Selasa, 20 September 2016

Salah Kaprah Sensor terhadap Tayangan Televisi

Pornografi dan pornoaksi kembali diperdebatkan oleh netizen manakala ada pensensoran dari stasiun televisi yang menampilkan alter renang Pkan Olah Raga (PON) 2016 Jawa Barat.
Mungkin karena dianggap sang alet mmebuka aurat, memperlihatkan sebagian anggota tubuh maka tayangan atlet renang putri tersebut di blur.

Di blur/samarkan/dibikin kotak-kotak gitu loh.

Terus terang saya  jadi binggung sendiri, sebenarnya bagaimana batasan pornografi  tersebut? Seperti apakah sebuah tayangan televisi dianggap  masuk ketegori pornografi?
Kalau artis dengan pakaian minim, terbuka, memperlihatkan sebagaian anggota tubuhnya , okelah untuk di blur. Tetapi kalau atlet   cabang renang yang memang kostumnya minim dan memperihatkan auratnya diblur? Masak iya, atlet sedang berenang dengan pakaian renang dianggap kategori pornografi?

Saya coba telusuri isi siaran yang dilarang oleh Komite Penyiaran Indonesia (KPI). Dalam UU No 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran, BAB IV pasal 36 ayat (5) menyebutkan  Isi siaran dilarang : 
a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; 
b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau
 c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. 
Kemudian ayat (6) Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau
mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. 

Menurut saya, dalam tayangan altet renang yang diblur, tidak termasuk dalam kategori  isi siaran yang dilarang . Jika dikaitkan dengan ayat (5) huruf b. menonjolkan unsur cabul-pun , saya rasa masih jauh dari unsur cabul tersebut. Kata Cabul sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keji dan kotor; tidak senonoh (melanggar kesopanan, kesusilaan). Pakaian yang dikenakan oleh atlit renang saya kira jauh dari unsur cabul dan tidak melanggaran kesopanan juga kesusilaan.

Salah kaprah menilai tayangan televisi
Salah satu tugas KPI adalah menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. Untuk itu mestinya tayangan yang disiarkan juga tidak setengah-setengah dan layak untuk di tonton.
Demikian juga  dengan tayangan  atlet renang tersebut, rasanya tidak layak melihat atlit renang  wanita  yang hanya terlihat kepalanya saja sementara tubuh di bawah kepala sampai kaki hanya terlihat kotak-kotak coklat. 

Untuk memberikan tayangan yang bermanfaat bagi masyarakat, mestinya tidak salah kaprah dan asal-asalan.
Barangkali karena  tubuh atlit renang  tersebut dianggap bisa membuat libido seseorang (terutama) laki-laki naik? Jika blur tersebut dengan maksud seperti itu, saya kira terlalu berlebihan. Saya justru mempertanyakan kekhawatiran berlebihan dari pihak yang memblur tersebut.  (menurut KPI dalam situs resminya  www.kpi.go.id, yang  melakukan pengaburan gambar (pengebluran) dalam  tayangan  tersebut tidak dilakukan oleh maupun atas permintaan Komisi Penyiaran Indonesia, yang memblur adalah Lembaga Penyiaran).

Saya rasa , para laki-laki yang melihat tayangan atlit renang dengan kostum renangnya tidak akan berpikir sampai sejauh itu, membayangkan hal yang erotis tentang tubuh atlit tersebut dan melakukan hal-hal yang tidak senonoh.  
Saya lebih sepakat jika tayangan yang terlalu mengada-ada misalnya sinetron yang memperlihatkan permusuhan, kebencian, perpecahan, pelecehan agama, diskriminatif, intrik keluarga, anak sekolah yang hobi pacaran, kebut-kebutan, sinetron dengan mobil-mobil mewah, adegan banjir air mata dll , itulah yang diblur bahkan di cut. Atau kuis, acara lawak yang kurang mendidik. Bukannya malah tayangan PON yang penuh dengan semangat, perjuangan, sportivitas diblur karena dianggap melanggar kesopanan.**

_Solo, 19 September 2016_



Tidak ada komentar: