Rabu, 11 Juni 2014

Jokowi Tak Perlu Manfaatkan Dugaan Pelanggaran HAM Prabowo

Beredarnya surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentang pertimbangan pemberhentian Prabowo dari ABRI yang beredar di media massa beberapa hari yang lalu membantu masyarakat untuk menilai  capres yang akan dipilih pada tanggal 9 Juli nanti.

Rekam jejak capres Prabowo yang selama ini menjadi perbincangan, kasak kusuk di masyarakat perlahan mulai menemukan titik terang. Bagi masyarakat (terutama aktivis 98) yang selama ini menyakini keterlibatan Prabowo semakin merasa mantap karena kenyakinan mereka telah diperkuat dengan surat keputusan DKP tersebut. Meskipun selama ini mereka tahu keterlibatan Prabowo terutama dari berbagai diskusi antara sesama aktivis angkatan 98 yang mengalami penculikan, tetapi bukti otentik sulit untuk didapat. Bagi masyarakat yang selama ini tidak nyakin dengan keterlibatan Prabowo, sedikit banyak mulai terbuka pikiran dan hatinya untuk melihat lebih jelas rekam jejak sang capres. Bagi masyarakat yang selama ini tidak mau tahu, paling tidak menjadi tergerak hatinya untuk lebih tahu.

Soal surat DKP tersebut, sebagian berpendapat kalau surat dimunculkan menjelang Pilpres karena kepentingan politis. Masuk akal juga, kenapa tidak sejak dulu surat keputusan DKP tersebut beredar luas di media massa? Kenapa menjelang Pilres baru diedarkan? Apakah momentum ini dipilih untuk menjatuhkan capres tersebut? Sebagai orang awam, menurut saya sangat mungkin hal itu terjadi. Entah siapa pelakunya tetapi sangat mungkin tujuan surat tersebut untuk mengancurkan kepercayaan warga yang selama ini mendambakan Mr P sebagai presiden mereka. Tetapi bisa juga dipahami, justru surat tersebut diedarkan menjelang pilpres karena justru untuk meluruskan jalan gelap yang selama ini dilalui para pengidola Mr P. Kenapa? Karena di moment-moment krusial kurang lebih dari sebulan Pilpres ini, ada jalan terang yang dibukakkan sehingga mereka tidak terlanjur salah pilih. Surat tersebut dimaksudkan agar masyarakat tidak sesat pikir dalam mengambil keputusan yang akan mempengaruhi pemerintahan Indonesia selama lima tahun ke depan.

Beredarnya surat DKP tersebut mau tidak mau memberikan keuntungan bagi pihak Jokowi-JK. Satu point berhasil mereka dapatkan dari rekam jejak Prabowo di masa lalu. Meskipun melihat perkembangan selama ini, tanpa surat DKP itupun dukungan kepada pasangan capres Jokowi-JK semakin hari semakin banyak. Artinya peluang Jokowi-Jk sebenarnya cukup besar untuk memenangi Pilpres. Meskipun di sana-sini masih saja ada masyarakat yang merasa kuatir jika Jokowi terpilih menjadi Presiden tidak akan menyelesaikan tanggungjawabnya selama lima tahun melihat rekam jejak ketika meninggalkan jabatan Walikota Solo dan sekarang bersiap meninggalkan amanah menjadi Gubernur DKI Jakarta., untuk mengejar jabatan Presiden RI.

Sebagai warga biasa yang beberapa kali berinteraksi langsung dengan Jokowi ketika menjadi Walikota Solo, saya berharap beliau tidak akan memanfaatkan moment surat DKP yang menjadi pukulan telak Prabowo untuk kepentingan beliau. Biarkan masyarakat yang menilai sendiri, pak Jokowi tidak usah terjebak untuk ikut mengomentari soal dugaan pelanggarahn HAM Prabowo di masa lalu. Sebagai orang jawa, pak Jokowi mestinya tidak melupakan falsafah Menang Tanpa Ngasorake (menang tanpa meremehkan/merendahkan lawannya). Tetaplah menjadi Jokowi seperti yang dulu yang kami kenal, yaitu seorang yang kalem, rendah hati, sabar, nrimo, dan pekerja keras . Itulah Jokowi yang sebenarnya.***

Tidak ada komentar: