Pembatasan BBM untuk masyarakat
Mulai Mei nanti , pemerintah berencana untuk mengeluarkan aturan larangan mobil dengan cc tertentu untuk membeli bensin premium. Artinya akan ada pembatasan pemakaian BBM, bagi BBM yang bersubsidi khusu untuk masyarakat yang kurang mampu. Sementara BBM non subsidi diperuntukan bagi masyarakat yang lebih mampu. Dirjen Migas Evita Legowo mengatakan pemerintah akan mengeluarkan aturan larangan pembelian bensin subsidi atau premium. Salah satu opsinya adalah pelarangan pembelian premium untuk mobil dengan cc tertentu. Aturan akan dikeluarkan April ini dan akan efektif Mei 2012 di Jawa-Bali.
Saya tidak tahu persis, apakah kebijakan tersebut akan cukup efektif jika di terapkan? Apakah kriteria masyarakat mampu cukup hanya dikategorikan jika mempunyai mobil dengan cc tertentu itu memang pas? Apakah benar kriteria masyarakat yang kurang mampu bisa di tandai dengan kepemilikan motor? Jika memang hal tersebut pas, bagaimana tehnisnya (untuk penerapannya nanti) ? Apakah tidak cukup merepotkan petugas SPBU?
Wakil Direktur ReformMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, rencana pemerintah soal pembatasan konsumsi BBM subsidi tersebut bakal sulit dilaksanakan di lapangan.
"Kalau dibatasi berdasarkan cc mobil, maka bakal berat. Karena tidak semua mobil ada kode cc di luarnya. Kalau harus cek STNK bakal macet dan antre panjang di SPBU," ujar Komaidi kepada detikFinance, Kamis (12/4/2012).
Jika aturan pembatasan konsumsi BBM ini tidak terlalu mengikat, maka akan banyak distorsi dalam pelaksanaan aturan tersebut.
"Dikhawatirkan mobil yang dilarang bisa berantem dengan petugas SPBU. Kita punya 5.000 SPBU, kalau mau diawasi apakah malam-malam akan standby terus? Kebijakan model begitu tidak efektif," tegas Komaidi. Komaidi juga mengatakan, soal pembatasan konsumsi BBM berdasarkan cc kendaraan ini pernah dikaji oleh ReforMiner Institute sejak 2010 lalu. "Hasil kajian saat itu adalah, mobil berkapasitas 1.500 cc ke bawah mengkonsumsi BBM subsidi 8 juta kiloliter (KL) per tahun. Mobil 1.500-2.500 cc mengkonsumsi 3 juta KL, dan mobil di atas 2.500 mengkonsumsi BBM 85 ribu KL," jelasnya. Jadi jika mobil berkapasitas 1.500 cc ke atas dilarang pakai bensin premium, maka yang akan dihemat adalah 3 juta KL BBM. Nilai penghematannya tinggal dikalikan subsidi Rp 4.000 per liter bisa sekitarRp12triliun.
Bagi saya, tentunya maksud baik pemerintah itu patut di apresiasi. Tetapi mestinya ada kriteria yang lebih jelas dan pasti tentang kriteria masyarakat mampu dengan kurang mampu. Setahu saya, banyak juga golongan orang kaya yang memiliki lebih dari 1 mobil yang tidak semua di atas cc tertentu (kabarnya mobil di atas 1300 cc yang akan dilarang mengunakan BBM bersubsidi). Mereka mempunyai mobil yang biasa di pakai anak sekolah, pembantu ke pasar dengan cc yang masih akan di subsidi. Artinya orang kaya juga masih akan menikmati BBM bersubsidi bukan? Belum lagi jika mereka juga mempunyai motor (yang pasti di subsidi). Kemudian, secara tehnis di lapangan, apakah bisa di kontrol benar dan bisa dipercaya kalau petugas SPBU nanti hanya akan melayani BBM bersubsidi untuk mobil yang patut mendapat subsidi? Kenapa saya pesimis, ya karena melihat budaya, kebiasaan masyarakat kita yang belum banyak kesadaran akan ‘ hak orang lain’. Bisa dan mungkin sekali terjadi kongkalingkong/kerjasama antara petugas SPBU dengan pemilik mobil. Misalnya petugas di beri sogokan uang dalam jumlah tertentu sehingga bisa mengambil BBM bersubsidi. Atau petugasnya tetap disiplin dengan aturan, tetapi pemilik mobil ngotot? Gimana coba? Hal-hal seperti itu barangkali yang perlu di pikirkan ulang tehnis pelaksanannya sehingga tidak menyulitkan masyarakat/ petugas SPBU.Apakah dengan diminimalisir dengan pemasangan kamera CCTV, pengadaan kontrol rutin dari pemerintah dll.
Wakil Direktur ReformMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, rencana pemerintah soal pembatasan konsumsi BBM subsidi tersebut bakal sulit dilaksanakan di lapangan.
"Kalau dibatasi berdasarkan cc mobil, maka bakal berat. Karena tidak semua mobil ada kode cc di luarnya. Kalau harus cek STNK bakal macet dan antre panjang di SPBU," ujar Komaidi kepada detikFinance, Kamis (12/4/2012).
Jika aturan pembatasan konsumsi BBM ini tidak terlalu mengikat, maka akan banyak distorsi dalam pelaksanaan aturan tersebut.
"Dikhawatirkan mobil yang dilarang bisa berantem dengan petugas SPBU. Kita punya 5.000 SPBU, kalau mau diawasi apakah malam-malam akan standby terus? Kebijakan model begitu tidak efektif," tegas Komaidi. Komaidi juga mengatakan, soal pembatasan konsumsi BBM berdasarkan cc kendaraan ini pernah dikaji oleh ReforMiner Institute sejak 2010 lalu. "Hasil kajian saat itu adalah, mobil berkapasitas 1.500 cc ke bawah mengkonsumsi BBM subsidi 8 juta kiloliter (KL) per tahun. Mobil 1.500-2.500 cc mengkonsumsi 3 juta KL, dan mobil di atas 2.500 mengkonsumsi BBM 85 ribu KL," jelasnya. Jadi jika mobil berkapasitas 1.500 cc ke atas dilarang pakai bensin premium, maka yang akan dihemat adalah 3 juta KL BBM. Nilai penghematannya tinggal dikalikan subsidi Rp 4.000 per liter bisa sekitarRp12triliun.
Bagi saya, tentunya maksud baik pemerintah itu patut di apresiasi. Tetapi mestinya ada kriteria yang lebih jelas dan pasti tentang kriteria masyarakat mampu dengan kurang mampu. Setahu saya, banyak juga golongan orang kaya yang memiliki lebih dari 1 mobil yang tidak semua di atas cc tertentu (kabarnya mobil di atas 1300 cc yang akan dilarang mengunakan BBM bersubsidi). Mereka mempunyai mobil yang biasa di pakai anak sekolah, pembantu ke pasar dengan cc yang masih akan di subsidi. Artinya orang kaya juga masih akan menikmati BBM bersubsidi bukan? Belum lagi jika mereka juga mempunyai motor (yang pasti di subsidi). Kemudian, secara tehnis di lapangan, apakah bisa di kontrol benar dan bisa dipercaya kalau petugas SPBU nanti hanya akan melayani BBM bersubsidi untuk mobil yang patut mendapat subsidi? Kenapa saya pesimis, ya karena melihat budaya, kebiasaan masyarakat kita yang belum banyak kesadaran akan ‘ hak orang lain’. Bisa dan mungkin sekali terjadi kongkalingkong/kerjasama antara petugas SPBU dengan pemilik mobil. Misalnya petugas di beri sogokan uang dalam jumlah tertentu sehingga bisa mengambil BBM bersubsidi. Atau petugasnya tetap disiplin dengan aturan, tetapi pemilik mobil ngotot? Gimana coba? Hal-hal seperti itu barangkali yang perlu di pikirkan ulang tehnis pelaksanannya sehingga tidak menyulitkan masyarakat/ petugas SPBU.Apakah dengan diminimalisir dengan pemasangan kamera CCTV, pengadaan kontrol rutin dari pemerintah dll.
Yang jelas, lebih baik sebelum pelaksanaan kebijakan tersebut, perlu dipikirkan lebih matang sehingga dalam pelaksanaan nya nanti tidak banyak menemui kendala, semoga.(16.4.2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar