Selasa, 20 September 2016

BPJS, Dengan Gotong Royong Semua Tertolong

"Sehat itu mahal",  "orang  miskin dilarang sakit", "jangan sakit kalau tidak punya uang".
Begitu kira-kira ungkapan teman-teman saya sambil berseloroh. Yang intinya kalau tidak punya uang jangan sampai jatuh sakit karena biaya pengobatan mahal bahkan tidak terjangkau orang miskin.


Ungkapan tersebut bukan tanpa dasar, karena memang sudah bukan rahasia lagi jika biaya berobat itu mahal. Banyak pengalaman orang-orang miskin yang terpaksa tidak bisa menikmati layanan kesehatan terutama di Rumah Sakit karena tidak mampu membayar biaya pengobatan. Bukan rahasia juga  kalau orang miskin yang  seharusnya  opname di Rumah Sakit tidak jadi karena tidak bisa membayar yang muka atau uang panjer. Tapi itu dulu, sebelum tahun 2014.

Sejak tahun 2014 lalu,  masyarakat miskin tidak lagi dilanda kegundahan manakala sakit. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi rakyatnya  pemerintah menyelenggarakan  Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), salah satunya adalah jaminan kesehatan yang diperuntukkan bagi seluruh penduduk Indonesia.
Program Jaminan Kesehatan tersebut lebih dikenal dengan nama Jaminan Kesehatan Nasional  (JKN)  yang mulai diberlakukan sejak tahun 2014. JKN yaitu  jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar oleh Pemerintah.   JKN diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan  sesuai UU No. 24 Tahun 2011, yang merupakan Badan Hukum Publik bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

 Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar yaitu pada Pasal 28 H Ayat 3 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan perkembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat" dan pada Pasal 34 Ayat 2 yang berbunyi "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memperdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", maka BPJS Kesehatan hadir.  Dua amanat UUD ini lah  yang menjadi landasan BPJS Kesehatan memberikan layanan kesehatan secara optimal kepada  seluruh masyarakat Indonesia.

Dengan gotong royong semua tertolong              
Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004 dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Pemerintah menetapkan prinsip gotong-royong demi Indonesia yang lebih sehat. Prinsip kegotongroyongan ini merupakan  salah satu  dari  9 prinsip yang berlaku dalam SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)seperti yang tertuang dalam UU No. 40 tahun 2004 pasal 4.
Kegotong-royongan   adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau tingkat penghasilannya. Artinya ada semacam subsisi dari warga Negara yang mampu kepada warga Negara yang kurang mampu.  Peserta yang  berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, peserta yang sehat membantu yang sakit.  Peserta yang mampu/ kaya membantu peserta si warga miskin yang tidak mampu membayar biaya beribat. Hal tersebut tidak lepas dari keinginan  untuk menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain JKN, ada lagi program  Kartu indonesia Sehat (KIS).  KIS  ini merupakan program jaminan kesehatan yang menjadi unggulan Presiden Joko Widodo pasca di lantik lalu.  Terkadang masih ada yang  binggung dengan KIS.  Padahal KIS adalah program yang terintegrasi dengan JKN, sistem yang digunakan untuk pelayanan kesehatan KIS sama dengan peserta JKN lainnya. Jadi setiap masyarakat dapat menggunakannya sesuai peraturan, namun memang nama kartunya saja yang berbeda yaitu Kartu Indonesia Sehat.  KIS merupakan perluasan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang di jalankan oleh BPJS kesehatan.

Untuk itu, demi  membangun dan mewujudkan Indonesia  yang lebih sehat, seluruh penduduk Indonesia diharapkan dapat aktif bergotong royong mewujudkan program JKN-KIS.
Gotong royong diperlukan agar pelayanan akesehatan bisa menjangkau seluruh warga Negara  di seluruh Indonesia.  Sehingga konsekwensi dari gotong royong tersebut adanya kenaikan iuran JKN  sejak 1 April 2016.  Kenaikan iuran  tersebut mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Fokus gotong royong , adalah sebagai berikut:
Pertama, BPJS Kesehatan bergotong royong dalam hal subsidi silang untuk pembiayaan . Digunakan untuk pelayanan kesehatan peserta JKN-KIS yang sakit. Semua peserta membayar iuran setiap bulan, tidak hanya peserta ayanag sakit tetapi juga peserta yang sehat. Prinsipnya sehat atau sakit semua peserta harus membayar iuran rutin.  Seperti sistim subsidi silang pada umumnya, di sini subsidi silang juga digunakan untuk membantu membiayai peserta yang sakit dalam kategori berat misalnya operasi/bedah. Kalau di hitung , iuran peserta yang sedang mengalamai operasi/bedah  tidak akan mencukupi untuk membayar biaya operasi dan pengobatan. Tetapi dengan subsidi dari peserta lainnya yang sehat, biaya pengobatan operasi tersebut bisa dicukupi.  
 “Dengan prinsip gotong royong yang diusung BPJS Kesehatan, pembiayaan pengobatan untuk membantu mereka yang sakit berasal dari peserta lainnya yang sehat,” papar Irfan Humaidi, Kepala Departemen Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan(Femina.co.id)

Iuran rutin menjadi kunci keberhasilan prinsip gotong royong dalam JKN ini. Karena dengan iuran dari peserta jelas ada anggaran yang bisa digunakan untuk membiayai peserta JKN-KIS yang sakit. Ilustrasinya sederhana, apabila dalam satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan tiga anak mengambil premi terendah/kelas III, sebulan membayar Rp 25.500 x 5 = Rp 127.500.  Jika satu keluarga saja Rp 127.500 maka jika dikalikan satu juta jiwa jumlahnya sudah luar biasa. Itu belum jika keluarga mengambil premi kelas II @ Rp 51.000 atau kelas I @ Rp 80.000. Hitung-hitungan sederhana BPJS Kesehatan, satu pasien Demam Berdarah Degau (DBD) bisa dibiayai oleh 80 peserta BPJS Kesehatan. Sementara satu pasien persalinan cesar bisa ditanggung dari iuaran 135 peserta BPJS Kesehatan. Maka  tak berlebihan jika iuran rutin sebagai kunci  keberhasilan gotong royong tersebut.

Kedua, BPJS Kesehatan bergotong royong dalam hal peran dan partisipasi aktif  seluruh pihak dalam mendukung program JKN-KIS. Peran aktif dari multi stakeholder seperti masyarakat, rumah sakit, tenaga media, pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, badan usaha , pengelola klinik swasta, dll. Diharapkan seluruh pihak peduli dan ikut berperan serta dalam mendukung program JKN-KIS sehingga tujuan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia bisa tercapai.

Kelebihan Sistim Gotong Royong
Adapun kelebihan dengan  prinsip gotong- royong ini adalah

Pertama, rakyat Indonesia sudah terbiasa dengan pola gotong royong, saling bahu membahu, membantu warga lain yang kurang dengan ikhlas. Masyarakat telah membuktikan manfaat dari gotong royong yang memudahkan dan sangat membantu warga yang kurang mampu. Kebiasaan gotong royong yang telah mendarah daging tersebut akan mempermudah penerapan sistim gotong royong dalam penyelenggaraan JKN-KIS. Masyarakat tidak akan terbebani karena bukan pola yang baru, sehingga pola gotong royong dalam JKN-KIS  mudah diterima .

Kedua, budaya gotong royong sebagai   perwujudan nyata dari semangat persatuan masyarakat Indonesia. Besarnya jumlah penduduk Indonesia  adalahmodal besar yang bisa dimanfaatkan untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan. Peserta JKN-KIS yang besar membantu menjadi cerminan persatuan yang kokoh demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.

Ketiga, gotong royong mampu mendorong  kehidupan manusia Indonesia lebih berdaya dan sejahtera. Salah satu keberhasilan pola gotong royong adalah mampu  menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan bersama secara mudah dan murah.  Masalah yang berat menjadi ringan, masalah yang sulit menjadi mudah. Demikian juga dengan gotong royong dalam  JKN-KIS .

Si Miskin Tidak Perlu Takut Sakit Lagi
Sejak pelaksanaan program JKN, warga miskin (Si Miskin) yang paling  merasakan manfaatnya. Jika selama ini  ‘Orang Miskin Di larang Sakit’ karena tidak bisa membayar biaya pengobatan, maka  dengan JKN-KIS  biaya tidak perlu dirisaukan lagi. Pemerintah memberikan jaminan kesehatan bagi warga yang miskin yang tidak mampu membayar  premi  JKN. 

Selaras dengan penelitian Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), selama 2014, JKN menyumbang Rp 18,6 triliun bagi ekonomi Indonesia. Jumlah itu berasal dari peningkatan layanan kesehatan Rp 4,4 triliun, kenaikan pendapatan industri farmasi Rp 1,7 triliun, penambahan lapangan kerja sektor kesehatan Rp 4,2 triliun, dan pembangunan rumah sakit Rp 8,36 triliun. Pemberian bantuan iuran kepada warga miskin, walau belum semuanya, juga mengurangi tingkat kemiskinan. Negara menanggung biaya kesehatan sebagian warga miskin yang sebelumnya tak memiliki jaminan pembiayaan sama sekali. (kompas.com). Anggaran yang digunakan warga miskin juga salah satunya berasal dari iuran peserta JKN-KIS  secara gotong royong. Kedepan  diharapkan  dengan  gotong royong tersebut mampu membangun Indonesia yang lebih sehat . **

_September 2016_

Tidak ada komentar: