Sumpek dengan lingkungan kita? Bosan dengan aktivitas sehari-hari? Binggung dengan banyaknya beban, tagihan, kebutuhan yang merangkak naik? Tak ada salahnya sedikit mengurangi beban pikiran dengan berjalan-jalan. Banyak hal menarik dari hal sederhana yang ada di sekitar kita. Melihat dan berbincang dengan orang-orang yang selama ini jarang kita perhatikan mungkin akan mengurangi beban yang ada di pikiran kita.
Sederhana saja, luangkan waktu untuk bicara dengan
orang-orang yang mungkin belum pernah
anda ajak bicara. Bisa orang-orang dijalan yang biasa nongkrong di
warung-warung tenda, hik, pinggir jalan, atau di pasar.
Seminggu sekali saya ke pasar untuk berbelanja kebutuhan
sehari-hari, dan saya sering bertemu dengan orang-orang baru yang baru kali itu
saya temui, atau bertemu beberapa kali dengan pedagang pasar. Sambil belanja ,
biasaanya saya mengajak mereka gobrol. Bermacam-macam hal, dari harga kebutuhan
pokok, keseharian mereka sampai hal-hal
ringan seperti kebiasaan para pedagang. Tak heran, waktu belanja saya biasaanya
lebih lama.
Dari merekalah,
banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil. Kesabaran, keuletan,
ketelatenan, ketabahan, sikap nrimo, rasa syukur yang besar dan hidup
sederhana. Terutama dari sikap pedagang
yang sudah lanjut usia, yang hampir semuanya perempuan. Puluhan tahun berdagang
dengan penghasilan yang tidak seberapa, tetapi mereka mampu mensyukuri hidup
ini dan tetap bersemangat terus mencari sesuap nasi.
Jika di kalkulasi, kadang kita merasa tidak bisa berpikir ,
kok bisa ya sehari dengan laba sekian rupiah bisa bertahan hidup, menyekolahkan anak dan tetap
setia dengan pekerjaanya? Itulah hidup, terkadang susah untuk dilogika.
Mbah Atmo (bukan nama sebenarnya) puluhan tahun berjualan
kecambah, terkadang pisang, tempe, sayuran dan hasil tanaman seadanya yang ia
tanam dan beli dari tetangga, selalu bersyukur di masa tuanya masih diberikan
kesehatan. Meskipun tidak mendapatkan hasil banyak dari berjualan, tetapi toh
baginya itu sudah cukup. Ia sehat, tidak merepotkan anak cucu dan bisa makan
sendiri tanpa bergantung kepada orang lain/keluarga itu sudah kebahagiaan
tersendiri. Baginya hidup tidak hanya sekedar mempunyai uang sekian rupiah, tetapi hidup untuk
melihat anak cucu sehat, kecukupan sandang pangan dan ia bisa berkumpul dengan teman-temannya.
“Uripkuwi gur mampir ngombe”
(hidup itu ibaratnya hanya
sekedar mampir istirahat untuk minum
saja) , ungkapan Mbah Parni (nama
samaran), yang sehari-hari berjualan tahu. Tak banyak barang dagangannya , hanya
dua ember kecil itupun tidak penuh. Tidak banyak uang yang ia bawa pulang,
tetapi ia merasa senang dan bersyukur. Hidup hanya sebentar, ia tidak terlalu
ngoyo(membabi buta) dalam mencari nafkah. Baginya ada waktu yang ia sisihkan
untuk beribadah dan bekerja. Ia pun berdagang juga agar bisa bertemu dengan
teman-teman, mengisi masa tuanya yang sendirian. Uang untuk makan ada dari anaknya , tetapi
toh ia tetap ke pasar, sekali lagi untuk tetap bertemu dan berkumpul dengan
temannya.
Tak berbeda dengan Mbah Sur (samaran), berjualan pisau dan alat dapur lainnya seperti cangkir,
piring, sednok, mangkon, saringan dll sejak usia muda. Terhitung sudah lebih
dari empatpuluh tahun berjualan. Meskipun hidup susah dan hanya pas-pasan saja,
tetapi toh ia tetap riang menghadapinya. Terkadang dalam satu hari daganganya
tak laku, ia santai, nrimo saja. “Rejeki sudah diatur Gusti Allah,” tuturnya
ringan seringan ayunan kakinya yang menua di makan usia. Saat ke pasar ia merasa kakinya bersemangat
dan tak merasa membawa beban berat , padahal ia biasa mengendong barang
daganganyan di punggungnya. Sikap sabarnya dalam mencari rejeki membuatnya
tidak merasa kekurangan.
Masih banyak pelajaran hidup yang bisa kita temui melalui
orang-orang tersebut. Meskipun hidup pas-pasan tetapi tetap
bersemangat dalam mencari rejeki, tetap sabar dalam mengumpulkan rupiah demi
rupiah, jarang mengeluh, jujur, bersyukur atas rejeki hari itu yang mereka bawa
pulang dan tidak melupakan untuk terus berusaha di esok harinya.
Semoga sekelumit cerita ini bisa menyemangati kita untuk
terus berusaha tanpa putus asa, mengurangi mengeluh, sabar dan tetap bersyukur
atas semua yang diberikanNya. Kenikmatan itu tidak hanya berupa rupiah yang
mengalir ke kantong, tetapi sehat dan
rasa nyaman itu juga kenikmatan yang tiada tara.***