Sedia payung sebelum hujan, peribahasa itu tepat untuk
masyarakat yang ingin hidupnya lebih nyaman, aman dan tidak panik saat
tiba-tiba sakit. Pastilah tidak ada seorangpun yang ingin sakit, tetapi
jika sakit datang, siapa yang bisa menolaknya?
“Wes awak loro, isih mikir biayane”
(Sudah merasakan sakit, masih harus memikirkan biaya berobat ) keluhan
seperti itu biasa saya dengar. Dan saya sendiri juga merasakan hal yang
sama. Seperti jatuh masih tertimpa tangga pula. Nasib jelek yang bertumpuk-tumpuk.
Kami
sendiri pernah merasakan hal yang sama. Saat anak-anak masih kecil,
tiba-tiba sakit dan harus di opname. Kebetulan kami tidak mempunyai
asuransi kesehatan, sehingga biaya rumah sakit yang cukup tinggi bagi
kami ( tahun 2003 dua anak sakit masuk rumah sakit karena diare, opname 3
hari dengan biaya sekitar Rp 4,5 juta) harus ditebus dengan mengambil tabungan yang kami kumpulkan sedikit demi sedikit selama
bertahun –tahun untuk keperluan lain. Rasanya kerja keras bertahun-tahun
habis dalam sekejap. Tetapi demi anak, apapun akan kami lakukan.
Selain
biaya yang cukup tinggi saat anak-anak masuk rumah sakit, biaya berobat
jalan ke dokter juga cukup menguras kantong kami yang hanya pegawai
biasa di salah satu kantor swasta. Beruntung kami jarang sakit, hanya
sesekali sakit ringan yang tidak memerlukan opname. Hanya anak kami
yang beberapa kali sakit.
Premi Terjangkau Bikin Hidup Nyaman
Senang
dan lega, itulah perasaan kami, saat tahun 2014, pemerintah mempunyai
program Jaminan Kesehatan Nasional yang terkenal dengan BPJS Kesehatan.
Rasanya tak salah lagi, program ini meringankan beban masyarakat
seperti kami. Saat asuransi kesehatan lain tak bisa kami jangkau karena
mematok premi tinggi , rata-rata diatasRp 350.000 pernasabah /bulan, dengan ikut BPJS Kesehatan hanya cukup
merogoh kantong Rp 59.500/bulan/orang untuk kelas 1. Sementara untuk
kelas 2 hanya Rp 42.500/bulan/orang dan kelas 3 denga Rp
25.500/bulan/orang.
Sampai dua bulan pertama sejak diluncurkan,
kami mengikuti informasi seputar BPJS Kesehatan. Pernah langsung mau
ngurus kepesertaan tetapi urung karena setiap datang ke kantor BPJS
Kesehatan selalu penuh orang yang antri. Saya melihat antusias
masyarakat cukup tinggi untuik mendaftar.
Akhirnya tanggal 6
Maret 2014, saya datang ke kantor BPJS Kesehatan di kota Solo. Karena
baru berjalan di bulan ketiga, antrian panjang mengular. Saya harus
sabar untuk dilayani karena lebih dari tiga loket Customer Service (CS)
dibuka untuk melayani pendaftar. Sekitar satu jam kemudian saya
mendapatkan giliran dilayani para petugas yang ramah dan memberikan
penjelasan yang saya butuhkan. Proses berlangsung dengan cepat, sampai
saya mendapatkan kartu peserta BPJS kesehatan setelah membayar
premi
untuk satu
bulan.
Hari itu juga, kami sekeluaraga resmi terdaftar
sebagai anggota BPJS Kesehatan secara mandiri. Hidup kami rasanya lebih
nyaman karena untuk urusan kesehatan sudah tidak terbebani.
Selama
setahun lebih kami menjadi peserta, sudah berkali-kali kami menggunakan
kartu BPJS untuk berobat ke dokter keluarga. Beberapa kali juga
menggunakan rujukan dokter faskes pertama untuk berobat ke rumah sakit.
Saat berobat, tidak usah pusing memikirkan biaya. Tinggal membawa kartu
dan menunggu antrian. Sementara untuk berobat ke rumah sakit tinggal
menyiapkan berkas rujukan dan kartu peserta serta antri di rumah sakit.
Kami benar-benar merasakan keuntungan menjadi peserta BPJS kesehatan karena:
Pertama, hidup kami menjadi lebih nyaman karena ada jaminan
pengobatan saat keluarga sakit. Tidak perlu mengeluarkan biaya besar
saat berobat apalagi kalau sampai opname. Tidak ada beban lagi jika
sewaktu-waktu keluarga ada yang sakit.
Kedua, premi
tidak membebani, tergolong murah dan terjangkau. Mana ada asuransi lain
yang berani menanggung biaya pengobatan pesertanya dengan premi sekecil
itu?
Ketiga, tidak merasakan diskriminasi pelayanan
kesehatan. Selama menjadi peserta, kami merasakan pelayanan rekanan BPJS
Kesehatan (dokter keluarga/faskes pertama dan rumah sakit) tidak
berbeda seperti saat kami bukan peserta BPJS Kesehatan. Alhamdulillah
informasi yang beredar kalau peserta BPJS diperlakukan berbeda dengan
peserta umum belum pernah kami alami. Dokter keluarga dan rumah sakit
rujukan melayani dengan ramah selayaknya peserta umum lainnya.
Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan BPJS
Kesehatan, apalagi dalam usianya baru satu tahun. Meskipun dirasakan
manfaatnya tetapi kami berharap BPJS Kesehatan tetap meningkatkan
pelayanannya. Berikut beberapa masukan untuk BPJS Kesehatan :
Pertama,
pihak BPJS Kesehatan perlu meningkatkan pelayanan terkait informasi
kerjasama dengan rumah sakit. Selama ini ada pengalaman pasien yang
opname di rumah sakit tetapi tidak bisa mendapatkan ruang perawatan
sesuai dengan kelasnya. Pihak rumah sakit mengatakan kalau kelas ybs (
sesuai dengan kelas peserta) sudah habis sehingga mau tidak mau harus
mengambil ruang dengan kelas yang lebih tinggi. Sehingga pasien menambah
biaya sendiri. Kami sendiri belum pernah opname, sehingga tidak tahu
persis. Tetapi banyak informasi seperti itu. Kedepan ada baiknya rumah
sakit bisa menambahkan informasi secara terbuka (online) yang bisa dicek sewaktu-waktu ketersediaan ruang perawatan di rumah sakit ybs.
Kedua,
rujukan rumah sakit (tipe B, C) dari dokter keluarga/faskes tingkat
pertama perlu di pikirkan ulang sehingga tidak terjadi penumpukan di
rumah sakit tertentu. Saya mengalami beberapa kali saat berobat ke rumah
sakit dengan antrian yang sangat panjang. Untuk diperiksa dan antri
mengambil obat tidak cukup dengan 4 jam mengantri. Hal itu membuat
pasien merasa tidak nyaman karena lamanya waktu berobat. Karena lama
mengantri, saya biasanya pulang dulu baru mengambil obat sore harinya.
Ketiga,
hendaknya informasi kerjasama pihak BPJS Kesehatan dengan pihak lain,
misalnya saat ada program papsmear gratis di maximalkan. Kedepan
hendaknya setiap dokter keluarga/faskes tingkat pertama memberikan
informasi bentuk kerjasama tersebut sehingga peserta BPJS Kesehatan bisa
memanfaatkannya.
Akhirnya, sebagai masyarakat biasa, saya berharap kelak tidak akan ada lagi sindiran, “orang miskin dilarang sakit”.
Kenapa? Karena dengan premi yang terjangkau, seluruh masyarakat
Indonesia mestinya bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai,
nyaman, tepat, memuaskan, sesuai dengan kebutuhan.***
_Solo, 28 Agustus 2015_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar