Suara takbir berkumandang bertalu-talu diiringi suara gendang yang dipukul dengan penuh semangat oleh puluhan anak-anak terdengar indah dan meresap hangat di dada. Beberapa blok dari rumah, saya tahu anak-anak di masjid pasti riang gembira mengumandangkan takbir dan bersiap untuk berkeliling perumahan dengan riang gembira.
Sholat isya sudah turun beberapa waktu lalu, tapi tak sampai sehelaan nafas berhenti, suara takbir terus bergema. Saat takbir berhenti, terdengar suara pengurus masjid memberikan pengumuman kepada jemaah masjid untuk datang ke masjid sambil membawa kaos/kain bekas yang akan dipergunakan sebagai sumbu obor. Malam itu seperti malam hari raya yang lalu, malam Idul Adha (sudah sejak tahun kemarin di masjid perumahan melakukan takbir keliling) jemaaah masjid akan bertakbir keliling.
Tiba-tiba perasaan haru, rindu dan senang berkelebat dalam hati saya. Tanpa bisa saya bendung, ingatan saya melayang pada puluhan tahun yang lalu saat saya masih di desa tepatnya saat masih di SD dan SMP. Di desa saya pasti setiap hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha mengadakan takbir keliling pada malam sebelum sholat ied. Saat kecil saya tak pernah absen untuk ikut dalam takbir keliling yang sangat di tunggu-tunggu terutama oleh anak-anak kecil termasuk saya. Biasanya saya dan teman-teman menjadi anak yang super sibuk untuk menyiapkan perlengkapan yang akan dipergunakan untuk takbiran. Dari pagi-sore, kami akan menyiapkan obor untuk penerangan keliling. Mencari bambu menjadi salah satu ritual yang harus disiapkan. Obor yang kami siapkan memang sangat sederhana terbuat dari potongan bambu yang bawahnya tetap ada ruas kemudian bagian atas di potong di bawah ruas sehingga bisa di masukkan minyak tanah . Kemudian untuk sumbu di gunakan kain/kaos bekas. Mudah membuat obor, tak heran anak-anak kecil bisa menyiapkan sendiri. Ritual lainnya adalah menyiapkan baju bersih, rapi yang akan saya gunakan malam pada saat takbiran. Kenapa ini penting, karena biasanya saya kan menyiapkan baju yang ada kantongnya sehingga kantong bisa dimanfaatkan untuk membawa jajanan atau sekedar membawa permen. Route takbir keliling cukup jauh (sekitar 5 km) sehingga saya merasa harus membawa bekal agar tak kehausan.
Bertakbir di jalanan bersama teman-teman yang berjumlah ratusan yang berasal dari jemaah mushola dekat rumah yang bertemu di jalan dengan jamaah dari mushola dan masjid di dusun tetangga terasa sangat nikmat dan berasa menyejukkan rohani. Ritual takbir keliling menjadi hal yang sanagat di tunggu dan di rindukan. Melafalkan asma Alloh dengan rasa ringan dan terasa syahdu merasap di hati, apalagi besok paginya akan melakukan sholat ied bersama .
Allohu akbar..alllohu akbar...... gema takbir menyadarkan ingatan saya akan masa lalu yang sangat menyenangkan. Di kota tempat tinggal saya yang sekarang, meski saya tahu pasti tak akan ada takbir keliling semeriah dan seramai waktu saya di desa dulu tetapi setidaknya saya masih menyaksikan takbir keliling dan anak-anak saya masih bisa merasakan nikmatnya takbiran bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar