Malam semakin larut, sepi menyelimuti kegelapan,
Dingin angin mempau menembus kulit dan tulang,
Tak ada yang sanggup bertahan membuka mata,
Memilih bergelung menjemput impian.
dok: Suci/pribadi |
Nak,
Ibu terbangun mendengar suara desah nafas,
Wajahmu yang kosong menatap hampa tanpa makna,
Menambah dalam lingkaran dibawah bola mata,
Mengerus ceria yang lama tersungging di wajah penuh makna.
Nak,
Ibu tahu kamu begitu tergoda dengan gemerlap dunia,
Yang biasa didapatkan mereka teman-teman sebaya,
Menari-nari mengalungkan baju, sepatu, mainan, boneka,
Menerima hadiah untuk melengkapi kesempurnaan perayaan lebaran.
Nak,
Bukannya ibu tidak mau tahu,
Bukannya ibu pura-pura tidak melihat kegundahanmu,
Tidak juga menginginkan memberikan keinginanmu,
Apalagi berkeras tak memanjakan dirimu.
Tapi Nak,
Ibu tak mampu, tak sanggup, tak bisa,
Setidaknya untuk saat ini memenuhi keinginan,
Meski hanya sekedar baju, sepatu biasa yang murah harganya,
Sedikit rejeki kita hanya mampu untuk melunaskan zakat ,
Demi kesempurnaan puasa ramadhan kita.
Nak,
Maafkan ibu yang tak mampu penuhi,
Maafkan ibu yang masih seperti ini,
Bekerja hanya mampu untuk sehari-hari,
Tanpa menyisihkan untuk tambahan itu dan ini.
Nak,
Satu yang selalu ibu bagi,
Hanya untuk pujaan hati,
Kasih sayang sejati,
Hari ini, nanti dan kelak sampai mati.
Solo,di penghujung Ramadan 1435 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar