Sepandai -pandainya orang menyimpan
bangkai ,maka akan tercium baunya juga . Sepintar -pintarnya tupai
melompat ,maka ia akan terjatuh juga. Begitulah kiranya pepatah yang
tepat untuk gambaran orang-orang licik yang selama ini melempar batu
sembunyi tangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Yang berteriak untuk
menurunkan spanduk ajakan untuk tidak mensholatkan jenasah yang memilih
Ahok, bahkan yang berteriak seolah-olah ia benar dan menuduh isu SARA
dimainkan oleh kelompok Ahok untuk menyerang lawan.
Serapat apapun menyembunyikan kebusukan,
suatu saat akan terbongkar juga. Dan hal itu agaknya mulai terkuak ,
setelah beredarnya video viral Eep Saefulloh Fatah, yang secara
mengejutkan dan terang-terangan menyebut masjid sebagai tempat kampanye
untuk meraih kemenangan politik. (tentunya kemenangan Anies Baswedan-
Sandiaga Uno). Eep Saefulloh Fatah disebut-sebut berposisi sebagai
konsultan politik pasangan Anies-Sandi yang diusung Partai Gerindra dan
Partai Keadilan Sejahtera(PKS) .
Dalam ceramahnya, Eep menyampaikan contoh
kemenangan Partai FIS/Partai Front Keselamatan Islam (al-jabhah
al-islamiyah lil-inqadh) di Aljazair yang telah berhasil memenangkan
pemilu dengan mengunakan masjid sebagai alat politisasi. Atas
kemenangan tersebut, Eep agaknya ingin menerapkan strategi yang sama
untuk mengalahkan pasangan Ahok-Djarot.
foto : viva,co.id |
Eep menyatakan bahwa kemenangan Partai
FIS pada pemilu di Al-Jazair karena memanfaatkan dan menjadikan masjid
yang mestinya untuk beribadah tetapi juga digunakan sebagai alat
propaganda politik. Kemenangan itu tentu saja mengejutkan karena
Partai FIS bukan partai dengan jaringan yang kuat, tidak ada tokoh-tokoh
berpengaruh yang tersebar di berbagai daerah, dan pendanaannya pun
biasa-biasa saja.
Masih menurut Eep, Partai FIS mengunakan
jaringan masjid seperti khotib, ulama, ustadz yang mengisi kegiatan di
masjid , untuk ikut berpolitik, tidak hanya menyerukan ketakwaan tetapi
juga seruan politik. Seruan politik dilakukan secara massif, terus
menerus sampai hari pencoblosan.
Dalam penelusuran saya, FIS termasuk
partai baru yang yang berdiri tahun 1989 atas desakan masyarakat yang
mayoritas Muslim. Disebutkan bahwa masyarakat kecewa sebab satu-satunya
partai yang dibentuk pada masa Presiden Boumedienne yakni FLN yang
berasaskan sekular gagal mewujudkan kemajuan. Sebagai parpol Islam, FIS
kemudian mengangkat isu seputar Islam dengan menyodorkan
program-program yang memikat simpati masyarakat Aljazair seperti ekonomi
kerakyatan, mendukung terwujudnya kehidupan yang lebih Islami,
demokratisasi, dan pemerintahan yang lebih dekat kepada Daulah Islam
dibanding Barat.
Intinya, dengan inspirasi kemenangan
Partai FIS mengunakan masjid sebagai alat politik, konsultan Anies
–Sandiaga tersebut menerapkan strategi yang sama.
Kenapa konsultan politik tersebut menempuh cara kotor ?
Mohon maaf jika saya menilai cara untuk
memenangkan Anies-Sandi dengan mengunakan masjid sebagai alat propaganda
politik adalah cara yang kotor. Mengunakan isu Sara adalah cara yang
tidak sehat dan kemunduran dalam demokrasi di Indonesia yang terdiri
dari beragam suku, agama, ras, golongan, adat istiadat, budaya. Selama
ini isu Sara sedapat mungkin selalu dihindarkan untuk meraih
kemenangan politik tetapi justru isu Sara kembali hadir dan dalam
Pilkada DKI Jakarta 2017.
Dalam beberapa bulan jelang Pilkada DKI
Jakarta, suhu politik memanas, pertentangan antar agama, kecurigaan umat
seagama muncul di permukaan tanpa bisa di bendung lagi. Bahkan antar
teman, keluarga pun tak jarang yang saling bermusuhan hanya karena
berbeda pandangan politik. Pilkada Jakarta memberikan dampak psikologis
yang luar biasa dan salah satu pemicunya adalah isu agama yang segaja
dihembuskan pihak-pihak tertentu.
Kenapa Eep melakukan cara seperti itu?
Dugaan saya, Eep menyadari betapa sulitnya untuk mengalahkan Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot dalam Pilkada Jakarta. Seorang Eep yang di
konon sebut-sebut menjadi konsultan politik, dan pernah menjadi
konsultan politik dan orang di balik kemenangan Jokowi – Ahok dalam
Pilkada DKI tahun 2012 lalu, tentunya ingin menorehkan catatan gemilang
jika kali ini ia juga berhasil memenangkan pasangan Anies-Sandi. Pakar
politik lulusan Universitas Indonesia yang di sebut juga menjadi orang
di balik kemenangan pasangan Aher dan Deddy Mizwar dalam Pilgub Jabar
ini ingin terus meraih kemenangan, ingin mempunyai prestasi cemerlang
sebagai konsultan politik yang selalu berhasil memenangkan orang yang
didukungnya. Ia juga mengaku sebagai konsultan politik Jokowi-JK dalam
Pilpres lalu.
CEO PolMark Indonesia dan Suami dari
Sandrina Malakiano ini mengetahui kapasitas Anies-Sandi tidak cukup
memadai untuk menjadi penantang Ahok-Djarot. Kalau bicara program,
program yang sudah dikerjakan Ahok-Djarot terbukti sudah bermanfaat
bagi warga jakarta, mampu merubah Jakarta menjadi lebih baik dan maju.
Sementara program yang akan dilakukan ke depan juga sudah terencana
dengan baik dan tinggal melanjutkan manakala Ahok –Djarot terpilih
kembali memimpin Jakarta.
Singkatnya, menantang Ahok-Djarot dengan
adu program jelas langkah yang tidak tepat, dan tidak mungkin untuk
mengungguli pasangan petahana tersebut. Untuk itu satu-satunya cara
hanya dengan mengembuskan isu Sara yang kemungkinan besar akan mampu
mengoyang Ahok yang dobel minoritas.
Eep sebagai seorang pakar poltik yang
sudah malang melintang menjadi konsultan politik tahu betul bahwa
mengunakan isu Sara itu tidak fair dan menciderai demokrasi. Tetapi
dengan sadar telah mengunakan Sara untuk kepentingan pribadinya. Demi
ambisi untuk mencatat kemenangan demi kemenangan orang-orang yang
mengunakan jasanya, ia telah membuat demokrasi kehilangan akal sehatnya.
Barangkali, kebelet ingin selalu
menorehkan kemenangan itulah yang membuat Eep kehilangan kontrol pribadi
, ‘kewarasan’ sehingga rela mendorong politisasi isu Sara pada Pilkada
DKI Jakarta. **
(4 April 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar