Rabu, 14 Oktober 2015

Kenapa Anak-anak Lebih Senang Makan di Luar Rumah?

"Anak saya susah makan. Tapi kalau makan diluar..wah lahap dan banyak sekali." Kata Mama Anggra, mamanya teman anak saya, saat menjemput anak pulang sekolah. "Padahal saya sudah masak enak, kesukaannya. Eh tetap saja malas makan. Maunya makan di luar terus," tambah Mama Anggra lagi.
"Memang menu makanan diluar beda, Ma?" tanya saya.
"Nggak lho Ma. Anggra tuh senang ayam goreng, sudah tak buatin. Kalau makan di luar ya minta ayam goreng lagi," sungutnya tidak tahu kenapa anaknya lebih senang makan di luar.  Padahal masakan mamanya Anggra itu enak lho. Nggak kalah dengan rasa masakan yang biasa di beli.
"Mungkin kalau di rumah makannya pakai sayur, kalau beli diluar makan garingan (tanpa sayur) saja?" tebak saya.
Mama Anggra terdiam, kelihatan mengingat-ingat sesuatu. " Iya, saya kira memang begitu, Ma," katanya tiba-tiba.

Masalah anak susah makan rasanya sudah dialami semua ibu, tak terkecuali saya. Sebagian besar teman-teman saya juga mengeluh hal yang sama. Anak susah makan, tetapi suka dengan camilan dan semangat saat diajak makan diluar. Meskipun dengan menu yang sama plus rasa yang  berani bersaing dengan rumah makan, tetapi anak tetap saja  suka makan diluar.

Kenapa anak lebih suka  makan di luar rumah?
Saya menduga karena anak merasa lebih nyaman makan dengan suasana yang berbeda dari rumah. Rumah makan lebih menarik karena mampu memberikan tempat yang nyaman, menarik dan menyajikan menu masakan yang dikemas menarik.

Bisa juga karena rasa masakan di luar lebih enak, gurih, mantap dibandingkan dengan masakan ibu di rumah. Harus kita akui, saat memasak kita lebih berhati-hati sehingga memilih untuk menghindari bumbu-bumbu yang disinyalir dalam jangka penajng berbahaya bagi tubuh.  Kalau rumah makan lain lagi, tidak terlalu memikirkan jangka panjangnya, tetapi yang penting masakan enak, gurih, lezat. Tak peduli taburan bumbu yang banyak bahkan berlebihan. Meraka cenderung mengejar pelanggan agar datang lagi karena ketagihan dan mendapatkan untung besar. Urusan kesehatan itu urusan pelanggan sendiri, kira-kira begitulah yang mereka pikirkan.

Kemungkinan yang lain, saat makan diluar, anak lebih leluasa memilih menu yang disukainya termasuk makanan garingan (makan tanpa sayur). Ibu jarang memaksa anak untuk makan sayur (yang mungkin tidak disukai Si Anak). Ibu juga tidak mau berdebat dengan anaknya ketika makan diluar. Lain lagi kalau di rumah, ibu lebih leluasa untuk memaksa anak makan sayur meskipun tidak disukai anaknya.
Menyediakan menu makanan buat keluarga gampang-gampang susah. Selera  makan antar anggota keluarga bisa berbeda, sehingga tidak semua masakan yang kita sajikan diminati. Sudah begitu, saat kita repot-repot masak, eh masakan tidak di makan. Ujung-ujungnya masakan sia-sia saja. Lebih sia-sia lagi saat sudah masak tetapi anak menginginkan makan di luar.

Untuk itu, sebagai seorang ibu, kita di tuntut untuk 'lebih pintar' dibandingkan dengan anak kita.  Menyediakan menu makanan yang disukai   anak secara lebih variatif juga bisa membantu menarik perhatian. Kalau anak lebih suka makan diluar, ibu  bisa saja mengabulkan keinginannya tetapi tentunya dengan syarat tertentu. Misalnya hanya boleh seminggu sekali, itupun kalau semua PR selesai dikerjakan. Sekolahnya rajin, menyelesaikan tugasnya. BOleh makan diluar tetapi harus dengan sayur. Setiap hari makan di rumah  tidak boleh malas/asal-asalan,  dan sebagainya.

Intinya anak tidak dibiarkan terus merasa  nyaman  saat makan diluar,  tetapi juga harus  dengan sukarela makan di rumah. Kalau memungkinkan  aturlah situasi rumah paling nggak  agak  mirip dengan situasi rumah makan. Atau sesekali ubah tatanan rumah  agar tidak membosankan.

_Solo, 29 Agustus 2015_

Tidak ada komentar: