Jumat, 04 Mei 2012

Biaya Sekolah Mahal , Nak.....

Hari-hari terakhir menjelang Ujian Nasional (UN)  SD, para ibu (mungkin juga bapak) yang anaknya kelas VI terlihat sibuk, repot dan agak 'stres' memikirkan kesiapan putra putrinya yang akan menempuh ujian akhir. Mereka berbincang soal 'kerepotan' meminta anaknya belajar, membatasi waktu main dan hal-hal lain yang intinya anak harus belajar..belajar dan belajar. Selain itu mereka juga sibuk dan 'ribut' sendiri memikirkan sekolah  SMP  untuk anaknya. Sebagian sudah mendaftar di SMP swasta, yang jauh-jauh bulan lalu, sekitar bulan Februari sebagian besar sudah menerima pendaftaran siswa baru. Sebagaian sudah ,mendaftar dan sekaligus sudah mendapatkan sekolah bagi anaknya. Mendaftarkan anak ke sekolah swasta, memang dipandang 'elit', orang yang kaya, hebat dan 'memperhatikan pendidikan anak. Orang umu masih banyak yang berpandangan seperti itu, sehingga kalau anaknya sekolah sekolah swasta , akan menaikan status sosial orang tuanya. Kok bisa??? Ya, karena sekolah di swasta mahal biayanya, dan hanya orang yang berpenghasilan  dalam jumlah tertentu yang mampu. Biasanya sekolah swasta akan membuka pendaftaran, melakukan ujian tertulis, wawancara dan setelah anak di terima, maka harus membayar sejumlah uang. Rata-rata untuk tahun ini (2012) sekolah swasta membandrol biaya masuk 5- 6 juta (wow......??????), hanya ada  sebagian kecil sekolah swasta yang mematok biaya di bawah 4 juta.
Masih giat belajar, ingin meraih kualitas pendidikan bermutu  dan murah

Membayangkan , biaya untuk 'hanya masuk' sekolah saja demikian besarnya, yang pasti tidak akan mudah di akses oleh orangtua yang hidupnya pas-pasan.  Demi 'kata kualitas sekolah' biaya sekolah di patok begitu mahal, hanya untuk masuk. Belum hitungan biaya bulanan (entah dengan bungkus SPP/ iuran sukarela/ sumbangan/biaya ekstra kulikuler/ dll) yang untuk sekolah swasta tertentu bisa sampai di atas Rp 300.000 . Belum lagi biaya lain-lain-nya yang harus dibayar. Dengan biaya mahal sekali (mencekik-menurut saya), belum tentu kualitas sekolah/pendidikan sebanding dengan mahalnya biaya.
Afin, putra sulung kami dan adiknya

Saya dan suami bersepakat, untuk anak kami (Afin)  yang tahun ini akan masuk SMP, akan di carikan SMP negeri , dengan pilihan pertama MTSN , kemudian pilihan kedua SMP swasta islam yang tidak berbiaya mahal(survey kami, ada SMP Isalam swasta yang masih mematok biaya masuk sekitar Rp 2 jutaan saja/ tapi bukan termasuk SMP swasta elit) baru pilihan terakhir ke SMP N. Kebetulan anak kami juga sepakat dengan alternatif yang kami tawarkan . Afin, tahu kemampuan akademik (agama) di atas rata-rata , sehingga akan sayang sekali jika  SMP nya negeri yang pelajaran agama terbatas. Pilihan mencari SMP Negeri, faktor utama adalah soal biaya yang tentunya relatif lebih murah dan lebih terjangkau untuk keluarga kami. Barangkali kalau hanya untuk 'gengsi', kami bisa saja memasukkan ke SMP swasta, tetapi kami lebih mempertimbangkan biaya mahal yg belum tentu akan menghasilkan kualitas anak yang lebih bagus dibanding di sekolah yang berbiaya murah.

Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, membuat prihatin sekali. Dengan biaya pendidikan yang mahal, masyarakat tidak semuanya mampu mengaksesnya. Sementara pendidikan menjadi hak setiap anak di Indonesia. Meski alokasi APBN cukup besar , tetapi nyata-nyata biaya pendidikan selalu dalam kategori tinggi. Meski di negripun yang dilarang mengambil biaya dari orangtua murid, tetapi tetap saja ada biaya-biaya yang dibayarkan , terlebih jika masuk pertama kali.

Meski konstitusi kita hasil amandemen ketiga telah mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN atau APBD, namun kenyataannya hanya beberapa daerah yang mampu menggratiskan biaya pendidikan sembilan tahun. Itu pun sebagian hanya untuk sekolah negeri. Hal ini tentu merupakan kenyataan yang ironis. Apalagi bila menyaksikan liputan media. Sering disaksikan bagaimana kondisi pendidikan di negeri ini. Mulai dari gedung sekolahan yang hampir roboh, meja kursi siswa yang reyot. Itu baru di daerah pedalaman, belum termasuk daerah yang terkena bencana, kondisinya tentu lebih memprihatinkan.
Kementerian Pendidikan Nasional, menetapkan misi lima tahun ke depan (2010-2015) dengan lima hal yang menjadi focus perhatian. Kelima focus yang dinamai Lima K, yakni yakni Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas/mutu dan relevansi, Kesetaraan serta Kepastian. Dengan Lima K tersebut diharapkan membuka jalan dalam peningkatan layanan pendidikan berbagai jenjang yang ada.

Sebelumnya, pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi untuk menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun. Salah satunya adalah dalam PP No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Di dalam Pasal 62 PP disebutkan bahwa (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal;  (2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap; (3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Namun, selalu saja biaya pendidikan mahal, mahal dan mahal. Biaya sekolah mahal,nak......................(04.05.12)

Tidak ada komentar: