"Khotbah jum'at tidak mencerahkan malah membuat
emosi," tutur suami saya sambil bersungut-sungut. Bukan sekali itu saja
suami saya ikut sholat jumat dengan pengkhotbah yang membuat emosi. Saking
tidak hanya sekali, suami sudah bisa menandai masjid yang memberikan khotbah
jumat yang cenderung 'keras' , menebarkan 'kebencian', permusuhan dan
mengkotak-kotakkan minoritas salah satunya dengan memberikan pemahaman untuk
tidak memilih pemimpin non muslim.
Hanya sesekali suami terpaksa ikut jumatan di masjid dengan
khotbah jumat yang keras tersebut karena lebih dekat dengan kantor dan waktu
tidak mencukupi untuk mencari masjid yang cukup jauh dari kantor. Menurut
cerita suami, saat khotbah jumat dengan tema seperti itu, biasanya suami hanya
bisa menahan diri, jengkel , yang pada akhirnya merasa sholat jumatnya kurang
ikhlas karena perasaan-perasaan tersebut. Pada akhirnya Jumatannya menjadi
tidak lagi menyenangkan, menyejukkan , menenangkan hati karena rasa jengkelnya
(mangkel meski dalam hati). Suami saya masih lumayan mendingan, menyelesaikan
mendengarkan khotbah jumat sampai mengakhiri dengan sholat jumat.
Tetapi itu tidak berlaku bagi teman saya. Saking jengkel dan
marahnya dengan isi khotbah jumat, ia gatal sekali ingin interupsi. Ia
berpendidikan pesantren, besar di lingkungan pesantren, mengkaji keislaman
dengan sangat baik sehingga tahu betul ajaran islam yang menyiarkan kedamaian,
kasih sayang . Bukan islam yang mengajarkan kebencian, permusuhan, menghina
minoritas. Kebetulan ia juga aktivis yang lumayan vocal dan tidak bisa diam
dengan hal-hal yang ia anggap menyimpang. Tetapi ia tahu betul, jika khotbah
jumat itu tidak bisa di interupsi sehingga ia memilih walk out meninggalkan
masjid dan tidak melanjutkan sholat jumat. "Saya gatal sekali ingin meluruskan.
Tetapi karena tidak mungkin interupsi, saya memilih keluar," katanya
dengan gusar.
Ulama Mestinya
Menyejukkan
Saya tidak sedang memperdebatkan tentang Al Maidah 51, demo 411,
dugaan penistaan agama oleh Ahok, dll pasti akan muncul pro dan kontra. Saya
hanya ingin mengungkapkan apa yang kami rasakan, yang kami perbincangkan
sehari-hari.
Mengapa ulama ikut-ikutan berpolitik? Meskipun dibungkus
dengan syiar islam, menyampaikan isi Al Maidah 51 sesuai penafsiran khotib
jumat yang intinya jangan sampai memilih pemimpin non muslim, tetapi orang akan
mudah memaknainya menjadi isi khotbah yang politis. Dan dikaitkan dengan dugaan
penistaan agama oleh Ahok yang sedang ramai diperbincangkan .
Soal khotbah jumat yang menurut saya tidak murni lagi tetapi
bermuatan politis, tidak hanya terjadi kali ini. Menjelang Pilihan Walikota
Solo tahun lalu, kebetulan salah satu calon walikota Solo adalah FX Hadi
Rudyatmo, yang merupakan wakil walikota Jokowi saat Jokowi menjabat Walikota
Solo, dan kebetulan non muslim. Sudah ada beberapa khotbah jumat di Solo yang
mengulas Al Maidah 51, mengajak untuk tidak memilih pemimpin non muslim. Bahkan
selebaran, leaflet, grup-grup di media sosial banyak mengkampanyekan untuk
tidak memilih pemimpin non muslim tersebut.
Momentum isi khotbah jumat
menjelang Pilkada Solo waktu itu masih cukup relevan.
Tetapi saat ini, menjelang Pilgub DKI Jakarta, kok ada ulama
di luar jakarta yang ikut-ikutan menyampaikan khotbah seperti itu ya? Alangkah
bijaknya (usul saja) jika ulama tidak ikut-ikutan membuat 'panas' suasana
dengan khotbah yang cenderung memecah belah dan bisa membuat pro kontra umat.
Sudah cukup rakyat terpecah belah mensikapi dugaan penistaan agama oleh Ahok
yang berujung demo 411 yang lalu. Sampai sekarang pun belum cukup reda dan
belum akur kembali jalinan pertemanan, persaudaraan karena perbedaan sikap soal
dugaan penistaan agama oleh Ahok. Jangan sampai suasana yang mulai sejuk ini
ternodai kembali dengan perbedaan sikap yang digaungkan oleh ulama yang
mestinya memberikan pernyataan yang mendamaikan dan menenangkan hati panas
masyarakat. #curhat# (mohon maaf jika ada yang tidak berkenan).**
_Solo, 20 November
2016_
"Khotbah jum'at tidak
mencerahkan malah membuat emosi," tutur suami saya sambil
bersungut-sungut. Bukan sekali itu saja suami saya ikut sholat jumat
dengan pengkhotbah yang membuat emosi. Saking tidak hanya sekali, suami
sudah bisa menandai masjid yang memberikan khotbah jumat yang
cenderung 'keras' , menebarkan 'kebencian', permusuhan dan
mengkotak-kotakkan minoritas salah satunya dengan memberikan pemahaman
untuk tidak memilih pemimpin non muslim.
Hanya sesekali suami terpaksa ikut jumatan di masjid dengan khotbah
jumat yang keras tersebut karena lebih dekat dengan kantor dan waktu
tidak mencukupi untuk mencari masjid yang cukup jauh dari kantor.
Menurut cerita suami, saat khotbah jumat dengan tema seperti itu,
biasanya suami hanya bisa menahan diri, jengkel , yang pada akhirnya
merasa sholat jumatnya kurang ikhlas karena perasaan-perasaan tersebut.
Pada akhirnya Jumatannya menjadi tidak lagi menyenangkan, menyejukkan ,
menenangkan hati karena rasa jengkelnya (mangkel meski dalam hati).
Suami saya masih lumayan mendingan, menyelesaikan mendengarkan khotbah
jumat sampai mengakhiri dengan sholat jumat. Tetapi itu tidak berlaku
bagi teman saya. Saking jengkel dan marahnya dengan isi khotbah jumat,
ia gatal sekali ingin interupsi. Ia berpendidikan pesantren, besar di
lingkungan pesantren, mengkaji keislaman dengan sangat baik sehingga
tahu betul ajaran islam yang menyiarkan kedamaian, kasih sayang .
Bukan islam yang mengajarkan kebencian, permusuhan, menghina minoritas.
Kebetulan ia juga aktivis yang lumayan vocal dan tidak bisa diam dengan
hal-hal yang ia anggap menyimpang. Tetapi ia tahu betul, jika khotbah
jumat itu tidak bisa di interupsi sehingga ia memilih walk out
meninggalkan masjid dan tidak melanjutkan sholat jumat.
"Saya gatal sekali ingin meluruskan. Tetapi karena tidak mungkin
interupsi, saya memilih keluar," katanya dengan gusar.
Ulama Mestinya Menyejukkan
Saya tidak sedang memperdebatkan tentang Al Maidah 51, demo 411, dugaan
penistaan agama oleh Ahok, dll pasti akan muncul pro dan kontra. Saya
hanya ingin mengungkapkan apa yang kami rasakan, yang kami
perbincangkan sehari-hari. Mengapa ulama ikut-ikutan berpolitik?
Meskipun dibungkus dengan syiar islam, menyampaikan isi Al Maidah 51
sesuai penafsiran khotib jumat yang intinya jangan sampai memilih
pemimpin non muslim, tetapi orang akan mudah memaknainya menjadi isi
khotbah yang politis. Dan dikaitkan dengan dugaan penistaan agama oleh
Ahok yang sedang ramai diperbincangkan .
Soal khotbah jumat yang menurut saya tidak murni lagi tetapi bermuatan
politis, tidak hanya terjadi kali ini. Menjelang Pilihan Walikota Solo
tahun lalu, kebetulan salah satu calon walikota Solo adalah FX Hadi
Rudyatmo, yang merupakan wakil walikota Jokowi saat Jokowi menjabat
Walikota Solo, dan kebetulan non muslim. Sudah ada beberapa khotbah
jumat di Solo yang mengulas Al Maidah 51, mengajak untuk tidak memilih
pemimpin non muslim. Bahkan selebaran, leaflet, grup-grup di media
sosial banyak mengkampanyekan untuk tidak memilih pemimpin non muslim
tersebut.
Momentum isi khotbah jumat menjelang Pilkada Solo waktu itu masih
cukup relevan. Tetapi saat ini, menjelang Pilgub DKI Jakarta, kok ada
ulama di luar jakarta yang ikut-ikutan menyampaikan khotbah seperti itu
ya?
Alangkah bijaknya (usul saja) jika ulama tidak ikut-ikutan membuat
'panas' suasana dengan khotbah yang cenderung memecah belah dan bisa
membuat pro kontra umat. Sudah cukup rakyat terpecah belah mensikapi
dugaan penistaan agama oleh Ahok yang berujung demo 411 yang lalu.
Sampai sekarang pun belum cukup reda dan belum akur kembali jalinan
pertemanan, persaudaraan karena perbedaan sikap soal dugaan penistaan
agama oleh Ahok. Jangan sampai suasana yang mulai sejuk ini ternodai
kembali dengan perbedaan sikap yang digaungkan oleh ulama yang mestinya
memberikan pernyataan yang mendamaikan dan menenangkan hati panas
masyarakat. #curhat# (mohon maaf jika ada yang tidak berkenan).**
_Solo, 20 November 2016_
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sucihistiraludin/tidak-mungkin-interupsi-teman-saya-pilih-wo-saat-khutbah-jumat-menyiarkan-kebencian_5831641082afbd2609e1f3b4
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sucihistiraludin/tidak-mungkin-interupsi-teman-saya-pilih-wo-saat-khutbah-jumat-menyiarkan-kebencian_5831641082afbd2609e1f3b4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar