"Anak saya susah makan. Tapi kalau makan diluar..wah lahap dan banyak
sekali." Kata Mama Anggra, mamanya teman anak saya, saat menjemput anak
pulang sekolah. "Padahal saya sudah masak enak, kesukaannya. Eh tetap
saja malas makan. Maunya makan di luar terus," tambah Mama Anggra lagi.
"Memang menu makanan diluar beda, Ma?" tanya saya.
"Nggak
lho Ma. Anggra tuh senang ayam goreng, sudah tak buatin. Kalau makan di
luar ya minta ayam goreng lagi," sungutnya tidak tahu kenapa anaknya
lebih senang makan di luar. Padahal masakan mamanya Anggra itu enak
lho. Nggak kalah dengan rasa masakan yang biasa di beli.
"Mungkin kalau di rumah makannya pakai sayur, kalau beli diluar makan garingan (tanpa sayur) saja?" tebak saya.
Mama Anggra terdiam, kelihatan mengingat-ingat sesuatu. " Iya, saya kira memang begitu, Ma," katanya tiba-tiba.
Masalah anak susah makan rasanya sudah dialami semua ibu, tak
terkecuali saya. Sebagian besar teman-teman saya juga mengeluh hal yang
sama. Anak susah makan, tetapi suka dengan camilan dan semangat saat
diajak makan diluar. Meskipun dengan menu yang sama plus rasa yang
berani bersaing dengan rumah makan, tetapi anak tetap saja suka makan
diluar.
Kenapa anak lebih suka makan di luar rumah?
Saya menduga karena anak merasa lebih nyaman
makan dengan suasana yang berbeda dari rumah. Rumah makan lebih menarik
karena mampu memberikan tempat yang nyaman, menarik dan menyajikan menu
masakan yang dikemas menarik.
Bisa juga karena rasa masakan di luar lebih enak, gurih, mantap
dibandingkan dengan masakan ibu di rumah. Harus kita akui, saat memasak
kita lebih berhati-hati sehingga memilih untuk menghindari bumbu-bumbu
yang disinyalir dalam jangka penajng berbahaya bagi tubuh. Kalau rumah
makan lain lagi, tidak terlalu memikirkan jangka panjangnya, tetapi yang
penting masakan enak, gurih, lezat. Tak peduli taburan bumbu yang
banyak bahkan berlebihan. Meraka cenderung mengejar pelanggan agar
datang lagi karena ketagihan dan mendapatkan untung besar. Urusan
kesehatan itu urusan pelanggan sendiri, kira-kira begitulah yang mereka
pikirkan.
Kemungkinan yang lain, saat makan diluar, anak lebih leluasa memilih menu yang disukainya
termasuk makanan garingan (makan tanpa sayur). Ibu jarang memaksa anak
untuk makan sayur (yang mungkin tidak disukai Si Anak). Ibu juga tidak
mau berdebat dengan anaknya ketika makan diluar. Lain lagi kalau di
rumah, ibu lebih leluasa untuk memaksa anak makan sayur meskipun tidak
disukai anaknya.
Menyediakan menu makanan buat keluarga
gampang-gampang susah. Selera makan antar anggota keluarga bisa
berbeda, sehingga tidak semua masakan yang kita sajikan diminati. Sudah
begitu, saat kita repot-repot masak, eh masakan tidak di makan.
Ujung-ujungnya masakan sia-sia saja. Lebih sia-sia lagi saat sudah masak
tetapi anak menginginkan makan di luar.
Untuk itu, sebagai
seorang ibu, kita di tuntut untuk 'lebih pintar' dibandingkan dengan
anak kita. Menyediakan menu makanan yang disukai anak secara lebih
variatif juga bisa membantu menarik perhatian. Kalau anak lebih suka
makan diluar, ibu bisa saja mengabulkan keinginannya tetapi tentunya
dengan syarat tertentu. Misalnya hanya boleh seminggu sekali, itupun
kalau semua PR selesai dikerjakan. Sekolahnya rajin, menyelesaikan
tugasnya. BOleh makan diluar tetapi harus dengan sayur. Setiap hari
makan di rumah tidak boleh malas/asal-asalan, dan sebagainya.
Intinya
anak tidak dibiarkan terus merasa nyaman saat makan diluar, tetapi
juga harus dengan sukarela makan di rumah. Kalau memungkinkan aturlah
situasi rumah paling nggak agak mirip dengan situasi rumah makan. Atau
sesekali ubah tatanan rumah agar tidak membosankan.
_Solo, 29 Agustus 2015_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar