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Padahal AH sendiri setengah hati dan tidak rela melepas karier  di militer yang dibangunnya sejak  usianya masih sangat muda.

AH menjadi korban ambisi politik orangtuanya yang kejam dan tidak mau menghargai pilihan anaknya sendiri.  AH akan semakin terpuruk karena sudah resign dari militer dan tidak terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta. DUhhhhhh…..kejamnya pak BY. **

_Solo, 23 September 2016_