SJ, kebetulan
akhir-akhir ini, hampir tiap hari wara wiri di layar kaca karena terlibat sebagai juri salah satu acara pencarian bakat penyanyi
dangdut di TV swasta. Dus, ia sering
terlihat di layar kaca.
Ketika ia di duga telah melakukan tindakan pelecehan seksual
kepada remaja yang berkenis kelamin sama (laki-laki ), kekhawatiran menjadi
besar. Dengan dugaaan SJ mempunyai orientasi seksual
yang tidak biasa,( bisa jadi ia termasuk dalam LGBT , yang tipe G atau B
karena pernah menikah 2 kali), dikhawatirkan menularkan kepada para penggemar SJ.
Meskipun kalau menurut saya, dilihat dari sikap SJ sendiri (di TV) ia tidak bersikap
seolah-olah layaknya perempuan. Meskipun
saya bukan pengemar SJ, tetapi kalau
saya perhatian ia bersikap wajar seperti laki-laki pada umumnya. Setahu saya ia juga tidak pernah berperan
sebagai perempuan atau berlagak kemayu, kecewek-cewekan, genit atau melambai-lambai. Lain dengan pesohor laki-laki seperti misalnya penyanyi
dangdut yang telah bercerai dengan
pengusaha wanita yaitu berinisial N yang terbiasa bersikap melambai, genit,
berdandan berlebihan selayaknya perempuan dan biacarapun genit . Atau seperti dari kalangan
desainer laki-laki yang bertubuh tambun dan sering bersikap dan berpakaian selayakanya perempuan yaitu Si IG, meskipun sekarang lebih sering tampil
macho. Atau MC yang sesekali tampil kemayu yaitu si IH. Dan masih ada lagi pesohor laki-laki yang berlagak layaknya perempuan bahkan
terlihat seperti ( maaf) banci.
KPI berwenang untuk
mengawasi pelaksanaan peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran serta Standar
Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012 serta menampung, meneliti dan
menindaklanjuti aduan masyarakat. KPI rupanyan menilai kalau salah satu perilaku
orientasi sex yang ‘tidak biasa’ dari
para pesohor bisa memberikan dampak
terjadinya pelecehan seksual. Karena bisa jadi perilaku yang tidak biasa
dari pesohor tersebut karena pengaruhi lingkungan tempatnya bergaul. Sehingga
ia bisa mempengaruhi yang lain juga.
Untuk itu,KPI, pada tanggal 23 Februari 2016, mengeluarkan Surat
Edaran KPI bernomor 203/K/KPI/02/16 yang ditujukan kepada "Seluruh
Direktur Utama Lembaga Penyiaran" . SE tersebut memberikan himbauan kepada
semua stasiun TV untuk melarang karakter pria yang bergaya wanita.
KPI sendiri
memastikan akan memantau seluruh lembaga penyiaran terkait dengan larangan yang tertuang dsalam SE tersebut. Sangsi akan
diberlakukan bila masih ada stasiun TV yang menampilkan karakter pria bergaya
kewanitaan.
Kira-kira isi SE tersebut sebagai berikut:
“Berdasarkan hasil pemantauan dan aduan yang kami terima,
terdapat program siaran yang masih menampilkan pria yang berperilaku dan
berpakaian seperti wanita. Sesungguhnya KPI Pusat telah melarang muatan
tersebut melalui beberapa surat edaran yang dikeluarkan. KPI Pusat melalui
surat ini meminta saudara/i untuk tidak menampilkan pria sebagai pembawa acara
(host), talent, maupun pengisi acara lainnya (baik pemeran utama maupun
pendukung) dengan tampilan sebagai berikut:
1. Gaya
berpakaian kewanitaan;
2. Riasan (make up) kewanitaan;
3. Bahasa tubuh kewanitaan, (termasuk namun tidak
terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerakan tangan, maupun perilaku
lainnya);
4. Gaya bicara kewanitaan;
5. Menampilkan
pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan;
6. Menampilkan sapaan terhadap pria dengan
sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita;
7. Menampilkan
istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria kewanitaan.
KPI Pusat menilai hal-hal tersebut tidak sesuai dengan
ketentuan penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku
dalam masyarakat serta perlindungan anak-anak dan remaja. Siaran dengan muatan
demikian dapat mendorong anak untuk belajar dan/atau membenarkan perilaku tidak
pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut sebagaimana diatur dalam Standar Program Siaran Komisi Penyiaran
Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1), dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a.
Selain itu sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia
Tahun 2012 Pasal 4, lembaga penyiaran juga diarahkan untuk menghormati dan
menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural.
Apakah aturan berlaku
untuk semua seniman?
Kalau kita cermati dalam SE tersebut pelarangan ditujukan
untuk pria baik sebagai pembawa acara
(host), talent, maupun pengisi acara lainnya (baik pemeran utama maupun
pendukung). Tidak ada spesifikasi tertentu. Titik, jadi untuk semua
pesohor/pengisi acara yang berjenis kelamin laki-laki.
Saya membayangkan, bagaimana dengan pesohor laki-laki yang
kebetulan berprofesi sebagai seniman dan biasa menampilkan diri sebagai seorang
wanita? Sebut saja Nini Thowok atau Didik Nini Thowok seorang seniman penari dan
pencipta tari yang sudah mempunyai jam terbang dari berbagai Negara di dunia ini. Ia seniman yang
mumpuni dan telah membawa harum nama bangsa Indonesia dengan kemampuan olah
gerak dan olah cipta seni yang tinggi.
Maestro tari Nini Thowok moncer karena ia hampir seluruhnya
selalu membawa tarian yang berkarakter perempuan tentu saja dengan make-up dan
kostum penari perempuan. Nah, apa jadinya kalau ia juga dilarang tampil dengan
karakter yang selama ini ia mainkan?
Apakah tidak lebih baik ada aturan tentang hal-hal khusus, ada pengecualian dalam SE tersebut terlebih
bagi seniman yang memang ia nyeni dan identic dengan karakter perempuan.
Misalnya dengan kriteria khusus yaitu ia telah membuktikan mampu membawa harum
bangsa ke kancah internasional. Dengan
khususon seperti itu, dengan sendirinya,
pesohor yang selama ini ‘melambai’ tetapi
hanya moncer di negri sendiri masuk ke dalam kriteria yang dilarang oleh
SE KPI tersebut.
Tanpa tambahan pengaturan
untuk seniman khusus seperti itu, saya kira SE ini berpotensi akan menumpulkan
bahkan mematikan kreatifitas seniman
berbakat seperti Nini Thowok.
_Solo, 26 Februari 2016_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar