Kemiskinan
masih menjadi permasalahan besar yang
dihadapi bangsa Indonesia. Dari data yang ada dalam tahun-tahun belakangan
ini, angka kemiskinan menunjukkan data yang fluktuatif. Artinya pada satu periode
kita berhasil menurunkan angka kemiskinan, tapi pada periode lain angka itu
justru naik. BPS mencatat,
selama tiga tahun terakhir, jumlah penduduk hampir miskin terus bertambah
secara konsisten. Pada tahun 2009, jumlah penduduk hampir miskin berjumlah
20,66 juta jiwa atau sikitar 8,99 persen dari total penduduk Indonesia. Pada
tahun 2010, jumlahnya bertambah menjadi 22,9 juta jiwa atau 9,88 persen dari
total penduduk Indonesia. Dan tahun ini, jumlah penduduk hampir miskin telah
mencapai 27,12 juta jiwa atau sekitar 10,28 persen.
Penduduk
miskin menjadi salah satu masalah sosial yang harus di
selesaikan. Terlebih dikota-kota salah satunya di kota Solo, jumlah penduduk
miskin masih menjadi masalah serius yang harus di carikan solusinya. Menurut
data BPS, jumlah penduduk miskin di Solo
tahun 2006 sebesar 15,21% dan turun pada tahun berikutnya sebesar 13,69% tetapi
tahun 2008 jumlah penduduk miskin naik sekitar 2,5% menjadi 16,13% dan turun
pada tahun 2010 menjadi 13,98%.
Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan
pemerintah tersebut terus di upayakan dengan berbagai program yang diluncurkan.
Program IDT (Inpres Desa tertinggal), program P3DT untuk mendukung dan menyempurnakan program
IDT, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), kemudian raskin, program PKPS BBM, Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), Askeskin, bantuan infrastruktur pedesaan, bantuan desa miskin,
Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri, dll. Sementara di
perkotaan ada Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) berbarengan
dengan PPK. Secara paralel di kembangkan pula PARUL (Poverty alleviation
through Rural Urban Linkage), sebuah program penanggulangan kemiskinan dalam
dimensi pembangunan ekonomi yaitu program pembangunan kawasan desa kota
terpadu. Pada saat itu pemerintah juga mempunyai program pemberdayaan sosial
ekonomi masyarakat(PSEM) sebagai program yang mendorong kemampuan ekonomi dan
desentralisasi. Pemerintah masih mengulirkan program pemberdayaan daerah dalam
mengatasi dampak krisis ekonomi (PDMDKE) sebagai upaya mengatasi dampak krisis
ekonomi.
Sederat
program yang sudah dilakukan pemerintah belum cukup signifikan dampaknya dalam
penurunan kemiskinan. Meskipun
pemerintah sudah mengupayakan program pengentasan kemiskinan, tetapi belum cukup nampak
terlihat dampaknya. Belum terlihat program tersebut berdampak pada
penguatan kapasitas masyarakat lokal untuk membangun kemandirian ekonomi.
Mendorong BUMM
Pemerintah
mestinya belajar dari pengalaman
berbagai program pengentasan kemiskinan yang belum seperti yang diharapkan ketika peluncuran
program. Apakah tindakan tepat jika program yang pernah ada belum maximal hasilnya kemudian di susul dengan
program yang juga tidak maximal hasilnya?
Upaya
alternatif untuk mengurangi kemiskinan
dengan membangun kemandirian ekonomi terlihat ketika pemerintah
mengembangkan potensi ekonomi di pedesaan yang di tuangkan dalam regulasi UU No 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah pasal 213 ayat
(1) menyebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai
dengan kebutuhan dan potensi desa”. Maksud dari anjuran pemerintah ini adalah
di harapkan masyarakat dan pemerintah
desa mendirikan suatu unit usaha ekonomi sesuai dengan kebutuhannya dan
berdasarkan potensi desa yang dimiliki. BUMDes merupakan suatu unit usaha
ekonomi di pedesaan yang dimiliki
masyarakat sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi melalui usaha yang berorientasi
mencari keuntungan . Pendirian BUMDes ini antara lain ditujukan untuk pemenuhan
kesejahteraan masyarakat desa. BUMDEs merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi
lokal dengan berbagai ragam potensi. BUMDes ini bisa mendorong penguatan ekonomi melalui kemandirin
masyarakat lokal dengan mengedepankan potensi yang ada.
Saat ini
sebagaian desa sudah mempunyai
BUMDes untuk menuju pemenuhan
kesejahteraan masyarakat desa, lantas
bagaimana di kota?
Inisitiaf
BUMDes tidaklah salah jika di terapkan di perkotaan sebagai sarana untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di tingkat kelurahan. Tentunya konsep
usaha ini di sesuaikan dengan karakter
masyarakat perkotaan, kebutuhan dan potensi masyarakat setempat.
Pemerintah tinggal memfasilitasi masyarakat untuk mengenali potensi lokal dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat setempat. Badan usaha yang di bentuk bisa berbentuk seperti BUMDes
(di desa) yaitu berbentuk Badan Usaha
Milik Masyarakat (BUMM) yang didasarkan atas modal sosial yang merupakan
perwujudan dari interaksi sosial masyarakat setempat.
Jika di
desa interaksi sosial antar warganya masih
sangat kuat karena budaya, kebiasaan, adat istiadat pedesaan, di
perkotaan hal tersebut juga masih ditemukan meskipun tidak sekuat di desa. Coleman (1988) menegaskan bahwa modal sosial
dapat berwujud pada tiga bentuk. Yaitu pertama
kewajiban(obligations) dan harapan (expectations) yang tergantung pada
kepercayaan(trustworthiness) pada lingkungan sosial. Kedua kapasitas informasi
yang mengalir dari struktur sosial untuk menyediakan basis tindakan , ketiga
kehadiran norma yang di dampingi dengan sangsi efektif. Menurut Coleman
sebuah komunitas manusia selalu perlu kepercayaan bersama (shared
beliefs) sebagai “bahan bakar” penting bagi tindakan kolektif. Secara
khusus beliefs ini sangat erat berkaitan dengan alur informasi dalam
sebuah jaringan. Coleman mengatakan bahwa segala hal yang dipercaya oleh sebuah
komunitas selalu berkaitan dengan segala informasi yang masuk ke, dan keluar
dari, komunitas itu. Di masyarakat perkotaan tingkat kepercyaan antar warga
masih cukup tinggi, terbukti dalam berbagai aktivitas seperti RT, PKK masih
jalan dengan baik. Kepercayaan yang terbangun antar individu masyarakat akan
menjadi modal sosial yang sangat besar untuk membentuk dan mengembangkan BUMM
ke depan.
Menurut Putnam
komponen modal sosial terdiri dari kepercayaan (trust), aturan-aturan
(norms) dan jaringan-jaringan kerja(networks) yang dapat memperbaikai efisiensi
dalam suatu masyarakat melalui fasilitas tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Pemikiran dan
teori tentang modal sosial memang didasarkan pada kenyataan bahwa “jaringan
antara manusia” adalah bagian terpenting dari sebuah komunitas. Jaringan ini
sama pentingnya dengan alat kerja (disebut juga modal fisik atau physical
capital) atau pendidikan (disebut juga human capital). Secara
bersama-sama, berbagai modal ini akan meningkatkan produktivitas dan
efektivitas tindakan bersama.
BUMM sebagai
lembaga usaha milik kelurahan yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah
kelurahan dan dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Konsep
BUMM yang dibentuk oleh masyarakat
dengan berdasarkan potensi yang dimiliki
dan berdasarkan kebutuhan ini diharapkan
memungkinkan masyarakat turut serta berpartisipasi dan bertanggung jawab
dalam pengelolaannya. Para pelaku usaha mikro tentu saja ada di dalamnya .
Strategi
pengembangan BUMM tidak semata didasarkan pada aspek target pertumbuhan
ekonomi, akan tetapi yang lebih penting adalah menciptakan aktifitas ekonomi
yang kondusif paling tidak memecahkan
kendala pengembangan potensi usaha terutama usaha mikro guna mendorong
peningkatan pendapatan masyarakat sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan
masyarakat secara luas. Selain itu diawal berdirinya, perlu di dorong potensi
usaha tertentu yang potensial dan bisa menjadi brand image tertentu di
masing-masing kelurahan. Sementara potensi usaha lainnya akan menjadi pendukung
potensi usaha utama. Hal ini dimaksudkan untuk mendorongpercepatan pertumbuhan usaha dan pengembangan ekonomi di
kelurahan. Dan agar lembaga ekonomi ini tidak dikuasai oleh kelompok ekonomi
(tertentu) yang mempunyai modal besar, maka keberadaan BUMM perlu dikontrol bersama oleh masyarakat baik
para pelaku usaha mikro maupun stakeholders lainnya sehingga bisa mencapai
kesejahteraan untuk masyarakat kelurahan.
Pasal 3 UU
No.20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dinyatakan bahwa Usaha
Mikro, bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Pengembangan
usaha mikro juga sejalan dengan misi
kota Solo tahun 2010-2015 yang berkomitmen mengembangkan ekonomi kerakyatan
dengan sasaran salah satunya mengembangkan BUMM di 51 kelurahan di Solo.
Kendala yang di
hadapi pelaku usaha mikro saat ini adalah kebanyakan usaha mikro kurang mendapatkan
fasilitas terhadap akses permodalan, informasi, pasar , tehnologi serta
penunjang bisnis lainnya. Oleh karena itu, BUMM bisa menjadi salah satu yang
bertugas untuk menjembatani kendala yang
dihadapi oleh para pelaku usaha tentunya
dengan dukungan dari pemerintah daerah setempat. Pemerintah juga perlu mendukung dengan pembangunan infrastruktur transportasi,
pengembangan pariwisata, pembangunan infrastruktur komunikasi, mengembangkan
dan mengelola sentra/cluster industri dll.
(Suci)
Menurut Putnam (1993), modal Menurut Putnam
(1993), modal sosial adalah kemampuan warga untuk mengatasi masalah publik
dalam iklim demokratis. Schaft dan Brown (2002) mengatakan bahwa modal sosial
adalah norma dan jaringan yang melancarkan interaksi dan transaksi sosial
sehingga segala urusan bersa Menurut Putnam (1993), modal sosial adalah
kemampuan warga untuk mengatasi masalah publik dalam iklim demokratis. Schaft
dan Brown (2002) mengatakan bahwa modal sosial adalah norma dan jaringan yang
melancarkan interaksi dan transaksi sosial sehingga segala urusan bersama
masyarakat dapat diselenggarakan dengan mudah ma masyarakat dapat
diselenggarakan dengan mudah sosial adalah kemampuan warga untuk mengatasi
masalah publik dalam iklim demokratis. Schaft dan Brown (2002) mengatakan bahwa
modal sosial adalah norma dan jaringan yang melancarkan interaksi dan transaksi
sosial sehingga segala urusan bersama masyarakat dapat diselenggarakan dengan
mudah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar