Rabu, 02 September 2015

Belajar Syukur dari Para Perempuan Hebat

Jangan selalu melihat ke atas, sering-seringlah melihat ke bawah. Kalimat penting itu sangat tepat, agar kita tidak selalu merasa kurang dan mestinya harus bisa bersyukur saat melihat orang-orang yang kondisinya di bawah kita.



Sumpek dengan lingkungan kita? Bosan dengan  aktivitas sehari-hari?  Binggung dengan banyaknya beban, tagihan, kebutuhan yang  merangkak naik?  Tak ada salahnya sedikit mengurangi beban pikiran dengan berjalan-jalan. Banyak hal menarik dari hal sederhana yang ada di sekitar kita. Melihat dan berbincang dengan orang-orang yang selama ini jarang kita perhatikan mungkin akan mengurangi beban yang ada di pikiran kita.

Sederhana saja, luangkan waktu untuk bicara dengan orang-orang yang mungkin belum pernah  anda ajak bicara. Bisa orang-orang dijalan yang biasa nongkrong di warung-warung tenda, hik, pinggir jalan, atau di pasar.

Seminggu sekali saya ke pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, dan saya sering bertemu dengan orang-orang baru yang baru kali itu saya temui, atau bertemu beberapa kali dengan pedagang pasar. Sambil belanja , biasaanya saya mengajak mereka gobrol. Bermacam-macam hal, dari harga kebutuhan pokok, keseharian mereka sampai  hal-hal ringan seperti kebiasaan para pedagang. Tak heran, waktu belanja saya biasaanya lebih lama.

Dari merekalah,  banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil. Kesabaran, keuletan, ketelatenan, ketabahan, sikap nrimo, rasa syukur yang besar dan hidup sederhana.  Terutama dari sikap pedagang yang sudah lanjut usia, yang hampir semuanya perempuan. Puluhan tahun berdagang dengan penghasilan yang tidak seberapa, tetapi mereka mampu mensyukuri hidup ini dan tetap bersemangat terus mencari sesuap nasi.
Jika di kalkulasi, kadang kita merasa tidak bisa berpikir , kok bisa ya sehari dengan laba sekian rupiah bisa  bertahan hidup, menyekolahkan anak dan tetap setia dengan pekerjaanya? Itulah hidup, terkadang susah untuk dilogika. 

Mbah Atmo (bukan nama sebenarnya) puluhan tahun berjualan kecambah, terkadang pisang, tempe, sayuran dan hasil tanaman seadanya yang ia tanam dan beli dari tetangga, selalu bersyukur di masa tuanya masih diberikan kesehatan. Meskipun tidak mendapatkan hasil banyak dari berjualan, tetapi toh baginya itu sudah cukup. Ia sehat, tidak merepotkan anak cucu dan bisa makan sendiri tanpa bergantung kepada orang lain/keluarga itu sudah kebahagiaan tersendiri. Baginya hidup tidak hanya sekedar mempunyai  uang sekian rupiah, tetapi hidup untuk melihat anak cucu sehat, kecukupan sandang pangan  dan ia bisa berkumpul dengan teman-temannya.

“Uripkuwi gur mampir ngombe”  (hidup itu ibaratnya  hanya sekedar mampir istirahat untuk  minum saja) , ungkapan Mbah  Parni (nama samaran), yang sehari-hari berjualan tahu. Tak banyak barang dagangannya , hanya dua ember kecil itupun tidak penuh. Tidak banyak uang yang ia bawa pulang, tetapi ia merasa senang dan bersyukur. Hidup hanya sebentar, ia tidak terlalu ngoyo(membabi buta) dalam mencari nafkah. Baginya ada waktu yang ia sisihkan untuk beribadah dan bekerja. Ia pun berdagang juga agar bisa bertemu dengan teman-teman, mengisi masa tuanya yang sendirian.  Uang untuk makan ada dari anaknya , tetapi toh ia tetap ke pasar, sekali lagi untuk tetap bertemu dan berkumpul dengan temannya.

Tak berbeda dengan Mbah Sur (samaran), berjualan pisau  dan alat dapur lainnya seperti cangkir, piring, sednok, mangkon, saringan dll sejak usia muda. Terhitung sudah lebih dari empatpuluh tahun berjualan. Meskipun hidup susah dan hanya pas-pasan saja, tetapi toh ia tetap riang menghadapinya. Terkadang dalam satu hari daganganya tak laku, ia santai, nrimo saja. “Rejeki sudah diatur Gusti Allah,” tuturnya ringan seringan ayunan kakinya yang menua di makan usia.  Saat ke pasar ia merasa kakinya bersemangat dan tak merasa membawa beban berat , padahal ia biasa mengendong barang daganganyan di punggungnya. Sikap sabarnya dalam mencari rejeki membuatnya tidak merasa kekurangan.

Masih banyak pelajaran hidup yang bisa kita temui melalui orang-orang  tersebut.  Meskipun hidup pas-pasan tetapi tetap bersemangat dalam mencari rejeki, tetap sabar dalam mengumpulkan rupiah demi rupiah, jarang mengeluh, jujur, bersyukur atas rejeki hari itu yang mereka bawa pulang dan tidak melupakan untuk terus berusaha di esok harinya. 

Semoga sekelumit cerita ini bisa menyemangati kita untuk terus berusaha tanpa putus asa, mengurangi mengeluh, sabar dan tetap bersyukur atas semua yang diberikanNya. Kenikmatan itu tidak hanya berupa rupiah yang mengalir ke kantong, tetapi  sehat dan rasa nyaman itu juga kenikmatan yang tiada tara.***

Tidak ada komentar: