Saya berulangkali menyaksikan ribuan wajah tua muda, anak-anak, remaja, lelaki, perempuan, dengan wajah memerah terlihat kepanasan, berlelera keringat.
Meskipun begitu semuanya
tampak bahagia, ceria, sumrigah dan penuh dengan senyum. Suara saling canda,
tertawa masih terdengar mengiringi derap langkah kaki tergesa untuk merapat ke
bagian selatan, tepat di dua buah jendela yang berada di kanan kiri pintu masuk
bangunan besar yang mulai dipenuhi Jemaah.
Pagi itu, Asrama Haji Donuhudan Boyolali, Jawa Tengah ,
dipadati masyarakat. Jika di dalam asrama dipenuhi calon Jemaah haji dari Jawa
Tengah dan DIY, di luar asrama haji masyarakat menyemut. Lalu lalang tampak
bersemangat untuk sekedar bertemu, bersalaman atau berbincang sejenak dengan
calon Jemaah haji yang mereka antarkan.
Beberapa kali saya masuk ke asrama haji yang terlelak di
Donohudan , desa di kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia ini. Beberapa acara di sekolah anak saya dilakukan
di sini sehingga saya sudah terbiasa masuk ke dalam asrama. Tetapi kali ini
saya hanya bisa menyaksikan keramaian
dari luar asrama bersama para kerabat, tetangga calon Jemaah haji yang
sejak 8 Agustus kemarin mulai
berdatangan.
Merawat Tradisi Bersalaman Sebelum Berpisah
Kalau dipikir-pikir memang mengherankan. Sebenarnya mereka (masyarakat) yang mengantarkan baru
saja bertemu. Paling tidak saat silaturahmi melepas calon Jemaah haji berangkat
ke asrama haji Donohudan, mereka sudah bertemu, salaman, saling mendoakan.
Tetapi inilah kebiasaan masyarakat sejak
dahulu kala, rasanya tidak mantap dan kurang puas kalau saat di asrama haji
tidak bertemu lagi dengan calon Jemaah haji yang diantarkannya. Padahal baru
dalam hitungan jam mereka berpisah.
Mereka rela berdesakan, berpanasan menunggu tetangga yang
datang untuk sekedar menyapa. Karena masyarakat tidak diijinkan masuk ke asrama
haji, maka saat calon Jemaah haji terlihat
dari jendela (tempat calon Jemaah haji bertemu dengan keluarga, tetangga), maka tak mereka akan
merangsek mendekat. Biasanya ada salah satu
warga dari rombongan tersebut
yang menjalin komunikasi dengan calon Jemaah haji di dalam asrama. Begitu pasti
si calon Jemaah haji akan menemui, mereka segera memberikan kode. Nah, saat
calon Jemaah haji muncul dari jendela, tak perlu dikomandoi lag, warga akan
mendekat untuk sekedar bersalama, berdoa, nitip doa dan gobrol. Tak bisa bicara
lama, hanya sepatah dua patah kata karena antrian memang panjang dan calon
Jemaah haji juga harus memberikan kesempatan kepada temannya untuk bergantian
memanfaatkan jendela tempat mereka bertemu dengan kerabatnya tersebut.
Hari Minggu (28/8/2016) kemarin nampaknya jemaaah calon haji
berdatangan dari Pemalang, Pekalongan, Tegal, melihat dari plat nomor
kendaraan, bis yang menyemut di sekitar asrama. Saya sendiri hendak bertemu
dengan saudara yang berasal dari Pekalongan .
Dari beberapa warga yang datang, saya sempat mendapatkan informasi
kalau mereka datang sejak pagi hari. Beberapa ada yang datang bersamaan dengan
calon Jemaah haji yang berangkat dari Pekalongan sejak malam hari. Tetapi ada
yang berangkat menyusul dan pagi hari baru tiba di asrama haji Donuhudan.
“Tetap mau bertemu Bu,? Bukankah kemarin sudah bertemu saat
pamitan haji?” tanya saya kepada seorang ibu yang berasal dari Pekalongan.
“Iyalah. Kurang puas kalau di sini (asrama) tidak bertemu,”
jawabnya sambil mengelap peluh.
Mereka merasa lebih puas untuk bertemu sekali lagi saat di
asrama haji.
Warga Sekitar dan
Pedagang Kecipratan Rejeki
Moment tahunan saat calon Jemaah haji berkumpul di asrama
haji membawa keberuntungan bagi warga sekitar. Tidak hanya pedagang tetapi juga warga di sekitar asrama. Pedagang
sendiri tidak hanya pedagang yang kesehariananya berprofesi sebagai pedagang
tetapi banyak warhga biasa yang akhirnya berdagang memanfaatkan moment
tersebut. Mereka berjualan makanan,
pakaian, mainan, peralatan ibadah haji, oleh-oleh khas Solo dan Boyolali sampai
beragam asesoris.
Melihat antusias warga yang mengerumuni pedagang dan berbelanja , bisa diibaratkan,
jualan apa saja laku. Bahkan saya perhatikan banyak pedagang yang tidak
seberapa lama mengelar barang dagangan makanan khas solo salah satunya intip
goreng, sampai berkali-kali mengambil barang dagangan untuk digelar lagi.
Dagangannya laris manis dan bahkan diantri pembeli yang ingin membawa oleh-oleh
dari asrama haji Donohudan.
Selain pedagang, banyak warga yang memanfaatkan moment
mengantar Jemaah haji dengan membuka parkir di halaman rumah, juga menyediakan
jasa kamar mandi umum. Hampir semua warga sekitar berbisnis dadakan, karena
lahan parkir dan kamar mandi umu sangatlah di cari. Maka tidak heran jika rumah
warga dipenuhi motor dan mobil dari berbagai daerah juga dipenuhi orangyang
memanfaatkan rumah warga untuk beristirahat, numpang mandi, sholat dan
melepaskan penat.
Harga ditawarkan juga terjangkau hanya Rp 5.000-3.000 untuk
parkir mobil dan motor, Rp 3.000 untuk mandi, sementara kencing dan wudhu hanya
Rp 2.000 saja.
Menurut informasi, tahun 2016 ini ada sekitar 26.561 orang calon Jemaah haji yang transit di asrama haji Donohudan sebelum
diberangkatkan ke Tanah Suci. Sekitar 23.543 calon haji berasal dari Jateng dan 2.648 calon haji asal DIY, serta ditambah 370 orang petugas.
Terhitung sejak 8 Agustus
calon Jemaah haji sudah bergantian datang. Setidaknya sampai tanggal 5
September 2016 nanti, masih ada calon Jemaah haji yang transit di
Donohudan. Warga sekitar memanfaatkan momentum ini dengan baik untuk
meraih rejeki juga menambah tali silaturahmi. Begitulah yang disampaikan Bu
Haji Soleh, salah satu pemilik rumah makan di depan asrama haji Donuhudan .
Semoga mendapatkan
rejeki barokah, Bu.Amin. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar