Jokowi, Keberhasilan Menata Pedagang Kaki Lima(PKL) di Solo
Jokowi, Walikota Solo yang tersohor dan terkenal dekat dengan wong cilik, mempunyai kemampuan khusus dalam menata Pedagang Kaki Lima (PKL). Kenapa saya sebut mempunyai keahlian khusus? Karena setahu saya jarang sekali bahkan tidak ada pemimpin daerah (walikota/bupati) yang mampu menata PKL dengan cara santun, damai dan jauh dari kekerasan. PKL menjadi salah satu masalah yang biasanya di temui terutama di perkotaan. Meski mampu membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dan berimpilkasi mengurangi pengangguran, tetapi terkadang keberadaan PKL menjadi masalah bagi masyarakat kota lainnya. Seperti menempati ruang publik (trotoar, taman kota, dll), terkadang menimbulkan masalah kebersihan/ sampah, dll.
Istilah pedagang kaki lima(PKL) terkait dengan sebuah istilah yang berkembang di Perancis, yaitu trotoir (baca: trotoar). Sepanjang jalan raya di Perancis berderet bangunan bertingkat. Pada lantai paling bawah biasanya disediakan ruang untuk pejalan kaki (trotoir) selebar 5 kaki (5 kaki/feet setara dengan 1,5 meter). Pada perkembangan berikutnya, para pedagang informal menempati trotoar tersebut, sehingga muncul istilah Pedagang Lima Kaki(PKL). Di Indonesia lebih dikenal dengan singkatan PKL
Bagaimana Jokowi/ Rudy menata PKL?
Setelah terpilih pada Pilkada Kota Solo pada tahun 2005 lalu, pasangan walikota, Joko Widodo dan wakil walikota (wawali), FX Hadi Rudyatmo mempunyai beberapa program prioritas. Salah satunya adalah program penataan PKL. Pada dasarnya, Walikota dan Wawali ingin mengembalikan kota Solo yang bersih, sehat, rapi dan indah (Berseri) seperti dahulu kala. Kebijakan penataan dan pembinaan PKL bukanlah untuk mematikan PKL karena disadari bahwa PKL merupakan bagian integral perekonomian suatu daerah. Penataan dilakukan justru untuk memberikan kepastian usaha kepada para PKL, sehingga diharapkan bisa mengembangkan ekonomi kerakyatan. Sejalan dengan penataan PKL, ruang publik juga dapat dikembalikan keperuntukannya semula sehingga tata ruang kota yang harmonis dapat mewujudkan.
Konsep penataan PKL di Kota Solo, secara garis besar dilakukan dengan dua strategi, yaitu membuat kawasan PKL dan kantong-kantong PKL. Untuk mencapai strategi tersebut, cara-cara yang dilakukan oleh Pemkot adalah sebagai berikut:
- Relokasi; kegiatan ini dilakukan bila tidak tersedia lahan di lokasi dan jumlah PKL banyak.
- Selter knock down; PKL akan dibangunkan selter jika di lokasi masih tersedia lahan.
- Tenda; dilakukan pada wilayah yang lahannya tersedia dan PKL hanya melakukan aktivitas pada malam hari.
- Gerobak; pemberian gerobak dilakukan pada wilayah yang lahannya tidak tersedia untuk selter dan tenda. Gerobak lebih bersifat mobile, bisa dipindah-pindah setiap saat.
- Penertiban; sebagai langkah terakhir jika PKL tetap membandel tidak mau mengikuti program penataan Pemkot.
Program Penataan PKL Terbesar
Relokasi PKL klithikan (barang bekas) sebanyak 989 PKL tahun 2006 dari lapangan Banjarsari ke bangunan pasar klithikan Notoharjo yang megah dan permanen, dilengkapi upacara ”boyongan” dengan prosesi kirab budaya, menunjukkan pendekatan yang humanis dalam penataan PKL. Keberhasilan ini layak dijadikan contoh baik bagi penataan PKL di kota lainnya. Walikota terdahulu tak mampu menaklukan PKL Banjarsari, tetapi Jokowi mampu melakukan dengan berbagai startegi yang dia lakukan salah satunya melalui pendekatan dengan mengajak leader PKL untuk makan bersama paling tidak sebanyak 54 kali. Gaya Nguwongke Uwong (memanusiakan manusia) terbukti mampu dan sangat manjur untuk diterapkan.
Setelah relokasi PKL Banjarsari dilaksanakan, PKL di ruas jalan lainnya juga di tata sedemikian rupa sehingga mampu membuat wajah kota yang lain daripada sebelumnya dan yang pasti tidak merugikan warga kota lainnya. Komitmen menata PKL ditindaklanjuti dengan memfasilitasi sarana dan prasaran untuk PKL misalnya dengan pembangunan selter-selter permanen di Kompleks Gelora Manahan dan Kleco, tendanisasi dan grobakisasi PKL di Jl. Slamet Riyadi serta berbagai program lainnya melengkapi upaya penataan PKL dengan pendekatan pemberdayaan melalui fasilitasi bangunan/tempat berdagang.
Semoga pengalaman dan prestasi baik di Kota Solo terutama dalam menata PKL ini mampu diterapkan Jokowi seandainya nanti terpilih menjadi DKI 1, semoga.(04.04.2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar