Seperti kita ketahuia, meskipun usaha keras DPR tidak berjalan mulus, tetapi mereka tak pantang surut, tak putus asa terus saja berupaya mengolkan urusan revisi UU KPK.
Tak hanya DPR periode 2014-2019 yang
mengajukan revisi UU KPK, tetapi revisi
UU KPK sudah dilakukan oleh DPR periode , 2009-2014 sebelumnya, yaitu sejak
2012.
Upaya para politikus
senayan terus dilakukan meski terus mendapatkan ganjalan dari masyarakat yang
merasa upaya revisi UU KPK adalah upaya
untuk melemahkan KPK, mengembosi
kekuatan lembaga antirasuah yang selama ini menjadi harapan masyarakat
dalam pemberantasan korupsi.
Masyarakat tidak berlebihan dan curiga niat keras DPR
tersebut karena selama ini banyak
terdakwa korupsi yang juga sebagai anggota DPR. Korupsi di Indonesia
memang memprihatinkan. Bahkan,
Indonesia, menurut Indeks Persepsi Korupsi tahun 2015, dari 168 negara di dunia, berada di
posisi 88. Dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, posisi Indonesia
masih kalah jauh .
Masyarakat tidak salah kalau curiga. Berkali-kali upaya
memasukkan RUU KPK ke dalam Prolegnas terus tidak menuai hasil. Tetapi
berkali-kali juga DPR keras kepala terus mengajukannya. Padahal jalan terjang
semakin terjal saat sejumlah fraksi DPR sudah menyatakan menolak revisi UU KPK.
Saat pertengahan 2015 pemerintah memberikan persetujuan RUU
KPK masuk Prolegnas prioritas, DPR semakin bersemangat. Tetapi belakangan pemerintah berubah sikap, lebih menarik diri karena besarnya desakan publik yang terus menguat untuk menolak revisi UU
KPK karena draf RUU KPK akan melemahkan
KPK.
Presiden Jokowi tidak menutup mata dan telingga meskipun
PDIP, partai pengusungnya terus mendesaknya untuk menyetujui RUU KPK.
Jokowi Tidak Tinggal
Diam
Meskipun terkesan jarang memberikan statement terkait dengan
RUU KPK, tetapi dengan tegas Jokowi menyatakan sikapnya terus mendukung
KPK. Hal itu diperkuat penyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum,
dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan Presiden Joko Widodo
sangat mendukung KPK dan berkomitmen
segala upaya untuk melemahan KPK akan ditolaknya. Hal itu tak lain karena Jokowi dan Indonesia masih membutuhkan kerja-kerja
KPK dalam memberantas korupsi di tanah
air.
Bukannya Jokowi plin plan tetapi sejak awal, ia menyepakati
revisi UU KPK setelah ada kesekapatan dengan
pimpinan DPR mengenai point dalam revisi yaitu tentang dewan pengawas,
penyadapan, pengangkatan penyelidik dan
penyidik independen, serta penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3).
Jokowi wanti-wanti (mengingatkan) tidak akan mendukung revisi UU KPK
jika DPR nantinya akan mengusulkan di luar empat hal yang menjadi
kesepakatan awal tersebut.
Karena sikap tegas Jokowi tersebut , DPR semakin terbelah, terlihat pada penundaan rapat paripurna DPR
yang seyogyanya akan dilakukan Kamis (18/2/2016) tetapi ditunda.
Moment Pertemuan
Dengan Pimpinan DPR Akan menjadi Pembuktian Kepiawaian Jokowi
Rencananya, hari ini , Senin (22/2/2016), Jokowi akan
menerima pimpinan DPR. Agenda yang dibicarakan adalah rapat konsultasi dengan Presiden membahas
perkembangan rancangan UU(sumber CNN Indonesia 22/2/2016). Salah satu
pembahasan tentang kelanjutan revisi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut saya, moment
pertemuan itu menjadi salah satu penentu nasib RUU KPK karena esok
hari , Selasa(23/2/2016) DPR akan mengadakan rapat paripurna untuk memutuskan ‘nasib’ kelanjutan pembahasan revisi UU KPK.
Pada kesempatan tersebut Jokowi akan membuktikan kepiawainya
dalam memberikan argumentasi yang kuat
tentang kepastian revisi UU KPK.
Jokowi tidak akan memasrahkan nasib KPK, tidak akan diam saja saat lembaga
antirasuah tersebut diobok-obok dan
dilemahkan dengan cara yang halus melalui RUU KPK.
Melihat besarnya desakan untuk tidak melanjutkan revisi UU
KPK, kemungkinan besar Jokowi memilih untuk menghentikan pembahasan RUU KPK. Ia memilih untuk tidak melanjutkan
pembahasan RUU KPK. Dan menghentikan keresahan publik. Ia akan mengambil sikap
tegas meskipun mesti berhadapan
dengan parpol yang mengantarkannya menjadi
presiden . Karena Jokowi
memilih berada di pihak rakyat ,
bekerja untuk kenpentingan rakyat daripada bekerja untuk kepentingan parpol. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar