Selasa, 14 Oktober 2014

Menelaah Sapi TPA Putri Cempo Solo

Beberapa hari menjelang idul kurban, polemik hewan ternak sebagai hewan kurban kembali bergulir. Sapi dari Tempat Pembuangan Akhir(TPA) Putri Cempo, Mojosongo, Solo kembali dipersoalkan.
Seperti diberitakan pada Harian Solo Pos, 29 September 2014, para pedagang sapi di pasar sapi Kliwonan Bekonang , Mojolaban, Sukoharjo  diminta tak memperjualbelikan sapi-sapi yang diternak di TPA Putri Cempo Solo. Alasan yang disampaikan karena sapi  dari  TPA tersebut mengandung logam  timbal  cukup banyak sehingga dikhawatirkan mengancam kesehatan.
Sementara itu sejumlah peternak sapi di TPA Putri Cempo, Mojosongo, Solo,  sebagaimana diberitakan Solo Pos, 30 September 2014, bertekad memasarkan sapi mereka ke sejumlah Rumah Pemotongan Hewan Solo, Kalioso Karanganyar dan Sukoharjo.
Wajar kalau sebagian masyarakat menilai  sapi yang biasa berkeliaran di TPA Putri Cempo  mengandung logam timbal sehingga sebisa mungkin dihindari untuk dikonsumsi. Alasan tersebut tentunya berdasarkan informasi  yang berkembang dimasyarakat, karena TPA pada dasarnya berisi sampah, tidak hanya sampah sisa makanan tetapi juga sampah plastik, logam, besi, dll. Sulit untuk memastikan sapi tidak ikut makan sampah –sampah tersebut.

Keberadaan TPA Putri Cempo dan Sapi
Sebelum melakukan penilaian, ada baiknya perlu melihat  keberadaan sapi di TPA Putri Cempo terlebih dahulu.   Dahulu, Sapi milik warga di sekitar TPA Putri Cempo, seperti sapi pada umumnya,  makan  rumput, jerami dan makanan ternak lainnya. Sejak Pemkot Solo memutuskan  pembuangan sampah akhir  di TPA Putri Cempo Mojosongo, pada tahun 1987, warga kehilangan tempat mengembalakan ternak mereka. Awalnya warga mencoba membiarkan sapi mereka di areal TPA, tempat yang sebelumnya menjadi lahan pengembalaan sapi. Lambat laun sapi-sapi beradaptasi dengan sampah dan mengkonsumi sampah TPA Putri Cempo.  Pemilik tidak terlalu khawatir dengan perilaku sapi ini, karena pada malam hari biasanya sapi mereka akan memuntahkan sampah plastik  yang tertelan saat pagi hingga siang hari. Disamping itu, harga jual sapi TPA Putri Cempo juga relative bagus sama dengan harga dipasaran. Bahkan menurut warga, sudah ada pembeli sapi yang secara rutin membeli sapi-sapi mereka.

Tidak mudah untuk menilai kondisi kelayakan  sapi di lahan TPA tersebut. Tetapi ada fakta yang menarik  dan bisa menjadi bahan pertimbangan terhadap polemik  sapi yang dibiarkan berkeliaran bebas di TPA Putri Cempo. Beberapa hal tersebut adalah:
Pertama, sekitar seribu lebih sapi yang berkeliaran di TPA Putri Cempo dimilik oleh warga Solo yaitu warga  Jatirejo, Randusari, dan warga sekitar. Hampir semua warga di Randusari mempunyai sapi, sementara di Jatirejo dan di Kepuhsari sebagian warga mempunyai sapi dari 2 ekor sampai puluhan ekor. Sapi tersebut selama ini menjadi investasi yang dipergunakan untuk keperluan besar seperti biaya sekolah, memperbaiki rumah, hajatan, dll. Sebagian sapi lainnya dimiliki warga  dari kabupaten Karanganyar yaitu dari dukuh Jengglong dan Suluhrejo, Desa Plesungan, Kecamatan Gondangrejo. Perkembangan sapi sangat pesat karena sapi dibiarkan berkembang biak di alam terbuka /tidak dikadangkan sehingga sapi relatif bebas. Lain ketika sapi dikandangkan, biasanya dalam 2 tahun baru mempunyai anak.

Kedua, tidak semua sapi milik warga di sekitar TPA Putri Cempo di biarkan berkeliaran di areal TPA. Meskipun relative sedikit, tetapi ada sebagian warga yang tetap mengkandangkan sapi miliknya di rumah. Selain untuk mengantisipasi kesehatan sapi, juga untuk meminimalisir sapi terlindas alat berat. Alasan lain karena sapi tersebut termasuk mahal harganya sehingga sayang kalau dibiarkan berkeliaran di TPA.

Ketiga,  meskipun ada sejumlah pihak yang merasa khawatir dengan kesehatan sapi TPA Putri Cempo, tetapi  pada tahun 1994, Sapi di TPA Mojosongo  pernah memenangkan lomba sapi sehat yang diadakan Departeman Pertanian.  Pada waktu itu  Dinas Pertanian Kota Solo menunjuk sapi dari Kelompok Ternak Sapi Potong Bakti Mulya (KTSPBM) Randusari Mojosongo untuk menjadi peserta mewakili kota Solo. Sapi dari Mojosongo  tersebut berhasil meraih juara kedua. Hal itu yang menjadikan warga semakin nyakin dan nyaman untuk beternak sapi. Karena meskipun sapi diberikan pakan sampah tetapi sehat , bahkan memenangkan lomba sapi  tingkat nasional. Bahkan setelah melihat perkembangan populasi sapi yang pesat, pemerintah provinsi memberikan gaduhan sapi ke warga Jatirejo dan Randusari. Kemudian  pada tahun 1994/1995 Dispertan kota Solo juga memberikan bantuan gaduhan sapi sejumlah 224 ekor sapi yang berkembang sampai sekarang. Sampai saat ini bantuan sapi gaduhan dari Dispertan sudah mencapai 3 tahap. Tahap yang terakir tahun 2007/2008 Randusari mendapatkan gaduhan sebanyak 50 ekor.

Keempat,  kesehatan sapi di TPA Putri Cempo bisa dikatakan  cukup baik. Dari informasi warga, selama puluhan tahun belum ada kasus sapi terkena penyakit tertentu. Sapi yang pernah ditemukan mati bukan karena terserang penyakit tetapi karena terlindas alat berat di TPA.  Merujuk pada penelitian Dispertan Solo tahun 2006/2007 tentang keberadaan sapi TPA Putri Cempo,     pertama kebutuhan nutrisi sapi terpenuhi , kedua sapi sehat dan tak ada penyakit yang spesifik. Penyakit yang ada hanya tergolong rendah, misalnya cacingan dan obstruksi rumen (kembung pada perut besar_salah satu tempat pencernaan sapi) yang mengakibatkan perut sapi kembung.   Ketiga sapi mengandung timbal yang melebihi ambang batas.

Kelima, meskipun  ada temuan sapi mengandung timbal/residu, ada solusi yang tidak memberatkan warga pemilik sapi, yaitu untuk melakukan karantina terhadap sapi sekitar tiga bulan sebelum dijual/disembelih. Karantina dilakukan dengan mengandangkan sapi  dan memberikan pakan sapi dengan  rumput, sayuran selain sampah dari TPA. Proses karantina ini dilakukan untuk menghilangkan timbal. Selain itu sebelum memberikan  makanan sampah sebaiknya sampah organik dicuci terlebih dahulu untuk meminimalisir residu

Keenam, Dinas Peternakan dan Pertanian (Dispertan) Solo secara rutin melakukan vaksinasi sapi dengan memberikan suplemen, vitamin dan obat cacing. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya sapi yang berpenyakit. Hal ini memungkinkan kondisi sapi di TPA Putri Cempo terpantau secara rutin oleh Dispertan.

Dengan melihat temuan tersebut, masyarakat bisa menilai sendiri kelayakan ternak dari lingkungan TPA Putri Cempo Solo tanpa harus merugikan pemilik ternak yang bersangkutan
Dispertan pernah mengimbau warga untuk tidak mengembalakan ternak di TPA Putri Cempo. Tetapi tidaklah mudah untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat pemilik sapi di sekitar TPA Putri Cempo untuk tidak mengembalakan sapi di TPA. Selama ini sapi tersebut tetap laku terjual bahkan sapi bisa tumbuh dengan cepat dengan biaya yang sangat rendah karena pemilik tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk pemeliharaannya.  Selain itu, sapi di sekitar TPA Putri Cempo berkembang pesat karena selalu ada yang membutuhkan. Sehingga wajar jika warga membiarkan sapi disekitar TPA.
Secara tidak langsung Pemkot Solo ikut bertanggungjawab dengan keberadaan sapi yang mengkonsumi sampah di TPA Putri Cempo. Selama ini pengelolaan sampah di kota Solo masih menggunakan cara yang konvensional yakni sistem pembuangan terbuka atau open dumping dimana sampah dibuang ke tanah yang sudah di gali setelah itu sampah ditutup tanah lagi. Cara tersebut membuat timbunan sampah tidak bisa terkontrol lagi. Luapan sampah di sekitar tempat tinggal warga juga berpotensi menjadi santapan sapi yang setiap hari berkeliaran di sekitar TPA.
 Pemkot Solo mestinya ikut bertanggungjawab untuk memberikan kepastian bahwa sapi milik warga di sekitar TPA tersebut masih dalam kategori aman dan layak untuk dikonsumsi. Pemantauan terhadap   pendistribusian ternak dari kota Solo menjadi penting untuk ditingkatkan. Diharapkan  hal tersebut akan membantu peternak sapi di kawasan TPA Putri Cempo tetap bisa menjual sapi mereka dan  masyarakat umum  (pembeli ternak) tidak diliputi rasa khawatir saat mengkonsumsi hewan kurban tersebut. Sehingga polemik sapi dari TPA Putri Cempo tidak akan terulang lagi.***








Tidak ada komentar: