Selasa, 06 September 2016

Membumikan Tradisi Mengantar Calon Haji

Meskipun jam baru menunjukkan pukul 10.15 menit, tetapi terik matahari terasa sudah menyengat kulit. Semilir angun juga tidak terasa sama sekali, memanbah gerah dan panas.
Saya berulangkali menyaksikan ribuan wajah tua muda, anak-anak, remaja, lelaki, perempuan, dengan wajah memerah terlihat kepanasan, berlelera keringat.

Meskipun begitu semuanya tampak bahagia, ceria, sumrigah dan penuh dengan senyum. Suara saling canda, tertawa masih terdengar mengiringi derap langkah kaki tergesa untuk merapat ke bagian selatan, tepat di dua buah jendela yang berada di kanan kiri pintu masuk bangunan besar yang mulai dipenuhi Jemaah.

Pagi itu, Asrama Haji Donuhudan Boyolali, Jawa Tengah , dipadati masyarakat. Jika di dalam asrama dipenuhi calon Jemaah haji dari Jawa Tengah dan DIY, di luar asrama haji masyarakat menyemut. Lalu lalang tampak bersemangat untuk sekedar bertemu, bersalaman atau berbincang sejenak dengan calon Jemaah haji yang mereka antarkan. 

Beberapa kali saya masuk ke asrama haji yang terlelak di Donohudan , desa di kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia ini.  Beberapa acara di sekolah anak saya dilakukan di sini sehingga saya sudah terbiasa masuk ke dalam asrama. Tetapi kali ini saya hanya bisa menyaksikan  keramaian dari luar asrama bersama para kerabat, tetangga calon Jemaah haji yang sejak  8 Agustus kemarin mulai berdatangan.
Merawat Tradisi Bersalaman Sebelum Berpisah

Kalau dipikir-pikir memang mengherankan. Sebenarnya  mereka (masyarakat) yang mengantarkan baru saja bertemu. Paling tidak saat silaturahmi melepas calon Jemaah haji berangkat ke asrama haji Donohudan, mereka sudah bertemu, salaman, saling mendoakan. Tetapi  inilah kebiasaan masyarakat sejak dahulu kala, rasanya tidak mantap dan kurang puas kalau saat di asrama haji tidak bertemu lagi dengan calon Jemaah haji yang diantarkannya. Padahal baru dalam hitungan jam mereka berpisah.

Mereka rela berdesakan, berpanasan menunggu tetangga yang datang untuk sekedar menyapa. Karena masyarakat tidak diijinkan masuk ke asrama haji, maka saat  calon Jemaah haji terlihat dari jendela (tempat calon Jemaah haji bertemu dengan  keluarga, tetangga), maka tak mereka akan merangsek mendekat. Biasanya ada salah satu  warga dari rombongan  tersebut yang menjalin komunikasi dengan calon Jemaah haji di dalam asrama. Begitu pasti si calon Jemaah haji akan menemui, mereka segera memberikan kode. Nah, saat calon Jemaah haji muncul dari jendela, tak perlu dikomandoi lag, warga akan mendekat untuk sekedar bersalama, berdoa, nitip doa dan gobrol. Tak bisa bicara lama, hanya sepatah dua patah kata karena antrian memang panjang dan calon Jemaah haji juga harus memberikan kesempatan kepada temannya untuk bergantian memanfaatkan jendela tempat mereka bertemu dengan kerabatnya tersebut.

Hari Minggu (28/8/2016) kemarin nampaknya jemaaah calon haji berdatangan dari Pemalang, Pekalongan, Tegal, melihat dari plat nomor kendaraan, bis yang menyemut di sekitar asrama. Saya sendiri hendak bertemu dengan saudara yang berasal dari Pekalongan .
Dari beberapa warga yang datang, saya sempat mendapatkan informasi kalau mereka datang sejak pagi hari. Beberapa ada yang datang bersamaan dengan calon Jemaah haji yang berangkat dari Pekalongan sejak malam hari. Tetapi ada yang berangkat menyusul dan pagi hari baru tiba di asrama haji Donuhudan.
“Tetap mau bertemu Bu,? Bukankah kemarin sudah bertemu saat pamitan haji?” tanya saya kepada seorang ibu yang berasal dari Pekalongan.
“Iyalah. Kurang puas kalau di sini (asrama) tidak bertemu,” jawabnya sambil mengelap peluh.
Mereka merasa lebih puas untuk bertemu sekali lagi saat di asrama haji.

Warga Sekitar  dan Pedagang Kecipratan Rejeki
Moment tahunan saat calon Jemaah haji berkumpul di asrama haji membawa keberuntungan bagi warga sekitar. Tidak hanya pedagang  tetapi juga warga di sekitar asrama. Pedagang sendiri tidak hanya pedagang yang kesehariananya berprofesi sebagai pedagang tetapi banyak warhga biasa yang akhirnya berdagang memanfaatkan moment tersebut.  Mereka berjualan makanan, pakaian, mainan, peralatan ibadah haji, oleh-oleh khas Solo dan Boyolali sampai beragam asesoris.

Melihat antusias warga yang mengerumuni  pedagang dan berbelanja , bisa diibaratkan, jualan apa saja laku. Bahkan saya perhatikan banyak pedagang yang tidak seberapa lama mengelar barang dagangan makanan khas solo salah satunya intip goreng, sampai berkali-kali mengambil barang dagangan untuk digelar lagi. Dagangannya laris manis dan bahkan diantri pembeli yang ingin membawa oleh-oleh dari asrama haji Donohudan.

Selain pedagang, banyak warga yang memanfaatkan moment mengantar Jemaah haji dengan membuka parkir di halaman rumah, juga menyediakan jasa kamar mandi umum. Hampir semua warga sekitar berbisnis dadakan, karena lahan parkir dan kamar mandi umu sangatlah di cari. Maka tidak heran jika rumah warga dipenuhi motor dan mobil dari berbagai daerah juga dipenuhi orangyang memanfaatkan rumah warga untuk beristirahat, numpang mandi, sholat dan melepaskan penat.
Harga ditawarkan juga terjangkau hanya Rp 5.000-3.000 untuk parkir mobil dan motor, Rp 3.000 untuk mandi, sementara kencing dan wudhu hanya Rp 2.000 saja.

Menurut informasi, tahun 2016 ini ada sekitar  26.561 orang calon Jemaah haji yang  transit di asrama haji Donohudan sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci.  Sekitar  23.543 calon haji berasal  dari Jateng dan 2.648 calon haji asal DIY,  serta ditambah 370 orang petugas.
Terhitung sejak 8 Agustus  calon Jemaah haji sudah bergantian datang. Setidaknya sampai tanggal 5 September 2016 nanti, masih ada calon Jemaah haji yang transit di Donohudan.  Warga sekitar  memanfaatkan momentum ini dengan baik untuk meraih rejeki juga menambah tali silaturahmi. Begitulah yang disampaikan Bu Haji Soleh, salah satu pemilik rumah makan di depan asrama haji Donuhudan .
Semoga  mendapatkan rejeki barokah, Bu.Amin. **

Tidak ada komentar: