Jumat, 20 Januari 2017

Pilih WO Saat Khutbah Jum'at Menebarkan Kebencian

"Khotbah jum'at tidak mencerahkan malah membuat emosi," tutur suami saya sambil bersungut-sungut. Bukan sekali itu saja suami saya ikut sholat jumat dengan pengkhotbah yang membuat emosi. Saking tidak hanya sekali, suami sudah bisa menandai masjid yang memberikan khotbah jumat yang cenderung 'keras' , menebarkan 'kebencian', permusuhan dan mengkotak-kotakkan minoritas salah satunya dengan memberikan pemahaman untuk tidak memilih pemimpin non muslim. 

Hanya sesekali suami terpaksa ikut jumatan di masjid dengan khotbah jumat yang keras tersebut karena lebih dekat dengan kantor dan waktu tidak mencukupi untuk mencari masjid yang cukup jauh dari kantor. Menurut cerita suami, saat khotbah jumat dengan tema seperti itu, biasanya suami hanya bisa menahan diri, jengkel , yang pada akhirnya merasa sholat jumatnya kurang ikhlas karena perasaan-perasaan tersebut. Pada akhirnya Jumatannya menjadi tidak lagi menyenangkan, menyejukkan , menenangkan hati karena rasa jengkelnya (mangkel meski dalam hati). Suami saya masih lumayan mendingan, menyelesaikan mendengarkan khotbah jumat sampai mengakhiri dengan sholat jumat. 

Tetapi itu tidak berlaku bagi teman saya. Saking jengkel dan marahnya dengan isi khotbah jumat, ia gatal sekali ingin interupsi. Ia berpendidikan pesantren, besar di lingkungan pesantren, mengkaji keislaman dengan sangat baik sehingga tahu betul ajaran islam yang menyiarkan kedamaian, kasih sayang . Bukan islam yang mengajarkan kebencian, permusuhan, menghina minoritas. Kebetulan ia juga aktivis yang lumayan vocal dan tidak bisa diam dengan hal-hal yang ia anggap menyimpang. Tetapi ia tahu betul, jika khotbah jumat itu tidak bisa di interupsi sehingga ia memilih walk out meninggalkan masjid dan tidak melanjutkan sholat jumat. "Saya gatal sekali ingin meluruskan. Tetapi karena tidak mungkin interupsi, saya memilih keluar," katanya dengan gusar.


 Ulama Mestinya Menyejukkan 
Saya tidak sedang memperdebatkan tentang Al Maidah 51, demo 411, dugaan penistaan agama oleh Ahok, dll pasti akan muncul pro dan kontra. Saya hanya ingin mengungkapkan apa yang kami rasakan, yang kami perbincangkan sehari-hari. 

Mengapa ulama ikut-ikutan berpolitik? Meskipun dibungkus dengan syiar islam, menyampaikan isi Al Maidah 51 sesuai penafsiran khotib jumat yang intinya jangan sampai memilih pemimpin non muslim, tetapi orang akan mudah memaknainya menjadi isi khotbah yang politis. Dan dikaitkan dengan dugaan penistaan agama oleh Ahok yang sedang ramai diperbincangkan . 

Soal khotbah jumat yang menurut saya tidak murni lagi tetapi bermuatan politis, tidak hanya terjadi kali ini. Menjelang Pilihan Walikota Solo tahun lalu, kebetulan salah satu calon walikota Solo adalah FX Hadi Rudyatmo, yang merupakan wakil walikota Jokowi saat Jokowi menjabat Walikota Solo, dan kebetulan non muslim. Sudah ada beberapa khotbah jumat di Solo yang mengulas Al Maidah 51, mengajak untuk tidak memilih pemimpin non muslim. Bahkan selebaran, leaflet, grup-grup di media sosial banyak mengkampanyekan untuk tidak memilih pemimpin non muslim tersebut. 

Momentum isi khotbah jumat menjelang Pilkada Solo waktu itu masih cukup relevan.
Tetapi saat ini, menjelang Pilgub DKI Jakarta, kok ada ulama di luar jakarta yang ikut-ikutan menyampaikan khotbah seperti itu ya? Alangkah bijaknya (usul saja) jika ulama tidak ikut-ikutan membuat 'panas' suasana dengan khotbah yang cenderung memecah belah dan bisa membuat pro kontra umat.

 Sudah cukup rakyat terpecah belah mensikapi dugaan penistaan agama oleh Ahok yang berujung demo 411 yang lalu. Sampai sekarang pun belum cukup reda dan belum akur kembali jalinan pertemanan, persaudaraan karena perbedaan sikap soal dugaan penistaan agama oleh Ahok. Jangan sampai suasana yang mulai sejuk ini ternodai kembali dengan perbedaan sikap yang digaungkan oleh ulama yang mestinya memberikan pernyataan yang mendamaikan dan menenangkan hati panas masyarakat. #curhat# (mohon maaf jika ada yang tidak berkenan).**

 _Solo, 20 November 2016_

"Khotbah jum'at tidak mencerahkan malah membuat emosi," tutur suami saya sambil bersungut-sungut. Bukan sekali itu saja suami saya ikut sholat jumat dengan pengkhotbah yang membuat emosi. Saking tidak hanya sekali, suami sudah bisa menandai masjid yang memberikan khotbah jumat yang cenderung 'keras' , menebarkan 'kebencian', permusuhan dan mengkotak-kotakkan minoritas salah satunya dengan memberikan pemahaman untuk tidak memilih pemimpin non muslim. Hanya sesekali suami terpaksa ikut jumatan di masjid dengan khotbah jumat yang keras tersebut karena lebih dekat dengan kantor dan waktu tidak mencukupi untuk mencari masjid yang cukup jauh dari kantor. Menurut cerita suami, saat khotbah jumat dengan tema seperti itu, biasanya suami hanya bisa menahan diri, jengkel , yang pada akhirnya merasa sholat jumatnya kurang ikhlas karena perasaan-perasaan tersebut. Pada akhirnya Jumatannya menjadi tidak lagi menyenangkan, menyejukkan , menenangkan hati karena rasa jengkelnya (mangkel meski dalam hati). Suami saya masih lumayan mendingan, menyelesaikan mendengarkan khotbah jumat sampai mengakhiri dengan sholat jumat. Tetapi itu tidak berlaku bagi teman saya. Saking jengkel dan marahnya dengan isi khotbah jumat, ia gatal sekali ingin interupsi. Ia berpendidikan pesantren, besar di lingkungan pesantren, mengkaji keislaman dengan sangat baik sehingga tahu betul ajaran islam yang menyiarkan kedamaian, kasih sayang . Bukan islam yang mengajarkan kebencian, permusuhan, menghina minoritas. Kebetulan ia juga aktivis yang lumayan vocal dan tidak bisa diam dengan hal-hal yang ia anggap menyimpang. Tetapi ia tahu betul, jika khotbah jumat itu tidak bisa di interupsi sehingga ia memilih walk out meninggalkan masjid dan tidak melanjutkan sholat jumat. "Saya gatal sekali ingin meluruskan. Tetapi karena tidak mungkin interupsi, saya memilih keluar," katanya dengan gusar. Ulama Mestinya Menyejukkan Saya tidak sedang memperdebatkan tentang Al Maidah 51, demo 411, dugaan penistaan agama oleh Ahok, dll pasti akan muncul pro dan kontra. Saya hanya ingin mengungkapkan apa yang kami rasakan, yang kami perbincangkan sehari-hari. Mengapa ulama ikut-ikutan berpolitik? Meskipun dibungkus dengan syiar islam, menyampaikan isi Al Maidah 51 sesuai penafsiran khotib jumat yang intinya jangan sampai memilih pemimpin non muslim, tetapi orang akan mudah memaknainya menjadi isi khotbah yang politis. Dan dikaitkan dengan dugaan penistaan agama oleh Ahok yang sedang ramai diperbincangkan . Soal khotbah jumat yang menurut saya tidak murni lagi tetapi bermuatan politis, tidak hanya terjadi kali ini. Menjelang Pilihan Walikota Solo tahun lalu, kebetulan salah satu calon walikota Solo adalah FX Hadi Rudyatmo, yang merupakan wakil walikota Jokowi saat Jokowi menjabat Walikota Solo, dan kebetulan non muslim. Sudah ada beberapa khotbah jumat di Solo yang mengulas Al Maidah 51, mengajak untuk tidak memilih pemimpin non muslim. Bahkan selebaran, leaflet, grup-grup di media sosial banyak mengkampanyekan untuk tidak memilih pemimpin non muslim tersebut. Momentum isi khotbah jumat menjelang Pilkada Solo waktu itu masih cukup relevan. Tetapi saat ini, menjelang Pilgub DKI Jakarta, kok ada ulama di luar jakarta yang ikut-ikutan menyampaikan khotbah seperti itu ya? Alangkah bijaknya (usul saja) jika ulama tidak ikut-ikutan membuat 'panas' suasana dengan khotbah yang cenderung memecah belah dan bisa membuat pro kontra umat. Sudah cukup rakyat terpecah belah mensikapi dugaan penistaan agama oleh Ahok yang berujung demo 411 yang lalu. Sampai sekarang pun belum cukup reda dan belum akur kembali jalinan pertemanan, persaudaraan karena perbedaan sikap soal dugaan penistaan agama oleh Ahok. Jangan sampai suasana yang mulai sejuk ini ternodai kembali dengan perbedaan sikap yang digaungkan oleh ulama yang mestinya memberikan pernyataan yang mendamaikan dan menenangkan hati panas masyarakat. #curhat# (mohon maaf jika ada yang tidak berkenan).** _Solo, 20 November 2016_

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sucihistiraludin/tidak-mungkin-interupsi-teman-saya-pilih-wo-saat-khutbah-jumat-menyiarkan-kebencian_5831641082afbd2609e1f3b4

Tidak ada komentar: