Minggu, 30 April 2017

Ucapan Anies Ini, Bukti Calon Gubernur Pilihan Anda Tidak Siap Bekerja dan Ketakutan

Calon gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan membuat pernyataan tentang gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat,  dapat menuntaskan pengerjaan yang berkaitan dengan persiapan Asian Games 2018 mendatang.  Anies  tidak ingin ada kendala saat perhelatan Asian Games, terutama dalam masa kepemimpinannya sebagai gubernur selanjutnya.

“Ada Asian Games, pastikan saat Asian Games tidak ada yang terlambat, harus on time. Jangan sampai nanti berikutnya muncul masalah karena sekarang (penyelesaian persiapan) tidak tepat waktu," kata Anies saat ditemui di rumahnya, Jalan Lebak Bulus Dalam, Jakarta Selatan, Jumat (28/4/2017) siang. 

 Lebih lanjut Anies mengingatkan agar persiapan untuk Asian Games jangan sampai melambat karena kuatir ia yang disalahkan saat menjabat gubernur nantinya.
 "Jangan kemudian (kinerjanya) melambat, nanti yang disalahkan gubernur berikutnya. Hanya karena sekarang (tinggal) enam bulan (lalu) slow down, melambat,"
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/04/28/16213941/anies.ingin.persiapan.asian.games.rampung.sebelum.dirinya.menjabat


Menyimak pernyataan Anies Baswedan tersebut terasa konyol dan mengelikan. Meskipun sudah banyak yang meragukan kualitas Anies mampu mengantikan Ahok, tetapi dengan penyataan konyolnya semakin membuktikan kekhawatiran banyak orang.

Kenapa Anies sebegitunya khawatir dengan pelaksanaan Asian Games? Belum juga dilantik Anies saat ini  kelihatan  sangat khawatir dan mungkin  sudah pusing tujuh keliling hanya  dengan membayangkan saja betapa banyak dan beratnya tugas dan pekerjaan seorang gubernur DKI Jakarta.

Padahal saya nyakin, tanpa diingatkan Anies, pastinya Ahok akan melakukan tugas-tugasnya sampai bukan Oktober mendatang.  Jika  misalnya sesuai dengan perencanaan bulan Oktober 2017  persiapan untuk Asian Games  sudah sekian persen, pastinya tidak diragukan lagi Ahok-Djarot akan menyelesaikan sesuai dengan target semula sekian persen tersebut. Melihat kinerja, tanggungjawab Ahok selama ini, rasanya tidak mungkin Ahok akan memperlambat persiapan Asian Games hanya karena ia tidak terpilih kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jadi untuk yang satu ini, Anies sih tidak usah meragukan komitmen Ahok-Djarot.
Menurut saya, pernyataan Anies  diatas  selain konyol juga memperlihatkan  sejumlah  kelemahan  calon Gubernur  DKI Jakarta ini.

Pertama, Anies tidak nyakin akan kemampuan dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta.  Jika Anies merasa mempunyai kapasitas sebagai seorang Gubernur, ia tidak akan kuatir seperti itu, karena nyakin mampu menyelesaikan persiapan untuk event Asian Games 2018. Jika ia  memiliki kualitas kerja yang baik tentunya mampu untuk  menyesuaikan diri  dengan jabatan yang disandangnya.  Toh ia juga pernah menjabat sebagai menteri yang pekerjaan adan tanggungjawabnya lebih berat di bandingkan tanggungjawab seorang gubernur tho. 

Kedua, Anies berjiwa pesimis dan peragu.   Belum juga dilantik ia menjadi panik dan khawatir berlebihan. Mungkin saat maju dalam Pilkada DKI Jakarta  kemarin Anies  hanya mengejar gengsi dan ambisi untuk menjadi DKI 1 tanpa mempertimbangkan, mencaritahu  tanggung jawab seorang gubernur DKI Jakarta.  Optimis seorang Anies tidak kelihatan. Ia  terlihat  begitu  pesimis mampu menyelesaikan persiapan Asian Games setelah dirinya di lantik Oktober nanti.
Coba bandingkan dengan Jokowi-Ahok waktu mengantikan Foke dengan segudang tanggung jawab  dan pekerjaan yang diterimanya dan diselesaikan tanpa mengeluh dan sangat optimis untuk merubah Jakarta menjadi lebih baik lagi. Lha ini, Anies belum-belum kok sudah pesimis gitu. Anies sih cukup enak mengantikan Ahok karena birokrasi sudah tertata, sistim sudah jadi, tinggal melanjutkan saja. Tidak usah capek-capek menata dari awal. Puenak dan peunak thok.

Ketiga, memperlihatkan seorang pemimpin yang tidak mau repot dan tidak mau capek kerja tetapi ingin mendapatkan  hasil yang memuaskan.  Seperti semboyannya OK OC  ‘Ogah Kerja Ogah Capek’ wkwkwkwkw. Anies ingin Ahok yang mempersiapkan segala sesuatunya dan nantinya ia tinggal menerima jadi saja. Kalau sampai hasilnya memuaskan ia yang menunggu pujian tetapi kalau hasilnya kurang memuaskan, maka semua itu salah Ahok. Enak bukan?



Kelima,  melihat gelagatnya ada kemungkinan Anies ini akan baperan dan naga-naganya suka curcol tentang kesulitannya menangani Jakarta. Mungkin nantinya akan curhat gimana merealisasikan janji DP rumah 0%, program plus-nya, enghadapi tagihan-tagihan dari kelompok sumbu pendek yang kemarin dapat janji  manis semanis madu.

Keenam, ketujuh  deel, silahkan ditambahkan sendiri.  Maaf , semoga tidak ada lambaian tangan atau kibaran bendera putih  setelah dilantik gubernur nantinya ya pak, hahahahahaha.

Alasan untuk Rekonsiliasi, Anies Larang Warga Buka Medsos

Versi hitung cepat sejumlah lembaga survey, Anies Baswedan-Sandiaga Uno memenangi Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.
Diakui atau tidak  salah satu faktor kemenangan tersebut berkat  strategi memanfaatkan media sosial  (media sosial). Artinya peran media sosial sangatlah besar mengantarkan kemenangan Anies. Tetapi saat ini,  setelah dinyatakan menang, Anies  Baswedan gerah dengan keberadaan medsos dan dengan entengnya  mengimbau agar warga DKI Jakarta menahan diri untuk tidak membuka media sosial selama beberapa hari agar proses rekonsiliasi usai Pilkada lekas berjalan.
"Jangan sampai ketegangan di media sosial menjadi ketegangan di luar. Enggak usah lihat timeline (lini masa) dulu deh dua hari tiga hari. Nanti juga akan tenang," kata Anies di Kota Bambu, Palmerah, Jakarta Barat (28/4/2017). https://tirto.id/anies-minta-warga-dki-tak-buka-medsos-demi-rekonsiliasi-cnEt



Seperti yang dinyatakan  mantan Mendikbud  yang tak genap bertugas 2 tahun ini, rekonsiliasi menjadi fokusnya bersama wakilnya, Sandiaga Uno setelah Pilkada DKI Jakarta. Menurut dia, rekonsiliasi itu penting untuk menyatukan kembali warga DKI Jakarta usai berpolemik keras selama Pilkada berlangsung.
Sudah menjadi rahasia umum, Pilkada DKI Jakarta telah membuat warga tercerai berai. Banyak pertemanan, persaudaraan menjadi retak, rusak dan  bubar gara-gara berbeda pandangan politik dan dukungan kepada calon gubernur dan wakilnya.  Ketegangan menjadi semakin meninggi manakala  terpicu dengan  dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan disambung dengan adanya  aksi bela islam yang jumlahnya  berjilid-jilid. Jika semula permusuhan dilakukan secara diam-diam, setelah aksi bela islam terjadi, permusuhan tidak bisa di sembunyikan lagi. Orang-orang yang masuk kelompok sumbu pendek dengan gampang mencaci, menghina dan mengkofar kafirkan sesama muslim hanya karena tidak  mau mendukung aksi bela islam yang tidak lebih dari upaya politisasi terhadap Ahok.

Gencarnya informasi dari media sosial yang banyak berisi black campaign turut memperuncing keadaan. Saban menit bahkan detik di media sosial beredar informasi yang kalau tidak cermat bisa membuat hati dan  kepala panas.  Kesalnya, tanpa mencari tahu lebih mendalam tentang kebenaran informasi yang di sampaikan, dengan gampangnya orang membagi info tersebut kepada orang lain. Tak ayal informasi yang belum tentu benar tersebut dengan mudanya tersebar ke segala penjuru dan di baca puluhan, ribuan,bahkan jutaan manusia.

Saya, meskipun bukan warga Jakarta ikut merasakan ketegangan dan permusuhan dari Pilkada DKI Jakarta tersebut. Bukan jauh-jauh, tidak hanya ‘dimusuhi’ teman tetapi juga saudara yang mendukung pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno. 


Efektifkah rekonsiliasi ala Anies Baswedan dengan puasa buka medsos?
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berupaya untuk melakukan rekonsiliasi warga Jakarta dengan bertemu langsung dengan Ahok dan Djarot. Kendati  keduanya sudah saling bertemu dan keduanya berkomitmen untuk menciptakan rekonsiliasi di Jakarta, tetapi nyatanya ketegangan  pendukung kedua belah pihak belum cukup  reda, salah satunya bisa dilihat dari media sosial.

Mungkin hal itulah yang mendasari Anies mengimbau warga Jakarta untuk tidak membuka medsos barang beberapa hari. Anies agaknya tahu persis jika ketegangan dan permusuhan yang terjadi  terutama di Jakarta salah satunya karena informasi di medsos yang luar biasa .  Diakui atau tidak salah satu faktor kemenangan Anies adalah berkat unggahan  video  pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang diedit oleh Buni Yani  dan sebarkan melalui medsos. Melalui medsos pula gegap gempita orang berduyun-duyun ke Jakarta untuk mencaci Ahok dengan tuduhan menistakan agama  dan meminta Ahok di hukum berat.  Jadi, diakui atau tidak, kemenangan Anies berkat media sosial yang gencar menuding Ahok bersalah dan Anies dengan mudah memanfaatkan momentum tersebut untuk mencapai kemenangannya.

Jika sekarang Anies meminta warga untuk berhenti melihat medsos beberapa hari saja untuk upaya proses rekonsiliasi, menurut saya  itu salah satu bentuk ketakutan Anies akan pengaruh medsos yang luar biasa.   Dari medsos Anies bisa mengalahkan Ahok, dari medsos pula Anies akan risi bila janji-janji  manis masa kampanyenya akan ditagih warga Jakarta. Dari medsos pula Anies jenggah melihat kenyataan warga sangat mencintai Ahok dan kehilangan sosoknya .

Jika Anies sekarang begitu mudahnya menghimbau warga untuk tidak menjamah medsos, kenapa  saat itu Anies diam saja saat melalui medsos pula orang mencaci Ahok? Kenapa Anies diam saja saat orang mengancam orang yang memilih Ahok jika meninggal  jenasahnya tidak akan disholatkan?  Kenapa Anies tidak bereaksi saat ada ajakan Tamsya Al-Maidah yang intimidatif terus menerus menteror warga Jakarta? 

Saya rasa himbauan Anies tersebut akan sulit di realisasikan oleh warga Jakarta. Dan rasanya tidak masuk akal  untuk mencapai  rekonsiliasi melalui puasa  membuka medsos dalam beberapa hari. Hemat saya, akan lebih mudah jika Anies memberikan himbauan, seruan, ajakan kepada para pendukungnya untuk tidak lagi rasis, untuk tidak lagi intimidatif , tidak lagi mengunakan agama sebagai  pembenaran kepentingan politik. Anies juga  harus memberikan himbauan para pendukungnya untuk tidak mengunakan masjid untuk ceramah politik, melarang pengikutnya mengkofar-kafirnya orang lain, mengajak pengikutnya untuk mensholatkan jenasah tetangganya yang mendukung Ahok.  Dengan upaya itu,  barangkali upaya untuk  rekonsiliasi yang diinginkan Anies akan lebih mudah terealisasi.**






Kamis, 06 April 2017

Perbedaan dan Persamaan BUMDesa dan Koperasi

Oleh : Sutoro Eko

Perdebatan tentang Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) terus mengemuka. Badan hukum dan penyertaaan modal ke dalam BUM Desa menjadi isu utama perdebatan. Para pegiat koperasi melontarkan kritik bahwa perseroan tidak tepat menjadi badan hukum bagi BUM Desa sebab badan ini bersifat padat modal, mengarah pada privatisasi dan tidak berpihak pada masyarakat desa. Sebaliknya mereka merekomendasikan bahwa koperasi merupakan satu-satunya badan hukum yang tepat bagi BUM Desa sebab koperasi mempunyai sandaran konstitusional yang kokoh dan secara sosiologis lebih mencerminkan semangat gotong royong.

Perdebatan itu muncul karena UU No. 6/2014 tentang Desa mengalami kesulitan dan tidak tuntas mengatur BUM Desa. Pada waktu sidang RUU Desa, pemerintah dan DPR menyadari bahwa  BUM Desa merupakan institusi bercirikan desa yang berbeda dengan perseroan atau koperasi. Karena itu ada usulan bahwa BUM Desa merupakan usaha berbadan hukum tersendiri yang setara dengan koperasi dan perseroan. Tetapi usulan ini kandas karena hukum bisnis hanya mengenal badan hukum perseroan dan koperasi. Akhirnya pemerintah dan DPR mengambil kesepakatan tentang definisi BUM Desa yang mereplikasi definisi BUMN, dan menegaskan dalam Pasal 87 ayat (3): BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Ketentuan ini diikuti penjelasan: “Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUM Desa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan”.  Di balik itu ada kehendak kuat bahwa BUM Desa dapat berjalan melayani kebutuhan masyarakat desa tanpa harus berbadan hukum, dan di kemudian hari baru dikembangkan menjadi badan hukum. 



Perbedaan dan Persamaan

Hakekat BUM Desa berbeda dengan hakekat koperasi sehingga BUM Desa tidak bisa berbadan hukum koperasi. Pertama, BUM Desa dibentuk dengan perbuatan hukum publik, yakni melalui Peraturan Desa yang disepakati dalam musyawarah desa. Koperasi merupakan institusi hukum privat, yakni dibentuk oleh kumpulan orang per orang, yang semuanya berkedudukan setara sebagai anggota. Kedua, seperti halnya BUMN, modal BUM Desa berangkat dari kekayaan desa yang dipisahkan. Koperasi berangkat dari simpanan pokok dan wajib dari anggota, yang kemudian juga membuka penyertaan modal dari pihak lain. Ketiga, BUM Desa merupakan campuran antara pelayanan umum dan kegiatan usaha ekonomi; koperasi merupakan institusi dan gerakan ekonomi rakyat. Keempat, BUM Desa dibentuk untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan desa, memenuhi kebutuhan masyarakat Desa dan mendayagunakan sumberdaya ekonomi lokal. Koperasi dibentuk untuk mengembangkan kekuatan dan memajukan kesejahteraan anggota.

BUM Desa dan koperasi memiliki kerentanan serupa. Perampasan elite (elite capture) bisa terjadi dalam BUM Desa dan koperasi yang membuat kebangkrutan. Tidak jarang para penumpang gelap (free rider) yang hadir memanipulasi BUM Desa dan koperasi, sehingga banyak BUM Desa dan koperasi abal-abal, yang tidak mencerminkan spirit kegotongroyongan dan kerakyatan. Juga sudah banyak BUM Desa dan koperasi yang mati karena dimobilisasi dan dipangku oleh pemerintah.

Baru sedikit BUM Desa yang berhasil, dan lebih banyak BUM Desa hanya papan nama. Koperasi mempunyai landasan konstitusi yang kuat serta sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia, bahkan koperasi jauh lebih tua daripada BUM Desa. Di setiap tempat ada koperasi. Tetapi mengapa petani dan nelayan dari dulu sampai sekarang tetap tidak berdaya? Apakah mereka tidak bergabung menjadi anggota koperasi? Apakah sebagian besar koperasi petani dan nelayan sudah mati seperti halnya KUD? Atau apakah koperasi tidak mampu menolong petani dan nelayan?

Arief Satria, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, pernah melansir data bahwa sekitar 92% nelayan tidak bergabung menjadi anggota koperasi. Saya sungguh terkejut dan tercengang dengan data ini, dan saya mengajukan pertanyaan:  mengapa nelayan tidak menjadi anggota koperasi? Baik teori ekonomi moral petani James Scott (1976) maupun fakta lapangan menunjukkan bahwa petani dan nelayan selalu membutuhkan tetapi terjerat oleh patron mereka, yakni tengkulak atau tauke. Para juragan ini tampak budiman tapi menjerat dan memperdaya petani dan nelayan.

Fakta itu memberi pelajaran bahwa masalah badan hukum sangat penting, tetapi masalah ekonomi politik jauh lebih penting. BUM Desa dan koperasi menghadapi tantangan menolong dan memberdayakan orang desa (petani, nelayan, peternak dan sebagainya). Karena itu koeksistensi, sinergi dan kolaborasi keduanya sangat dibutuhkan.


Koeksistensi dan Sinergi

Meski berbeda, antara BUM Desa dan koperasi merupakan dua entitas yang bisa saling mengisi dan melengkapi, sekaligus bisa membangun sinergi dan kolaborasi di ranah desa. Ada tiga model sinergi dan kolaborasi. Pertama, BUMDesa dan koperasi berbagi modal dan hasil. Modal BUM Desa dapat dibagi menjadi: 60% dari pemerintah desa, 20% koperasi, dan 20% lainnya dari unsur-unsur masyarakat setempat. Model ini mencerminkan sebuah kegotongroyongan kolektif tanpa harus melibatkan pemodal besar dari luar. Tetapi dengan model ini, BUM Desa menghadapi masalah badan hukum, kecuali dipaksa menjadi perseroan. Kalau menjadi perseroan BUM Desa harus mengikuti rezim perseroan juga.

Kedua, koperasi desa tanpa BUM Desa. Desa tidak harus mendirikan BUM Desa tetapi dapat membangun koperasi desa. Pemerintah desa mengorganisir seluruh warga desa secara sukarela membentuk koperasi. Ini bukan koperasi milik desa, melainkan milik warga desa yang semuanya berdiri setara sebagai anggota. Koperasi desa ini berbadan hukum, yang bisa menjalankan usaha ekonomi desa secara leluasa, jelas dan legal. Pemerintah desa dapat memberikan hibah dan penyertaaan modal kepada koperasi desa, sehingga memperoleh pendapatan asli desa. Namun desa tidak dapat memisahkan kekayaan desa kepada koperasi desa, kecuali dengan skema kerjasama pemanfataan. Selain itu, juga tidak masuk akal kalau koperasi desa membangun dan mengelola air bersih dan listrik desa untuk melayani semua warga masyarakat desa yang bukan anggota.

Ketiga, BUM Desa dan koperasi desa berjalan bersama dan berbagi tugas. BUM Desa, tanpa harus berbadan hukum, dapat memanfaatkan aset desa dan sumberdaya milik bersama (seperti air, embung, tenaga surya, telaga, sungai) untuk melayani kebutuhan masyarakat dan pengembangan desa wisata. Koperasi desa dapat dibentuk seperti model kedua, yang menjalankan usaha dan gerakan ekonomi kolektif antara pemerintah desa dan masyarakat  tanpa harus menghadapi kesulitan badan hukum.

Model ketiga itulah yang lebih relevan menjadi jalan tengah perdebatan antara BUM Desa dan koperasi, juga merajut koeksistensi, sinergi dan kolaborasi kedua institusi ini. Kolaborasi BUM Desa dan koperasi desa dapat memberikan pelayanan dasar, sekaligus dapat mengonsolidasi kekuatan lokal dan menolong  orang desa (petani, nelayan, peternak, dan lain-lain).

(sumber : forumdesa.org)





Menelusuri Jejak Eep Saefulloh Fatah dan Isu SARA Pada Pilkada DKI Jakarta

Sepandai -pandainya orang menyimpan bangkai ,maka akan tercium  baunya juga . Sepintar -pintarnya tupai melompat ,maka ia akan terjatuh juga. Begitulah kiranya  pepatah yang tepat untuk gambaran  orang-orang licik yang selama ini melempar batu sembunyi tangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.   Yang berteriak untuk menurunkan spanduk ajakan untuk tidak mensholatkan jenasah yang memilih Ahok, bahkan yang  berteriak seolah-olah  ia benar dan menuduh isu SARA dimainkan oleh kelompok Ahok untuk menyerang lawan.

Serapat apapun menyembunyikan kebusukan, suatu saat akan terbongkar juga. Dan  hal itu agaknya  mulai terkuak , setelah beredarnya video viral  Eep Saefulloh Fatah,  yang secara mengejutkan dan terang-terangan menyebut masjid sebagai tempat kampanye untuk meraih kemenangan  politik. (tentunya kemenangan Anies Baswedan- Sandiaga Uno). Eep Saefulloh Fatah disebut-sebut berposisi  sebagai konsultan politik pasangan Anies-Sandi yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera(PKS) . 

Dalam ceramahnya, Eep menyampaikan contoh kemenangan Partai FIS/Partai Front Keselamatan Islam (al-jabhah al-islamiyah lil-inqadh) di Aljazair yang  telah berhasil memenangkan pemilu dengan mengunakan  masjid sebagai alat politisasi.  Atas kemenangan tersebut, Eep agaknya  ingin menerapkan strategi yang sama untuk mengalahkan pasangan Ahok-Djarot.


foto : viva,co.id
Eep menyatakan  bahwa  kemenangan  Partai FIS  pada pemilu di Al-Jazair karena memanfaatkan dan  menjadikan masjid  yang mestinya untuk beribadah tetapi juga digunakan sebagai alat  propaganda politik. Kemenangan itu tentu saja mengejutkan karena  Partai FIS bukan partai dengan jaringan yang kuat, tidak ada tokoh-tokoh berpengaruh yang tersebar di berbagai daerah, dan pendanaannya pun biasa-biasa saja.
Masih menurut Eep, Partai FIS mengunakan jaringan masjid seperti khotib, ulama, ustadz yang mengisi kegiatan di masjid , untuk ikut berpolitik, tidak hanya menyerukan ketakwaan tetapi juga seruan politik. Seruan politik dilakukan secara massif, terus menerus  sampai hari pencoblosan.

Dalam penelusuran saya, FIS  termasuk partai baru yang  yang berdiri tahun  1989 atas desakan masyarakat yang mayoritas Muslim. Disebutkan bahwa masyarakat  kecewa sebab satu-satunya partai yang dibentuk pada masa Presiden Boumedienne yakni FLN yang berasaskan sekular gagal mewujudkan kemajuan. Sebagai parpol Islam,  FIS kemudian mengangkat isu seputar Islam dengan menyodorkan program-program yang memikat simpati masyarakat Aljazair seperti ekonomi kerakyatan, mendukung terwujudnya kehidupan yang lebih Islami, demokratisasi, dan pemerintahan yang lebih dekat kepada Daulah Islam dibanding Barat.
Intinya, dengan inspirasi kemenangan Partai FIS mengunakan masjid sebagai alat politik, konsultan Anies –Sandiaga tersebut menerapkan strategi yang sama.


Kenapa konsultan politik tersebut menempuh cara kotor ?
Mohon maaf jika saya menilai cara untuk memenangkan Anies-Sandi dengan mengunakan masjid sebagai alat propaganda politik adalah cara yang kotor. Mengunakan  isu Sara  adalah cara yang tidak sehat dan kemunduran dalam demokrasi di Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama, ras, golongan, adat istiadat, budaya.  Selama ini  isu Sara  sedapat mungkin selalu dihindarkan  untuk  meraih kemenangan politik tetapi justru isu Sara kembali hadir dan  dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Dalam beberapa bulan jelang Pilkada DKI Jakarta, suhu politik memanas, pertentangan antar agama, kecurigaan umat seagama muncul di permukaan tanpa bisa di bendung lagi. Bahkan antar teman,  keluarga pun tak jarang yang saling bermusuhan  hanya karena berbeda pandangan politik. Pilkada Jakarta memberikan dampak psikologis yang luar biasa dan salah satu pemicunya adalah isu agama yang segaja dihembuskan pihak-pihak tertentu.

Kenapa Eep melakukan cara seperti itu? Dugaan saya, Eep menyadari betapa sulitnya untuk mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot dalam Pilkada Jakarta. Seorang Eep yang di konon  sebut-sebut  menjadi  konsultan politik, dan pernah menjadi konsultan politik  dan orang di balik kemenangan Jokowi – Ahok dalam Pilkada DKI tahun  2012 lalu, tentunya ingin menorehkan catatan gemilang jika kali ini ia juga berhasil memenangkan pasangan Anies-Sandi.  Pakar politik lulusan Universitas Indonesia yang di sebut juga menjadi orang di balik kemenangan pasangan Aher dan Deddy Mizwar dalam Pilgub Jabar ini ingin terus meraih kemenangan, ingin mempunyai prestasi  cemerlang sebagai konsultan politik yang selalu berhasil memenangkan orang yang didukungnya.  Ia juga mengaku sebagai konsultan politik Jokowi-JK dalam Pilpres lalu.

CEO PolMark Indonesia  dan Suami dari Sandrina Malakiano ini mengetahui kapasitas Anies-Sandi tidak cukup  memadai untuk menjadi penantang Ahok-Djarot. Kalau bicara program, program yang sudah dikerjakan Ahok-Djarot terbukti sudah  bermanfaat bagi warga jakarta, mampu merubah Jakarta menjadi lebih baik dan maju. Sementara program yang akan dilakukan ke depan juga sudah terencana dengan baik dan tinggal melanjutkan manakala  Ahok –Djarot terpilih kembali memimpin Jakarta.
Singkatnya, menantang Ahok-Djarot dengan adu program jelas langkah yang tidak tepat, dan tidak mungkin untuk mengungguli pasangan petahana tersebut. Untuk itu satu-satunya cara hanya dengan mengembuskan isu Sara yang kemungkinan besar akan mampu mengoyang Ahok yang dobel minoritas.

Eep sebagai seorang pakar poltik yang sudah malang melintang menjadi konsultan politik tahu betul bahwa mengunakan  isu Sara  itu tidak fair dan  menciderai demokrasi.  Tetapi dengan sadar telah mengunakan Sara untuk kepentingan pribadinya.  Demi ambisi untuk mencatat kemenangan demi kemenangan orang-orang yang mengunakan jasanya, ia telah membuat demokrasi kehilangan akal sehatnya.
Barangkali, kebelet ingin selalu menorehkan kemenangan itulah yang membuat Eep kehilangan kontrol pribadi , ‘kewarasan’ sehingga rela  mendorong politisasi isu Sara pada Pilkada DKI Jakarta. **

(4 April 2017)

Ira Koesno Kembali Ditunjuk KPU Sebagai Moderator Debat Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua, Akankah Sandiaga Gagal Fokus?

Debat  calon Gubernur DKI Jakarta  pada Pilkada putaran kedua  yang di selenggarakan oleh  Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta akan dilangsungkan pada Rabu 12 April 2017 mendatang.  Jika pada debat putaran pertama ada tiga  pasangan calon Gubernur, pekan depan hanya ada dua pasangan calon yang akan berlaga yaitu Ahok-Djarot dan Anies Baswedan- Sandiaga Uno.

Diperkirakan debat putaran kedua  akan  berlangsung menarik, penuh ketegangan dan mengejutkan, paling tidak akan  menjadi ajang saling adu  program kedua pasang kandidat.   Ya, meneruskan  debat  Mata Najwa yang diselenggarakan   Metro TV kemarin. Hahahaha. Selain kedua pasang calon gubernur-wakil gubernur  yang menyita perhatian,  pada debat  Pilkada putaran kedua   ini yang kemungkinan besar mencuri perhatian adalah sosok Dwi Noviratri Koesno Martoatmodjo alias Ira Koesno yang didaulat menjadi moderator. Pada debat  perdana   pada  putaran  pertama  Pilkada bulan Januari yang lalu, Ira Koesno juga di percaya  untuk memandu jalannya acara.
Seperti yang di sampaikan oleh Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno, dipilihnya Ira Koesno sebagai pemadu  debat putaran kedua karena   presenter cantik itu  telah memiliki pengalaman menjadi moderator dalam debat Pilkada DKI Jakarta 2017.

foto : wolipopdetik

Ira Koesno, memang tidak diragukan lagi untuk mengelola debat pekan depan, karena ia telah membuktikan sukses membawakan  Siaran langsung Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur (Cagub-Cawagub) DKI Jakarta 2017, putaran pertama, yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.  Bahkan  tagar debat cagub-cawagub menjadi trending topic di media sosial twitter. Selain bisa bersikap tegas dan memandu jalannya acara dengan baik, penampilan wanita yang kariernya berkembang di  salah  satu televisi swasta di tanah air mampu membuat gagal focus pemirsa.  Wanita berusia 47 tahun itu mampu menyita perhatian publik karena masih terlihat teramat segar, muda dan cantik serta menarik.
Tentunya penampilan Ira Koesno  pekan depan akan di tunggu-tunggu para pemirsa di tanah air, untuk melihat tampilannya yang oke dan terampilnya memandu jalannya debat tersebut.

Sandiaga juga gagal focus lihat Ira Koesno?

Terpilihnya Ira Koesno menjadi moderator  debat pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 tidak hanya membuat  warga menjadi senang dan menunggu penampilannya, tetapi ternyata calon wakil gubernur nomor urut tiga, Sandiaga Uno juga merasa senang.
Ia berharap jika nantinya debat putaran kedua yang di pandu  Ira Koesno  akan heboh kembali seperti  pada debat putaran pertama.
“Wah seru banget. Mudah-mudahan Mbak Ira memang sangat heboh banget saat debat pertama. Mungkin dampaknya rating-nya tinggi. Karena banyak netizen maupun penonton yang menunggu.”
Sandiaga  juga mengatakan  bahwa masyarakat menantikan kehadiran Ira Koesno yang sudah cukup lama jarang tampil di televisi.

Lebih lanjut pasangan Anies Baswedan ini juga menilai bahwa banyak yang gagal focus melihat munculnya Ira Koesno sebagai moderator debat calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
“Saya lihat mungkin karena beliau sudah lama nggak kelihatan di televisi dan membawakannya sangat lugas. Jadi banyak yang gagal fokus. Kita harapkan tanggal 12 (April) jauh lebih menarik,” kata Sandiaga.

Saya kira  pernyataan Sandiaga kalau banyak yang gagal focus  melihat Ira Koesno, salah satunya adalah Sandiaga sendiri. Kemungkinan besar Sandiaga juga gagal focus melihat Ira Koesno yang menarik itu. Hehehe itu wajar saja kok, masih wajar  sebagai manusia (laki-laki)  yang gagal  focus melihat cewek cantik dan menarik. Yang nggak biasa dan masih jarang kalau laki-laki  suka sama jenis kelamin yang sama (maaf) atau jeruk makan jeruk.

Pesan saya, Sandiaga  boleh saja gagal focus nantinya saat melihat Ira Koesno, tetapi jangan sampai karena gagal  focus terus membuatnya tidak konsentrasi dalam menjawab pertanyaan panelis, pertanyaan dari masyarakat dan pertanyaan dalam debat terbuka kedua pasangan calon.
Saya khawatirnya karena alasan gagal focus, Sandiaga akan ngaco dalam menjelaskan program-program OK OC (One Kecamatan One Center of Entrepreneurship),  saling berdebat sendiri dengan Anies karena beda pendapat tentang program perumahan DP 0 rupiah, tentang program KJP Plus, program OK-OTRIP, program Kartu Jakarta Lansia. Kalau sampai kepleset, tentunya warga akan tambah pusing dengan tawaran program yang sebagian besar sudah dilakukan Ahok-Djarot tersebut.  Hingga pemirsa akan membatin , “ Ngemeng apa kamu San…..”

(3 April 2017)

Gegara Anies Terpancing Emosi, Eh Kedok Sendiri Terbongkar

Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang terkejut  dengan seorang Anies Baswedan. Teman-teman  mungkin sama seperti saya yang sangat  terkejut  melihat  sikap Anies Baswedan saat  tampil dalam  acara Mata Najwa  debat” Babak Final Pilkada Jakarta” Senin malam kemarin.
Bagi saya, sejak mencalonkan diri menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, sosok  mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan(Mendikbud) ini sudah jauh dari simpatik. Nah, ditambah lagi pada acara Mata Najwa, sosok Anies  seperti ketahuan aslinya.  Tentu saja orang yang melihat acara tersebut dan masih dalam kondisi berpikir jernih akan setuju jika Anies Baswedan tampak emosional, garang, marah dan lupa dengan image santun, lembut , murah senyum  yang selama ini melekat pada dirinya.
Entah karena Anies terlalu  capek karena berbulan-bulan berusaha merebut hati rakyat Jakarta, atau capek dan was-was  karena terlalu takut jika kelak pada putaran kedua tidak bisa mengungguli Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot, yang jelas Anies benar-benar ‘memuakkan’ atau tepatnya  membuat perut eneg.
Salah satunya  saat Anies  mengungkit  soal Al Maidah 51. Dan  sepertinya  di jadikan senjata  pamungkas oleh Anies untuk menyerang habis-habisan. Anies terlihat sekali menjadikan senjata sara ini sebagai senjata andalan yang akan membangkitkan semangat dan emosi dari kelompok titik-titik yang selama ini getol menyerang Ahok.

foto : infomenia


Masihkah ada yang menilai Anies Baswedan itu santun?
Anies Baswedan mungkin terlalu jumawa dan merasa momentum  tampil di acara Mata Najwa sebagai  kesempatan untuk memblejeti Ahok.  Dengan kegarangan dan pernyataan-pernyataannya yang teramat emosional, Anies mungkin merasa telah men-skak mati Ahok . Seperti banyak di katakan  oleh pendukung Anies atau kelompok titik-titik yang menilai junjungan mereka malam itu   telah membantai Ahok.
Anies sepertinya terlalu nyakin bahwa itulah kemenangan timnya terhadap Ahok karena selain memblejeti Ahok juga telah berhasil membuat Ahok tidak berkutik.
Padahal kenyataannya kalau pikiran kita jernih dan menyimak dengan hati bersih, tentunya tahu kalau Ahok sangat brilian dalam menata emosinya dan menjawab semua ‘serangan’ Anies dengan tepat, telak, jos gandhos. Bahkan Ahok telah membalikkan serangan Anies dengan sangat manis, kalem dan santun.

Setelah tampil dalam debat tersebut, jika saja pikiran kita jernih maka akan dengan mudah melihat dan memberikan penilaian jika Anies ternyata jauh dari kata santun, lembut  yang selama ini melekat pada dirinya. Padahal salah satu jualan Anies adalah kesantunan dan kelembutan  yang dibenturkan dengan image Ahok yang kasar, keras, kurang sopan dll. Inilah yang  selama ini menjadi andalan untuk mendulang suara warga Jakarta agar terbuai memilihnya.
Padahal, sekali lagi,  dari tampilan di Mata Najwa itu, jelas-jelas Anies bukan orang yang santun dan lembut seperti yang selama ini digembar-gemborkan orang.

Bagaimana di bilang santun jika Anies  bermain kata-kata, memanfaatkan lidahnya untuk memainkan kata-kata  keras, sinis saat ia di cecar  terus menerus untuk program  perumahan yang  hanya membuai warga Jakarta? Yang jawabannya bikin orang tambah pusing dan muak tentang rumah seharga 350 juta di Jakarta?
Bagaimana Anies di bilang santun jika  dengan  percaya diri akan memberhentikan Gubernur DKI Jakarta yang syah?  Kalimat “Sekarang saja saya sedang berusaha memberhentikan Pak Basuki dari jabatan Gubernur. Jangankan anak buah, gubernurnya saja mau saya ganti,” sungguh kepedean dan kalau orang Jawa bilang itu benar-benar gemblung, edan tenan. Jika dipikir dengan  akal sehat , tentunya apa yang dikatakan Anies hanya bikin tertawa makin lebar dan respek terhadapnya semakin berkurang bahkan nyaris hilang. Lho memangnya Anies itu siapa , kok akan memberhentikan seorang Gubernur itu? Edan tenan iki.
Bagaimana Anies dikatakan santun jika selama ini menari diatas ketidakwarasan kelompok titik-titik yang menolak mensholatkan jenasah hanya karena memilih mendukung Ahok yang dikatakan kafir itu?
Bagaimana menilai seorang Anies itu santun  jika selama ini membiarkan kampanye  provokatif dan isu sara terus digulirkan di Jakarta hanya untuk memojokkan seorang Ahok?
Bagaimana Anies dianggap masih santun jika selama ini justru terkesan membiarkan banyak pihak memojokkan dan menyerang Ahok karena  lawannya tersebut bukan seorang muslim?

Kesantunan , kelembutan seorang Anies Baswedan saya rasa sudah mulai memudar bahkan sudah tergerus oleh sikap dan perilaku serta ambisinya untuk mengejar kekuasaan. Image kesantunan yang selama ini melekat pada dirinya tanpa sadar telah ia hancurkan , luluh lantakkan sendiri manakala ia terpancing untuk ‘membantai’ Ahok.
Siapa Anies yang sesungguhnya sudah terkuak sendiri, membuat warga Jakarta khususnya akan mudah menilai siapa yang layak menjadi  Gubernur mereka untuk lima tahun mendatang. Sayangnya, bukan orang lain yang menyingkap siapa  Anies yang sesungguhnya tersebut, tetapi Anies sendiri yang telah membuka jati dirinya.

Semoga pak Anies Baswedan tidak menyesal telah membuka ‘aib’nya sendiri dan membuat ‘jualannya’ mungkin tidak laku di jual lagi. Semoga tidak  menyesal dan mengerutu “celaka..celaka…kedokku terbongkar.”

(29 Maret 2017)


Sandiaga Minta Keringanan Kasus Penggelapan Tanah, Mungkinkah Tahu Kalau Bersalah?

Membicarakan Sandiaga Uno memang tidak akan ada habisnya. Pasangan Anies Baswedan ini cukup bekerja keras dan tampak terlalu  ngoyo berupaya untuk terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dari getolnya kampanye program OK OYE eh OK OCE sampai beragam cara dilakukan. Pokoknya all out, dari harta benda sampai tenaga, jiwa, pikiran tercurahkan.  Dari cara yang OK OCE sampai cara yang titik-titik. Yang jelas satu tujuannya, agar warga bersimpati dan  memilihnya dalam Pilkada putaran kedua bulan depan.

Hal mengelitik lainnya dari Sandiaga Uno adalah ketika ia mengajukan ‘tawar menawar’  untuk minta  kasus hukumnya di proses setelah Pilkada.  Pasangan Anies Baswedan tersebut minta polisi menunda pengusutan kasusnya hingga Pilkada DKI Jakarta 2017 selesai di gelar. Ia memohon keringanan polisi agar bisa penuhi panggilan polisi terkait kasus penggelapan tanah yang dilaporkan oleh Edward S Soeryadjaya. Hal itu kembali disampaikan setelah menjadi pembicara   dalam seminar tentang Ekonomi Islam yang digelar di STIE Rawamangun, Jakarta Timur (26/3/2017).
Kami mohon keringanan kepolisian, Kapolda, agar (bisa) berikan klarifikasinya setelah tanggal 15 April,” kata Sandiaga. (Sumber :http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/03/27/sandiaga-uno-minta-keringan-dari-kepolisian)
Sandiaga menganggap laporan itu tidak ada urgensinya sama sekali. Kasus yang sangat tidak berbasis, seakan-akan dibuat-buat, konstruksi hukum timing-nya juga dipertanyakan. Ia juga mengaku sangat sibuk  , mempunyai jadwal padat  sampai 15 April 2017 ini  untuk melakukan sederat aktivitas di Pilkada putaran kedua.



Bukan kali ini saja, Sandiaga meminta kasusnya di tunda. Sebelumnya ia juga minta ada penundaan terhadap kasus sedang menerpanya.
Yang mengelikan, dulu  ia beralasan,   pertama supaya  kasusnya  tidak dipolitisasi karena ia sedang mengikuti Pilkada DKI  Jakarta. Kedua, karena kasusnya adalah kasus dua orang yang berseteru , tidak ada hubungan dengan warga Jakarta.
Satu supaya tidak dipolitisasi. Kedua, ini kasus dua orang berseteru. Enggak ada hubungan dengan warga Jakarta,” kata Sandiaga.
Sandiaga juga minta agar Polda Metro Jaya memberikan kesempatan masyarakat mengenal dan berinteraksi dengannya sebagai salah satu calon pemimpin di Jakarta.

Sandiaga Lembek,  Belajarlah  dari Ahok
Meskipun pengusaha besar yang kaya raya dan saat ini mencalonkan diri sebagai DKI 2, tetapi nyatanya Sandiaga tidak cukup tegar, jantan, berani. Bahkan terkesan lembek dan minta dikasihani. Padahal  kasus yang menghadangnya tidaklah terlalu berat jika dibandingkan dengan kasus yang saat ini dihadapi Ahok. Tidak ada seujung kukunya, begitu kalau di istilahkan. Kenapa? Ya, karena Sandi hanya berhadapan dengan satu orang  saja , bukan ratusan, ribuan orang ( kelompok titik-titik).  Kasus Sandiaga jelas ..las..gamblang..blang! Calon lawan ‘tanding’  Sandiaga jelas orangnya, jelas  pula  dia untuk menghadapinya.  Apalagi kalau tidak benar ia seperti yang dilaporkan. Tinggal enteng saja,  sambil mikir emang gue pikirin gitu.
Sandiaga juga terlalu baperan jika minta penundaan  kasusnya dengan alasan kasusnya di politisasi. Apa ? rasanya pingin geleng-geleng kepala sambil tepok jidat agak keras.  Duh, Kak Emma……………..
Padahal jelas-jelas kasus Ahok lah yang kental nuasa politiknya. Selama ini  Ahoklah yang di tendang kesana kemari dengan kasus sara, tetapi hebatnya  Ahok tetap tegar dan berani menghadapi berkali-kali sidang yang di gelar. Ciamik nya lagi meskipun menjadi bulan-bulanan kelompok Rizieq cs tetapi Ahok tidak pernah sekalipun merengek –rengek minta kasusnya  dihentikan, ditunda.
Alasan agar  masyarakat mengenal dan berinteraksi dengannya sebagai salah satu calon pemimpin di Jakarta juga terlalu mengelikan. Lho memangnya kalau kasusnya tetap di proses ia langsung di tahan sehingga tidak bisa berinteraksi dengan masyarakat? Duh, saya pusing Kak Emma……

Kalau Sandiaga memang benar-benar bersih, saya kira tidak perlu mengajukan permintaan untuk ada penundaan terhadap kasusnya tersebut.  Ia tidak usah malu-malu untuk belajar dari Ahok yang selama ini tegar, jantan, tak mengeluh mengikuti semua proses hukumnya di saat ia juga tengah kerja dan kerja serta berkampanye dan yang pasti jadwalnya padat, tidak kalah dengan jadwal Sandiaga.
Atau jangan-jangan Sandiaga merasa kalau kasusnya itu berat  dan titik-titik sehingga ia harus minta penundaan karena takut kalau titik-titik, ya? Ia tahu kalau bersalah dalam kasus tersebut?

Satu yang mengelitik dari ungkapan Pak Djarot yang boleh di renungkan dan dijawab Sandiaga,
Apa berat banget (sampai) minta keringanan? Ya enggak tahulah itu (urusan) yang bersangkutan. Saya cuma sampaikan negara kita itu negara hukum,” ujar Djarot di kawasan Pasar Rebo, Senin (27/3/2017).
Gimana Sandi? OK OCE saja  kalau begitu…
  (27 Maret 2017)

Sandiaga Uno Permalukan Rhoma Atas Kasus Penangkapan Ridho Rhoma ?

Tidak hanya kali ini  artis tertangkap karena kasus  barang haram narkoba. Kali ini publik kembali terhenyak setelah Pangeran Dangdut, Ridho Rhoma (28 tahun)  ditangkap oleh petugas Polres Jakarta Barat karena  memiliki narkoba jenis sabu pada Sabtu (25/3/2017) di sebuah area  sebuah hotel di Jakarta Barat.

Berdasarkan pengakuan kepada polisi, anak dari Raja Dangdut, Rhoma Irama tersebut  mengaku sudah menjadi pemakai narkoba selama dua tahun terakhir.  Atas kasusnya tersebut, pelantun lagu ‘Mengapa’   itu dijerat  pasal 112 ayat (1) sub pasal 127 Jo pasal 132 ayat (1) UU no 35 tahun 2009 tentang Narkotika.  Pasal 112 sendiri diketahui ancaman hukumannya paling cepat 4 tahun penjara, sementara itu ancaman hukuman yang diatur Pasal 127 paling lama adalah 4 tahun, dan pasal 132 ancaman hukuman paling sedikit 20 tahun penjara serta paling berat adalah hukuman seumur hidup hingga pidana mati.
Seperti diketahui, Rhoma Irama, pedandhut senior yang juga ketua Partai  Idaman  menyatakan dukungannya  kepada pasangan nomor urut 3 dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.  Rhoma Irama atau biasa dipanggil Bang Haji tersebut menyatakan alasan mendukung pasangan Anies-Sandi karena  pertimbangan yang rasional, psikologis dan sosiologis.  Rasional karena ia menilai Anies sukses memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) . Pertimbangan psikologis karena  ia  mengakui mempunyai hubungan  dekat dengan Anies dan Sandi. Sosiologis karena sebagai sesama muslim diwajibkan memilih yang seiman.



Sandiaga Uno  permalukan Rhoma Irama?
Sandiaga Uno sebagai  calon Wakil Gubernur DKI Jakarta yang diberi dukungan oleh Rhoma Irama, memberikan respon  terhadap penangkapan Ridho Rhoma.  Yang mengelitik,  sebelum ada pernyataan polisi tentang apakah  Ridho sebagai penguna/pemakai saja atau sebagai pengedar, Sandiaga telah mendahului kewenangan pihak kepolisian. Ia mengatakan  bahwa  Ridho hanyalah korban dari pergaulannya selama ini.
Saya yakin Mas Ridho bisa direhabilitasi karena beliau korban, bukan pengedar, justru korban yang mungkin gaya hidup yang ada di sekelilingnya, terperosok di kasus ini, saya doakan badainya segera berlalu dan Mas Ridho pulih,” kata Sandiaga di kawasan Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (25/3/2017).
Padahal saat ini status hukum anak bungsu Rhoma Rhoma  belum ditetapkan masih bergantung hasil penilaian penyidik.
Lebih lanjut  Sandi juga menilai bahwa akar pemasalahannya  kasus narkoba adalah pendidikan dan ekonomi.
Masalah akar itu di pendidikan dan ekonomi. Itu yang harus kita bersihkan masalah tersebut, dan lingkungan yang bersih dimulai dari keluarga. Pendidikan harus masuk, dari basis sekecil mungkin dari keluarga,” ujarnya.
Menyitir pernyataan Sandiaga, kok sepertinya  ia telah melakukan  sangkaan miring  nggak hanya satu tapi double tripple ya. Kenapa? Karena ia jelas menganggap soal pendidikan, ekonomi dan lingkungan(keluarga) menjadi faktor  Ridho terjerumus narkoba.
Sandiaga seperti menyindir  Rhoma Irama dan keluarganya ‘seolah-olah’ tidak mampu memberikan pendidikan  yang baik kepada anaknya sehingga terjerumus kedalam jeratan narkoba.  Sandi seperti menganggap  jika Bang Haji telah lalai dalam mendidik Ridho. Duh, teganya..teganya…teganya …sungguh TERLALU! TERLALU!
Bukankah mestinya Sandiaga tahu bahwa Raja Dangdut itu telah mendidik keluarganya, anaknya dengan baik. Tak mungkin kan sekelas  Rhoma Irama tidak memberikan didikan  yang benar kepada anaknya?
Pun ketika ia bilang masalah ekonomi. Duh, tega  banget ya. Sandi  menunjuk masalah ekonomi menjadi penyebab Ridho mengkonsumsi sabu. Karena tidak disebut dengan jelas, bisa  jadi soal ekonomi ini karena Sandi menganggap  keluarga ketua Partai Idaman tersebut   cukup berlimpah ekonominya  sehingga  anaknya cenderung hura-hura dan mengkonsumsi barang haram tersebut dalam kisaran 2 tahunan  ini . Rasanya nggak mungkin (soal ekonomi) karena Rhoma tidak cukup memberikan limpahan ekonomi kepada keluarganya  atau keluarganya dalam kondisi kekurangan .
Lingkungan yang  bersih di mulai dari  keluarga” , nah ini juga serasa menampar  muka Rhoma Irama. Sandi serasa telah menilai keluarga Rhoma Irama ini tidak bersih.  Karena keluarga Rhoma ‘kotor’ makanya anak kesayangannya terjerat narkoba. Di tarik lebih dalam lagi, mungkin karena  keluarga Rhoma tidak cukup harmonis, tidak cukup bahagia, sehingga  anaknya terjerat narkoba.
Meskipun  prihatin dan memberikan dukungan kepada Ridho Rhoma, tetapi di  sisi lain, penyataan   Sandiaga Uno tersebut  seolah-olah  juga   menuding dan mempermalukan Rhoma Irama dan keluarganya. Itu sih menurut  pendapat saya.
Salam Seword.

Soal Mobil RI 1 Mogok, Ternyata Pak Jokowi Sudah Biasa Dapat Mobil Dinas Bekas dan Mogokan

Mengunakan mobil  bekas dan mogok (mogokan) yang dikendarai saat berdinas, bukan pengalaman pertama bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).  Pak Jokowi sudah  biasaaa naik mobil dinas mogokan, hehehehe. Seperti diketahui, kemarin (Sabtu 18/3/2017) mobil dinas RI 1 sempat mogok  dalam perjalanan dinas di Kalimantan Barat. Mogoknya mobil dinas  terjadi usai Pak Jokowi dan rombongan meresmikan 8 Mobile Power Plant (MPP) di Desa Jungkat, Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat.  Saat menuju Kabupaten Kubu Raya untuk makan siang, mobil anti  peluru tersebut  mogok di tengah jalan. Pak  Jokowi sendiri kemungkinan besar tidak terlalu terkejut saat bertugas mobilnya mogok karena hal seperti itu sudah pernah di alaminya.Pak Jokowi memang pribadi yang teramat sederhana dan sangat nrimo (apa adanya ).  Meskipun menyandang jabatan tinggi dan berhak mendapatkan fasilitas  mewah sesuai dengan haknya sebagai pejabat tetapi urusan mobil tidak pernah  di besar-besarkan. Padahal kalau dipikir, beliaunya bukan orang biasa yang tidak mampu beli mobil atau tidak terbiasa dengan mobil bagus. Sebelum terpilih menjadi Walikota, Gubernur dan Presiden, Pak Jokowi seorang pengusaha yang dengan mudahnya (jika mau) bisa membeli dan  mengunakan mobil keren dan mewah. Tetapi toh, Pak Jokowi tidak terlalu ambil pusing dengan urusan mobil. Ia tidak memilih mengunakan mobil mewah. 


Kembali ke pengalaman mobil dinasnya yang mogok, sebelum mogok yang kemarin Sabtu itu, Pak Jokowi sudah pernah mengalami kejadian mogok ketika berdinas dengan mobil kerjanya.
Sewaktu menjadi Walikota Solo,Pak Jokowi  difasilitasi dengan dua mobil dinas. Kebetulan dua-duanya juga pernah mogok saat digunakan untuk bekerja. Salah satu mobilnya adalah  mobil peninggalan Walikota terdahulu yaitu Walikota Slamet Suryanto.  Mobil dinas Toyota Camry keluaran tahun 2002 sudah digunakan oleh Slamet Suryanto, dan saat Pak Jokowi terpilih menjadi Walikota Solo tahun 2004, beliau tidak menampik mobil lungsuran (bekas) tersebut.

Sayangnya, selain mobil bekas, juga mobilnya pernah mogok. Persis  pengalaman kemarin di Kalimantan Barat.  Pak Jokowi tidak enggan dan sungkan mengunakan mobil lama untuk menemainya blusukan di seantero Kota Solo. Yang luar biasa, meskipun mobilnya mogok, saat itu Pak Jokowi tidak kesal bahkan beliau ikut mendorong mobil yang mogok. Kemudian dengan enthengnya Pak Jokowi minta di jemput Gibran (sulungnya) dan ia pulang dengan mobil pribadi sementara mobil dinas pulang dengan Derek.
Nah, lho? Belum tentu ada pejabat yang mau bersusah payah mendorong mobil seperti Pak Jokowi tersebut khan.
Mobil keduanya,  MPV jenis KIA Sedona buatan tahun 2004. Mobil dinas dengan plat nomor  AD 45 A dengan 2500 cc  ini pernah mogok saat digunakan Pak jokowi untuk meninjau lokasi banjir di  Kampung Joyotakan. Tetapi lagi-lagi Pak Jokowi rela turun tangan mendorong mobil dinasnya tersebut.
Seperti penuturan  sopir Walikota  Suliadi,  Pak Jokowi  ikut mendorong mobil dinasnya di tengah genangan banjir.
“Dulu pernah mogok, waktu ke lokasi banjir. Pas lewat genangan, tiba-tiba mobilnya mogok. Pak wali sampai ikut mendorong,” katanya. https://www.merdeka.com/peristiwa/mobil-dinas-jokowi-yang-dilelang-pernah-mogok-saat-banjir.html

Urusan mobil, memang kakek dari Jan Ethes ini tidak kemaruk (serakah). Prinsipnya,  asal mobil masih bisa dinaiki, maka  ia tidak berharap mengantikanya dengan mobil baru. Mobil asal bisa dinaikin, tidak perlu mobil baru, kata Pak  Jokowi.   Sederhana dan teramat mudah. Bahkan ia juga pernah mengatakan bahwa tidak birahi terhadap mobil, karenanya beliau tidak suka gonta ganti mobil. Bahkan mobil pribadinya sudah lebih dari 14 tahun tidak ganti.
Tak mau bermewah-mewah, Pak Jokowi juga sempat  memilih mengunakan mobil Esemka buatan anak-anak SMK di Solo. Mobil  Esemka  bermesin bensin 4 silinder berkapasitas 1500 cc dengan teknologi multi point injection rakitan 2011 sudah tersemat fitur elektronik mirip SUV premium  meskipun saat itu  belum lulus uji emisi  tetap digunakan untuk blusukan.
Kesederhaaan Pak Jokowi bukan isapan jempol belaka,  kita tidak  akan ragukan itu.  Karenanya  kita tidak akan terkejut manakala Pak Jokowi tidak  mempermasalahkan mogoknya mobil dinas RI 1 kemarin. Pun jika beliaunya menolak ganti mobil baru.

Tetapi, saat ini sebagai  orang nomor satu di Indonesia, beliau perlu mempertimbangkan kembali kelayakan mobil dinasnya karena menyangkut keamanan dan keselamatan seorang presiden. Ya, saya berharap untuk kali ini beliaunya  mau ganti mobil dinas  standart untuk seorang presiden, yang lebih memadai, aman dan tidak mogokan lagi. Semangat dan senantiasa sehat ya Pak. **
 (maret 2017)

SBY Minta Menterinya Kembalikan Fasilitas Negara, Tapi Dia Sendiri 2 Tahun Lupa Kembalikan

Mogoknya mobil dinas RI 1 saat digunakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam perjalanan dinas di Kalimantan Barat, Sabtu (18/3/2017), ternyata ada hikmahnya. Kenapa saya bilang ada hikmahnya? Karena ternyata pak mantan ketahuan masih meminjam mobil dinas sejak  lengser dari kursi kepresidenan 2 tahun silam.
Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala membenarkan  bahwa Susilo Bambang Yudhoyono  masihmenyimpan mobil dinas presiden.  Ia menambahkan  bahwa saat acara serah-terima pemerintahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  ke Presiden Jokowi pada 2014 lalu, SBY   meminjam mobil antipeluru itu. 
“Pihak beliau menyatakan masih membutuhkan mobil itu. Maka itu statusnya dipinjamkan oleh negara,” ujar Djumala. http://nasional.kompas.com/read/2017/03/21/17025981/sby.bersedia.kembalikan.mobil.presiden.yang.masih.dipinjam

Sejatinya  mobil RI 1 yang  Mercedes Benz S-600 Pullman Guard hitam itu berjumlah delapan buah, tetapi sejak dua tahun yang lalu hanya tersedia tujuh mobil VVIP  di  Istana Kepresidenan. Ya , satu buah mobil masih dibutuhkan oleh mantan presiden terdahulu. Ketujuhnya tidak hanya khusus digunakan oleh Jokowi tetapi juga di pakai oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Mobil yang sempat mogok tersebut ternyata  pengadaannya  sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat, jadi usia  mobil itu  sekitar 10 tahunan.


Susilo Bambang Yudhoyono minta menterinya kembalikan mobil dinas, tetapi ia malah pinjam
Barangkali tidak hanya saya saja yang kaget jika mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono ternyata meminjam mobil.
Saya rasa apa yang dilakukan  Susilo Bambang Yudhoyono telah melanggar asas  kepantasan , Kenapa?
Pertama, sudah tidak menjabat presiden tetapi masih mengunakan fasilitas mobil dinas RI 1.
Meskipun saya tidak tahu persis aturan dalam meminjam barang inventaris Negara, tetapi jika dirasakan dari sisi kepantasan, kok rasanya ada yang kurang pantas. Rasanya kok aneh, meminjam mobil dinas presiden saat  sudah tidak menjabat sebagai Presiden RI.  Aneh ya? Tetapi begitulah kenyataannya, pak mantan meminjam mobil dinas  RI 1.
Kedua, Susilo Bambang Yudhoyono saya rasa  telah mendustai rakyat dan menterinya. Kenapa?  Ia terbukti  tidak cukup konsisten dengan meminjam mobil RI tersebut saat sudah purna tugas.  Saat rapat terbatas di Kantor Presiden tanggal 11 September 2014, ia  meminta seluruh jajaran  Kabinet Indonesia Bersatu jilid II untuk  mengembalikan semua fasilitas negara yang selama ini dipinjamkan. Jelas sekali ia memberikan perintah tegas kepada menterinya untuk mengembalikan  rumah maupun kendaraan dinas. Bahkan ia minta  fasilitas tersebut diserahkan sebelum 20 Oktober 2014 dalam keadaan baik.
Semua fasilitas yang digunakan jajaran pemerintah dikembalikan pada saat yang tepat dengan administrasi yang baik,” pinta Susilo Bambang Yudhoyono, http://news.liputan6.com/read/2104072/sby-minta-menteri-kembalikan-rumah-dan-mobil-dinas-tanpa-cacat

Perintah tersebut untuk berjaga-jaga jangan sampai fasilitas Negara hilang atau rusak seperti yang katanya pernah terjadi pada periode sebelum ia menjabat Presiden RI. Bahkan yang menarik , saat itu Susilo Bambang Yudhoyono  mengatakan bahwa  ia dan Wakil Presiden Boediono akan meninggalkan rumah dinas dan  mengembalikan kendaraannya .
Jelas sekali ia meminta seluruh jajarannya untuk mengembalikan kendaraan dinas dan ia juga akan melakukan hal yang sama. Tetapi nyatanya setelah dua tahun, ia ketahuan  masih mengunakan atau istilahnya meminjam  satu  mobil dinas RI 1.



Apakah ia sulit  melepaskan mobil dinas  RI 1 karena selama ini sudah terbiasa mengunakan fasiltas mobil dinas? Ataukah ia belum bisa move on sehingga belum bisa melepaskan fasilitas yang diterimanya saat menjabat presiden tersebut? Mungkinkan ia sulit melepaskan kebiasaan selama 10 tahun? Atau terlanjur keenakan sehingga masih sulit untuk menerima kenyataan?
Padahal mestinya sebagai mantan presiden,  Susilo Bambang Yudhoyono bisa memanfaatkan fasilitas mewah yang diterima (haknya)  sebagai mantan presiden untuk mencari mobil mewah sendiri  yang milik pribadi. Bukan milik negara.  Bukankah selain rumah mewah sebagai seorang  mantan presiden juga mendapatkan hak uang pensiun setiap bulan  yang besarannya mencapai 30.240.000 per bulan. Uang pensiunan tersebut   tergolong yang tertinggi dibanding pejabat lainnya. Dan tentunya juga banyak fasilitas dan hak lainnya yang super keren yang diterimanya.

Mestinya tanpa mengunakan mobil milik Negara, Susilo Bambang Yudhoyono bisa mengunakan mobil pribadi super mewah  tanpa ngrecoki fasilitas Negara.  Sehingga mobil dinas tersebut bisa digunakan untuk keperluan Negara oleh presiden yang berhak mengunakannya.