Tertangkapnya Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi atau
biasa di sebut AW Noviadi oleh BNN
karena mengonsumsi narkoba, sungguh membuat miris. Bupati muda ini baru sebulan dilantik
menjadi bupati di Ogan Ilir, salah satu kabupaten di Sumatera Selatan.
Pasti belumlah hilang penat dan tegang para parpol pengusungnya serta belumlah
hilang rasa senang, bangga dan bahagia para parpol pengusung karena mampu
mengantarkan laki-laki ini menjabat
sebagai bupati.
AW Noviadi adalah bupati
yang berhasil memenangkan Pilkada
di Ogan Ilir, kabupaten yang merupakan pemekaran dari Ogan Komering Ilir (OKI).
Ia memenangi pilkada dengan diusung lima
parpol yaitu PDIP, Golkar, Hanura, PPP, dan PKS.
Pada gelaran pilkada
yang berlangsung serentak 9 Desember 2015, pasangan AW Noviadi Mawardi-Ilyas
Panji Alam mengalahkan pasangan Helmy
Yahya-Muchendi Mahazareki dan pasangan
Sobli Rozali-Taufik Toha.
Melenggang mulus sampai pelantikan, tetapi bupati muda ini
bernasib tragis. Betapa tidak miris, ia ditangkap karena kasus narkoba. Miris
dan ironis, karena saat kampanye ia mengusung
visi yaitu Terwujudnya masyarakat
Ogan Ilir lebih sejahtera, unggul dan berkualitas dilandasi keimanan dan
ketakwaaan pada Tuhan YME, dengan misi
salah satunya adalah meningkatkan
pelayanan mutu kesehatan dan pendidikan. Ternyata baru saja menjabat bupati, ia
telah mengingkari misi yang diucapkannya
karena justru terlibat dalam kasus narkoba mengunakan sabu.
Bagaimana tanggung jawab parpol pengusung?
Seperti diketahui publik, beberapa hari yang lalu, terkait dengan niat Ahok untuk maju sebagai bakal calon gubernur DKI
Jakarta tahun depan, melalui jalur independen, Menteri Dalam Negeri Tjahjo
Kumolo, mengemukakan pendapatnya, bahwa
calon kepala daerah dari jalur independen sah menurut
undang-undang-undang (UU). Tetapi, idealnya diusung oleh partai politik (parpol).
Kader PDIP tersebut menilai tanggungjawab secara politik bagi kepala daerah
yang maju secara independen tanpa melalui dukungan parpol akan sulit. Beda jika kelapa daerah maju melalui parpol,
sehingga akan mudah dmintai pertangyungjawaban karena mempunyai wakil parpol di
parlemen.
Jika mengamini pendapat Mendagri tersebut, untuk kasus Bupati Novi , kira-kira
di mana rasa tanggungjawab parpol pengusung tersebut? Apakah hanya cukup dengan
memecat bupati Novi saja, habis perkara?
Saya rasa tidak semudah itu.
Parpol yang merasa telah mengusung bupati terpilih hendaknya tidak hanya
cukup merasa puas apabila bupatinya di lengserkan.
Saya rasa Parpol pengusung kecolongan dengan track record
bupati tersebut. Kenapa? Saya tidak tahu
persis bagaimana cara parpol memberikan
dukungan kepada calon kepala daerah.
Barangkali cukup dengan melihat
kemampuan dia untuk memimpin, kemampuan keuangan dan mendapatkan dukungan
warga. Parpol belum secara jeli melihat rekam jejak yang terkait dengan mungkin
moral, kesehatan, perilaku, dll. Artinya belum cukup secara detail dan cermat
untuk menelusuri rekam jejak orang yang dijagokannya. Apalagi bupati Novi ini
menurut Komjen Buwas susdah diincar sejak tiga bulan yang lalu. Artinya sejak ia
gegap gempita dalam pencalonan sebagai bupati Ogan Ilir.
Pelajaran penting bagi Parpol
Menurut saya, kasus bupati Novi menjadi pelajaran penting
bagi parpol yang hendak memberikan dukungan kepada bakal calon kepala daerah.
Tidak hanya sebatas melihat persyaratan administrative segala, soal kesehatan
diserahkan kepada hasi pemeriksaan pihak rumah sakit saja, tetapi juga mulai menelusuri rekam jejaknya.
Tidak mudah memang, tetapi juga tidak sulit untuk dilakukan.
Dengan dukungan kader di cabang, ranting
dan anak ranting, serta koneksi yang di punyai, rekam jejak orang yang
diusungnya mudah untuk di cari.
Jadi, sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik,
terutama kepada warga yang telah memberikan hak pilihnya, parpol perlu
berbenah. Agar kejadian yang menimpa bupati AW Noviadi tidak terulang lagi. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar