Diakui atau tidak salah satu faktor kemenangan tersebut berkat strategi memanfaatkan media sosial (media sosial). Artinya peran media sosial sangatlah besar mengantarkan kemenangan Anies. Tetapi saat ini, setelah dinyatakan menang, Anies Baswedan gerah dengan keberadaan medsos dan dengan entengnya mengimbau agar warga DKI Jakarta menahan diri untuk tidak membuka media sosial selama beberapa hari agar proses rekonsiliasi usai Pilkada lekas berjalan.
"Jangan sampai ketegangan di media sosial menjadi
ketegangan di luar. Enggak usah lihat timeline (lini masa) dulu deh dua hari
tiga hari. Nanti juga akan tenang," kata Anies di Kota Bambu, Palmerah,
Jakarta Barat (28/4/2017). https://tirto.id/anies-minta-warga-dki-tak-buka-medsos-demi-rekonsiliasi-cnEt
Seperti yang dinyatakan
mantan Mendikbud yang tak genap
bertugas 2 tahun ini, rekonsiliasi menjadi fokusnya bersama wakilnya, Sandiaga
Uno setelah Pilkada DKI Jakarta. Menurut dia, rekonsiliasi itu penting untuk
menyatukan kembali warga DKI Jakarta usai berpolemik keras selama Pilkada
berlangsung.
Sudah menjadi rahasia umum, Pilkada DKI Jakarta telah
membuat warga tercerai berai. Banyak pertemanan, persaudaraan menjadi retak,
rusak dan bubar gara-gara berbeda
pandangan politik dan dukungan kepada calon gubernur dan wakilnya. Ketegangan menjadi semakin meninggi
manakala terpicu dengan dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) dan disambung dengan adanya
aksi bela islam yang jumlahnya
berjilid-jilid. Jika semula permusuhan dilakukan secara diam-diam,
setelah aksi bela islam terjadi, permusuhan tidak bisa di sembunyikan lagi.
Orang-orang yang masuk kelompok sumbu pendek dengan gampang mencaci, menghina
dan mengkofar kafirkan sesama muslim hanya karena tidak mau mendukung aksi bela islam yang tidak
lebih dari upaya politisasi terhadap Ahok.
Gencarnya informasi dari media sosial yang banyak berisi black campaign turut memperuncing
keadaan. Saban menit bahkan detik di media sosial beredar informasi yang kalau
tidak cermat bisa membuat hati dan
kepala panas. Kesalnya, tanpa
mencari tahu lebih mendalam tentang kebenaran informasi yang di sampaikan,
dengan gampangnya orang membagi info tersebut kepada orang lain. Tak ayal informasi
yang belum tentu benar tersebut dengan mudanya tersebar ke segala penjuru dan
di baca puluhan, ribuan,bahkan jutaan manusia.
Saya, meskipun bukan warga Jakarta ikut merasakan ketegangan
dan permusuhan dari Pilkada DKI Jakarta tersebut. Bukan jauh-jauh, tidak hanya
‘dimusuhi’ teman tetapi juga saudara yang mendukung pasangan Anies Baswedan –
Sandiaga Uno.
Efektifkah rekonsiliasi ala Anies Baswedan dengan puasa buka
medsos?
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berupaya untuk melakukan
rekonsiliasi warga Jakarta dengan bertemu langsung dengan Ahok dan Djarot.
Kendati keduanya sudah saling bertemu
dan keduanya berkomitmen untuk menciptakan rekonsiliasi di Jakarta, tetapi
nyatanya ketegangan pendukung kedua
belah pihak belum cukup reda, salah
satunya bisa dilihat dari media sosial.
Mungkin hal itulah yang mendasari Anies mengimbau warga
Jakarta untuk tidak membuka medsos barang beberapa hari. Anies agaknya tahu
persis jika ketegangan dan permusuhan yang terjadi terutama di Jakarta salah satunya karena
informasi di medsos yang luar biasa .
Diakui atau tidak salah satu faktor kemenangan Anies adalah berkat
unggahan video pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang diedit
oleh Buni Yani dan sebarkan melalui
medsos. Melalui medsos pula gegap gempita orang berduyun-duyun ke Jakarta untuk
mencaci Ahok dengan tuduhan menistakan agama
dan meminta Ahok di hukum berat.
Jadi, diakui atau tidak, kemenangan Anies berkat media sosial yang
gencar menuding Ahok bersalah dan Anies dengan mudah memanfaatkan momentum
tersebut untuk mencapai kemenangannya.
Jika sekarang Anies meminta warga untuk berhenti melihat
medsos beberapa hari saja untuk upaya proses rekonsiliasi, menurut saya itu salah satu bentuk ketakutan Anies akan
pengaruh medsos yang luar biasa. Dari
medsos Anies bisa mengalahkan Ahok, dari medsos pula Anies akan risi bila
janji-janji manis masa kampanyenya akan
ditagih warga Jakarta. Dari medsos pula Anies jenggah melihat kenyataan warga
sangat mencintai Ahok dan kehilangan sosoknya .
Jika Anies sekarang begitu mudahnya menghimbau warga untuk
tidak menjamah medsos, kenapa saat itu
Anies diam saja saat melalui medsos pula orang mencaci Ahok? Kenapa Anies diam
saja saat orang mengancam orang yang memilih Ahok jika meninggal jenasahnya tidak akan disholatkan? Kenapa Anies tidak bereaksi saat ada ajakan
Tamsya Al-Maidah yang intimidatif terus menerus menteror warga Jakarta?
Saya rasa himbauan Anies tersebut akan sulit di realisasikan
oleh warga Jakarta. Dan rasanya tidak masuk akal untuk mencapai rekonsiliasi melalui puasa membuka medsos dalam beberapa hari. Hemat
saya, akan lebih mudah jika Anies memberikan himbauan, seruan, ajakan kepada
para pendukungnya untuk tidak lagi rasis, untuk tidak lagi intimidatif , tidak
lagi mengunakan agama sebagai pembenaran
kepentingan politik. Anies juga harus memberikan
himbauan para pendukungnya untuk tidak mengunakan masjid untuk ceramah politik,
melarang pengikutnya mengkofar-kafirnya orang lain, mengajak pengikutnya untuk
mensholatkan jenasah tetangganya yang mendukung Ahok. Dengan upaya itu, barangkali upaya untuk rekonsiliasi yang diinginkan Anies akan lebih
mudah terealisasi.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar