Minggu, 30 April 2017

Alasan untuk Rekonsiliasi, Anies Larang Warga Buka Medsos

Versi hitung cepat sejumlah lembaga survey, Anies Baswedan-Sandiaga Uno memenangi Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.
Diakui atau tidak  salah satu faktor kemenangan tersebut berkat  strategi memanfaatkan media sosial  (media sosial). Artinya peran media sosial sangatlah besar mengantarkan kemenangan Anies. Tetapi saat ini,  setelah dinyatakan menang, Anies  Baswedan gerah dengan keberadaan medsos dan dengan entengnya  mengimbau agar warga DKI Jakarta menahan diri untuk tidak membuka media sosial selama beberapa hari agar proses rekonsiliasi usai Pilkada lekas berjalan.
"Jangan sampai ketegangan di media sosial menjadi ketegangan di luar. Enggak usah lihat timeline (lini masa) dulu deh dua hari tiga hari. Nanti juga akan tenang," kata Anies di Kota Bambu, Palmerah, Jakarta Barat (28/4/2017). https://tirto.id/anies-minta-warga-dki-tak-buka-medsos-demi-rekonsiliasi-cnEt



Seperti yang dinyatakan  mantan Mendikbud  yang tak genap bertugas 2 tahun ini, rekonsiliasi menjadi fokusnya bersama wakilnya, Sandiaga Uno setelah Pilkada DKI Jakarta. Menurut dia, rekonsiliasi itu penting untuk menyatukan kembali warga DKI Jakarta usai berpolemik keras selama Pilkada berlangsung.
Sudah menjadi rahasia umum, Pilkada DKI Jakarta telah membuat warga tercerai berai. Banyak pertemanan, persaudaraan menjadi retak, rusak dan  bubar gara-gara berbeda pandangan politik dan dukungan kepada calon gubernur dan wakilnya.  Ketegangan menjadi semakin meninggi manakala  terpicu dengan  dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan disambung dengan adanya  aksi bela islam yang jumlahnya  berjilid-jilid. Jika semula permusuhan dilakukan secara diam-diam, setelah aksi bela islam terjadi, permusuhan tidak bisa di sembunyikan lagi. Orang-orang yang masuk kelompok sumbu pendek dengan gampang mencaci, menghina dan mengkofar kafirkan sesama muslim hanya karena tidak  mau mendukung aksi bela islam yang tidak lebih dari upaya politisasi terhadap Ahok.

Gencarnya informasi dari media sosial yang banyak berisi black campaign turut memperuncing keadaan. Saban menit bahkan detik di media sosial beredar informasi yang kalau tidak cermat bisa membuat hati dan  kepala panas.  Kesalnya, tanpa mencari tahu lebih mendalam tentang kebenaran informasi yang di sampaikan, dengan gampangnya orang membagi info tersebut kepada orang lain. Tak ayal informasi yang belum tentu benar tersebut dengan mudanya tersebar ke segala penjuru dan di baca puluhan, ribuan,bahkan jutaan manusia.

Saya, meskipun bukan warga Jakarta ikut merasakan ketegangan dan permusuhan dari Pilkada DKI Jakarta tersebut. Bukan jauh-jauh, tidak hanya ‘dimusuhi’ teman tetapi juga saudara yang mendukung pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno. 


Efektifkah rekonsiliasi ala Anies Baswedan dengan puasa buka medsos?
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berupaya untuk melakukan rekonsiliasi warga Jakarta dengan bertemu langsung dengan Ahok dan Djarot. Kendati  keduanya sudah saling bertemu dan keduanya berkomitmen untuk menciptakan rekonsiliasi di Jakarta, tetapi nyatanya ketegangan  pendukung kedua belah pihak belum cukup  reda, salah satunya bisa dilihat dari media sosial.

Mungkin hal itulah yang mendasari Anies mengimbau warga Jakarta untuk tidak membuka medsos barang beberapa hari. Anies agaknya tahu persis jika ketegangan dan permusuhan yang terjadi  terutama di Jakarta salah satunya karena informasi di medsos yang luar biasa .  Diakui atau tidak salah satu faktor kemenangan Anies adalah berkat unggahan  video  pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang diedit oleh Buni Yani  dan sebarkan melalui medsos. Melalui medsos pula gegap gempita orang berduyun-duyun ke Jakarta untuk mencaci Ahok dengan tuduhan menistakan agama  dan meminta Ahok di hukum berat.  Jadi, diakui atau tidak, kemenangan Anies berkat media sosial yang gencar menuding Ahok bersalah dan Anies dengan mudah memanfaatkan momentum tersebut untuk mencapai kemenangannya.

Jika sekarang Anies meminta warga untuk berhenti melihat medsos beberapa hari saja untuk upaya proses rekonsiliasi, menurut saya  itu salah satu bentuk ketakutan Anies akan pengaruh medsos yang luar biasa.   Dari medsos Anies bisa mengalahkan Ahok, dari medsos pula Anies akan risi bila janji-janji  manis masa kampanyenya akan ditagih warga Jakarta. Dari medsos pula Anies jenggah melihat kenyataan warga sangat mencintai Ahok dan kehilangan sosoknya .

Jika Anies sekarang begitu mudahnya menghimbau warga untuk tidak menjamah medsos, kenapa  saat itu Anies diam saja saat melalui medsos pula orang mencaci Ahok? Kenapa Anies diam saja saat orang mengancam orang yang memilih Ahok jika meninggal  jenasahnya tidak akan disholatkan?  Kenapa Anies tidak bereaksi saat ada ajakan Tamsya Al-Maidah yang intimidatif terus menerus menteror warga Jakarta? 

Saya rasa himbauan Anies tersebut akan sulit di realisasikan oleh warga Jakarta. Dan rasanya tidak masuk akal  untuk mencapai  rekonsiliasi melalui puasa  membuka medsos dalam beberapa hari. Hemat saya, akan lebih mudah jika Anies memberikan himbauan, seruan, ajakan kepada para pendukungnya untuk tidak lagi rasis, untuk tidak lagi intimidatif , tidak lagi mengunakan agama sebagai  pembenaran kepentingan politik. Anies juga  harus memberikan himbauan para pendukungnya untuk tidak mengunakan masjid untuk ceramah politik, melarang pengikutnya mengkofar-kafirnya orang lain, mengajak pengikutnya untuk mensholatkan jenasah tetangganya yang mendukung Ahok.  Dengan upaya itu,  barangkali upaya untuk  rekonsiliasi yang diinginkan Anies akan lebih mudah terealisasi.**






Tidak ada komentar: