Tidak
ada seorangpun terutama bagi seorang ibu yang menginginkan anaknya 'hilang'
atau harus melakukan proses kuret. Barangkali suamipun/bapak juga
tidak mudah setuju dengan proses kehilangan calon buah hatinya.
Menurut bahasa medis Kuret atau kuretase merupakan tindakan medis untuk
mengeluarkan jaringan atau sisa jaringan dari dalam rahim dengan fungsi
diagnostik atau terapetik. Jaringan bisa berupa janin yang mengalami abortus,
endometriosis, atau sisa plasenta yang tertinggal seusai persalinan. Kuret
perlu dilakukan supaya rahim bersih dari jaringan yang tidak semestinya berada
bahkan tumbuh di dalamnya. Jika tidak dibersihkan, akan memunculkan gangguan
seperti nyeri dan perdarahan.
Arti
lain dari Kuretase adalah tindakan untuk melepaskan jaringan yang melekat pada
dinding rahim (kavum uteri), dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen
berupa sendok kuret ke dalam dinding rahim. Sendok kuret akan melepaskan
jaringan tersebut dengan teknik pengerokan secara sistematik.
Tindakan
kuret merupakan pilihan pahit, menyakitkan dan tak mudah di hilangkan dari
ingatan, bahkan selalu saja menghantui. Kuret biasanya terpaksa dilakukan
karena berbagai alasan, seperti karena kecelakaan, janin tidak berkembang ,
akibat tindakan abortus, dll. Tetapi terkadang tak ada pilihan lain yang lebih
baik lagi.
Dua
tahun yang lalu yaitu tahun 2011, saya
pernah mengalami sendiri harus di kuret karena janin yang saya kandung tidak
berkembang dengan baik sebagaimana mestinya. Untungnya (masih sedikit beruntung
meskipun sedih kehilangan) janin yang saya kandung calon anak ke -4 saya.
Memang, sebenarnya si calon buah hati kami tidak kami rencanakan, artinya kami
tidak berencana mempunyai anak lagi pada saat itu.
Saat janin saya berusia menginjak 7 minggu, saya baru mengetahui kalau saya sedang hamil. Saya tidak terlalu perhatian mengalami keterlambatan bulan karena siklus mentruasi saya memang tidak selalu teratur. Kebetulan pada waktu itu, kami juga mengunakan kontrasepsi kondom, sehingga tidak pernah kepikiran kalau akan hamil lagi.
Saat janin saya berusia menginjak 7 minggu, saya baru mengetahui kalau saya sedang hamil. Saya tidak terlalu perhatian mengalami keterlambatan bulan karena siklus mentruasi saya memang tidak selalu teratur. Kebetulan pada waktu itu, kami juga mengunakan kontrasepsi kondom, sehingga tidak pernah kepikiran kalau akan hamil lagi.
Singkatnya,
iseng-iseng suatu pagi saya melakukan test pack dan ternyata hasilnya positif.
Berbekal itu saya dan suami pergi konsultasi ke dr kandungan langganan
kami, dan saat itu berdasarkan hasil pemeriksaan, saya positif hamil dan usia janin
sekitar 7 minggu. Tetapi yang membuat saya semakin kaget karena kondisi janin
yang saya kandung tidak begitu baik, dalam usia janin yang 7 minggu ternyata
janin tidak sebesar usia yang seharusnya. Dr memberi pilihan untuk melihat
dalam waktu 1 munggu untuk observasi dan kalau tidak berkembang ,opsinya janin
haraus di kuret.
Soal
informasi kehamilan sebenarnya pada saat itu, kami belum siap, karena anak
ketiga kami baru berumur setahun lebih. Kami agak trauma dengan kelahiran anak
pertama dan kedua kami yang hanya berselang 15 bulan , pada waktu itu kami
sangat kerepotan. Bahkan dalam kondisi hidup yang masih belum teratur, kami harus mengambil dua asisten rumah tangga untuk mnegasuh kedua anak kami yang masih bayi. Tak ada pilihan lain, karena kami berdua bekerja.
Tetapi mendapatkan rejeki amanah anak juga sebuah keberuntungan, sehingga 'akan' kehilangan seorang anak juga membuat kami galau.
Singkatnya, dari observasi, kami memutuskan untuk mengambil janin dan itu kemudian dilakukan oleh dr kandungan langganan kami yang juga bertugas di beberapa RS dan membuka klikin bersalin di rumahnya.
Tetapi mendapatkan rejeki amanah anak juga sebuah keberuntungan, sehingga 'akan' kehilangan seorang anak juga membuat kami galau.
Singkatnya, dari observasi, kami memutuskan untuk mengambil janin dan itu kemudian dilakukan oleh dr kandungan langganan kami yang juga bertugas di beberapa RS dan membuka klikin bersalin di rumahnya.
Proses
menunggu kuret, selain membuat perasaan tidak nyaman, galau, deg-degan juga
resah. Saya masuk ke rumah bersalin pagi sesuai jadwal kuret. Karena kuret akan
dilakukan dengan pembiusan total, maka saya diminta untuk berpuasa.
Sebelum kuret, ada obat berupa pil yang dimasukkan ke jalan lahir( maaf ) untuk melenturkan jalan lahir. Nah, yang bikin deg-degan dan kuatir karena menunggu ini lama sekali. Saya masuk, baru siangnya kondisi jalan lahir lentur dan kuret siap untuk dikerjakan. Kuret ini menurut saya layaknya sebuah proses operasi besar , karena melalui proses pembiusan total. Ada dua dokter yang menangani yaitu dr kandungan dan dr anastesi.
Setelah masuk ke ruang operasi, saya mengunakan baju operasi dan siap di meja operasi. Dokter kandungan mengajak saya berbincang untuk memberikan support dan menanyakan kesiapan mental saya, dokter anastesi memberikan sebuah suntikan.
Sesaat kemudian dr kandungan meminta saya untuk mengucapkan Allohuakbar 6 x, dan saya ingat betul baru dua kali mengucapkan Allohuakbar selanjutnya saya tidak ingat apa-apa lagi.
Saya terbangun ketika mendengar sayup-sayup suara anak kedua dan suami saya yang memanggil nama saya,” mama..mama..mama.....” Saat itu saya ingin sekali membuka mata dan mengerakkan tangan, kaki, badan saya. Tetapi ternyata saya sama sekali tidak mampu untuk melakukan itu, meskipun hanya sekedar mengerakkan jari. Meski dengan sekuat tenaga, saya tak mampu melakukannya. Saya hanya mampu bicara dengan lemah,”Pa, apakah sudah selasai kuretnya?’
Sebelum kuret, ada obat berupa pil yang dimasukkan ke jalan lahir( maaf ) untuk melenturkan jalan lahir. Nah, yang bikin deg-degan dan kuatir karena menunggu ini lama sekali. Saya masuk, baru siangnya kondisi jalan lahir lentur dan kuret siap untuk dikerjakan. Kuret ini menurut saya layaknya sebuah proses operasi besar , karena melalui proses pembiusan total. Ada dua dokter yang menangani yaitu dr kandungan dan dr anastesi.
Setelah masuk ke ruang operasi, saya mengunakan baju operasi dan siap di meja operasi. Dokter kandungan mengajak saya berbincang untuk memberikan support dan menanyakan kesiapan mental saya, dokter anastesi memberikan sebuah suntikan.
Sesaat kemudian dr kandungan meminta saya untuk mengucapkan Allohuakbar 6 x, dan saya ingat betul baru dua kali mengucapkan Allohuakbar selanjutnya saya tidak ingat apa-apa lagi.
Saya terbangun ketika mendengar sayup-sayup suara anak kedua dan suami saya yang memanggil nama saya,” mama..mama..mama.....” Saat itu saya ingin sekali membuka mata dan mengerakkan tangan, kaki, badan saya. Tetapi ternyata saya sama sekali tidak mampu untuk melakukan itu, meskipun hanya sekedar mengerakkan jari. Meski dengan sekuat tenaga, saya tak mampu melakukannya. Saya hanya mampu bicara dengan lemah,”Pa, apakah sudah selasai kuretnya?’
“Sudah
ma,” jawab suami saya
“Aduh
mama lemas sekali, mau membuka mata tidak bisa,”keluh saya.
“Mama
jangan membuka mata dulu nanti pusing,
pesan dokter jangan membuka mata dan jangan bergerak dulu, nanti bisa m
untah,”tambah suami
“Aduh,
lemasnya...”keluh saya lagi. Saya penasaran karena terus terang takut kalau
tiba-tiba lumpuh, karena benar-benar tidak mampu mengangkat jari . Dengan sekuat tenaga saya
membuka mata, dan memang bisa.
Saya lihat suami tersayang dan putri kami sedang duduk di samping saya. Putri kami memijat-mijat tangan saya, dan memanggil, mama ..mama...
Saya lihat suami tersayang dan putri kami sedang duduk di samping saya. Putri kami memijat-mijat tangan saya, dan memanggil, mama ..mama...
“Duh,
mama khan nggak boleh membuka mata dulu,” kata suami.
Dan
benar, tiba-tiba saya perut saya mual sekali, keinginan untuk muntah tidak bisa
saya bendung lagi, dengan cekatan suami memberikan wadah untuk muntahan setelah saya minta. Saya
benar-benar muntah dan badan terasa semakin lema, kepala pusing
berkunang-kunang. Saya mencoba memejamkan mata untuk menghilangkan rasa pusing dan kepala yang berputar-putar.
Sekitar 15 menit kemudian saya baru merasa lebih enak, dan badan mulai bisa
digerakkan. Sekitar 15 menitan kemudian saya baru merasa benar-benar sadar, dan
setelah istirahat di meja operasi , saya minta diantar ke kamar untuk proses
pemulihan.
Menurut
informasi suami saya, proses kuret berlangsung singkat sekitar 15 menit, yang
lama adalah menungu proses saya sadar kembali yaitu sekitar 1 jam. Setelah
proses pemulihan, saya sorenya minta pulang untuk istirahat di rumah saja.
Sebenranya saya bisa beriistirahat sampai besok, tetapi saya pilih pulang saja
karena merasa lebih baik dan harus di rumah bersalin. Jadi saya melakukan
proses kuret tidak sampai menginap di rumah bersalin. Di rmahpun, setelah
istirahat sebentar saya bisa beraktivitas kembali. Biaya kuret waktu itu lumayan yaitu Rp
2.250.000.
Meskipun
proses kuret berjalan lancar dan tidak ada masalah kesehatan selanjutnya,
tetapi sampai saat ini sebenarnya perasaan kehilngan ‘anak’itu masih ada,
apalagi kalau anak2 kami mengatakan kepada kami kalau pingin punya adik lagi***
4 komentar:
Bagi kebanyakan ibu hamil, keguguran adalah sebuah tragedi. Namun anda perlu melakukan kuret, namun kuret itu apa cba cek info kuret atau kuretasi hanya di tanyadok.com portal informasi layanan kesehatan
kuret menjadi hal enakutkan bagi para wanita, dan jangan sampai itu terjadi sama keluarga saya.. terima kasih informasinya
nunggu kuret lumayan lama ya.. dari jam 9 sampe jam 10.54 belum keluar juga
btw ini di rumah bersalin mana ya ? makasih mohon infonya
Posting Komentar