Saat bulan ramadhan seperti ini, saya merasakan keramaian yang lain daripada bulan lainnya. Terlebih jika seminggu sebelum hari raya tiba. Entah mengapa , jalan-jalan, di mal, toko, bahkan di pasar tradisional ramai sekali. Berdasarkan pengalaman saya selama ini, jika seminggu sebelum lebaran kita pergi ke toko/ mall, wow di jamin kita sulit bergerak di dalam toko. Orang baik laki , perempuan, tua, muda, remaja, anak seperti tumplek bleg di dalam toko. Sampai-sampai untuk berjalan di toko pun kesulitan apalagi untuk memilih barang, jangan harap akan bisa leluasa untuk mencari barang yang kita butuhkan. Biasanya baik pagi hari , siang maupun sore , terlebih malam toko/malll akan dipenuhi orang -orang yang sibuk membelanjakan uang untuk keperluan lebaran. Saya sampai miris melihat antuasias mereka dalam memilih barang yang akan di beli. Saya nyakin mereka tidak hanya berasal dari keluarga menengah ke atas, tetapi juga dari keluarga menengah ke bawah. Yach, seakan sudah menjadi 'keharusan' menjelang hari raya untuk berbelanja dan mencari barang-barang baru.
Kemungkinan mereka tidak hanya oarang-orang lokal saja atau masyarakat yang tinggal di kota ini, tetapi juga orang-orang yang baru saja mudik dari berbagai kota lain. Kebiasaan mudik memang menjadi hal yang sepertinya ' wajib' untuk dilakukan oleh orang-orang yang sehari-harinya tinggal di luar daerah asal mereka.
Mungkin sebagian dari kita sebenarnya belum tahu pasti kapan sebenarnya
kata "mudik" itu berasal sehingga bisa menjadi kata-kata yang sering di
ucapkan oleh orang Indonesia ketika hendak menjelang lebaran.
Istilah mudik sudah banyak dikenal orang berasal dari akar kata ‘udik’
yaitu kampung atau desa yg lawan katanya adalah kota. Ini seperti
istilah arab ‘ badui’ sebagai lawan dari kata hadhory. Sehingga dengan
sederhana bisa diambil kesimpulan bahwa mudik, adalah kembali ke kampung
halaman. Sampai disinilah istilah mudik ini dipahami banyak orang, dan
memang itu sudah cukup tepat menggambarkan fenomena yang ada di
hadapan kita. Biasanya mereka yang bekerja di luar daerah asal, akan mendapatkan libur yang cukup lama pada saat hari raya sehingga mereka manfaatkan untuk mudik.
Struktur tatanan kata ‘mudik’ sebenarnya sangat tidak aneh dalam bahasa
arab. Mereka yang sempat belajar bahasa arab insya Allah akan mudah
merasakan bahwa kata ‘mudik’ sangat mungkin berasal dari bahasa arab.
Selintas kata mudik akan bisa dikategorikan dalam ism fa’il untuk kata
dengan wazan (tata susun) af-‘a-la. Seperti istilah ‘murid’ yang jelas
dari bahasa arab, dari kata arooda – yuriidu , sehingga murid berarti “
orang yang menginginkan (sesuatu)” dalam hal ini tentu saja
menginginkan ilmu.
Menurut berbagai sumber, mudik berasal dari akar kata 'adhoo-a' yang berarti yang memberikan cahata atau menerangi. Ini bisa dipahami dengan mudah, bahwa mereka para pemudik itu secara
khusus memberikan ‘cahaya’ atau menerangi kampung-kampung halaman
mereka. Entahlah apakah di pahami menerangi dengan pengalaman/hal-hal baru yang akan di sampaikan ke daerahnya, atau hal-hal material yang bisa 'diperlihatkan' pada tetangga di kampung halamannya.
Mudik dari akar kata 'adhoo-a' yang berarti yang menghilangkan.
Selanjutnya, mudik berasal dari bahasa arab yang berarti orang yang
menghilangkan. Hal ini juga akan mudah kita tangkap, bahwa mereka
pemudik itu adalah orang-orang perantauan yang dipenuhi beban perasaan
kerinduan, dan kesedihan karena jauh dari orangtua, keluarga atau
kampung halamannya. Karenanya mereka melakukan aktifitas mudik , dalam
rangka ‘menghilangkan’ semua kesedihan tersebut.
Mudik dari akar kata 'adzaa-qo' yang berarti yang merasakan atau mencicipi.
Orang yang mudik ke kampung halaman pastilah mereka yang ingin kembali
‘merasakan dan mencicipi’ suasana kampung tempat kelahiran yang sudah sekian lama atau paling tidak sudah setahun belakangan di tinggalkan. Kerinduan akan suasana kampung yang penuh keakraban tentunya ingin dirasakan kembali.
Selain juga barangkali untuk mencicipin berbagai makanan khas lebaran yang ada di kampung halaman yang belum tentu bisa di dapatkan di daerah tempat tinggalnya.
Banyak hal tentang asal usul mudik, tetapi yang jelas itu selalu terjadi dan menjadi tradisi rutin tahunan yang memang terlihat heboh. Saya juga nyakain banyak motif yang di bawa oleh pemudik , entah motif untuk bersilaturahmi, berkunjung ke keluaraga dan famili, dll. Yang jelas, apapung motif yang dibawa , semoga semua pemudik selalu mempunyai motif pertama yaitu untuk bersilaturahmi ke keluarga, famili, tetangga. Baru setelah itu silahkan membawa motif lainnya seperti mungkin 'pamer' harta benda, membawa barang bawaan/ hantaran dll.
Lebaran sebentar lagi tiba, Mudik yo..mudik....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar