Banyak perempuan 'perkasa' dan 'hebat' yang tinggal di Rt-ku. Mereka hebat, karena tidak saja bekerja di sektor domestik tetapi juga bekerja di sektor publik. Hebat dan oke banget, karena mampu melakukan dua hal tersebut dan hebatnya lagi karena dari sisi finansial, para perempuan tersebut justru menjadi faktor utama tegakknya ekonomi rumah tangga. Mungkin sudah hal yang biasa ketika perempuan kerja di sektor publik, tetapi dia bukan tumpuan utama kelangsungan hidup keluarganya. Tetapi ketika perempaun-perempuan itu yang menjadi andalan, tentunya bagi saya itu hebat. Perempuan hebat tersebut, rata-rata pasangan hidupnya 'lagi tidak bekerja' , 'tidak ada kerjaan rutin', 'hanya sesekali bekerja' dan berbagai alasan lainnya.
1. Ibu Denok
Perempuan hebat yang bekerja sebagai pengajar, sekaligus bersemangat sekali mencari tambahan penghasilan sebagai guru les privat. Sementara pasangan hidupnya sudah tahunan tak punya kerjaan yang mapan/ rutin. Hanya sesekali mendapat kerjaan, sehingga mau tidak mau , kelangsungan keluarganya si ibu Denok-lah yang bertanggung jawab. Tetapi yang menyedihkan, meski si pasangan hidup bu Denok tak kerja tetap dan lebih banyak di rumah, tetapi dulu masih terdengar ada KDRT. Teriakan bu Denok di timpali suara piring dan gelas yang dibanting pecah.
2. Ibu Tralala
Perempuan hebat yang bekerja menjadi pegawai pajak. Bersahaja, ramah, baik. Suaminya akhir-akhir ini hanya bekerja mengantar dan menjemput anak ke sekolah. Sehari-hari di rumah , tetapi akhir-akhir ini ada aktivitas bisnis di luar yang coba ditekuni.
Ibu Tralala hebat karena tetap bisa menerima keadaan suami dan kelihatan tetap baik dan hormat dengan suaminya.
3.Ibu Dingdong
Sudah menjanda karena suaminya meninggal sejak bertahun-tahun silam. Ketika suami meninggal, kedua anaknya masih sekolah SMP dan SMA. Bu Dingdong sangat tekun dalam bekerja dari satu pasar ke pasar lainnya. Sangat sederhana dan kelihatan baik dan penuh tanggung jawab. Berkat perjuangannnya yang tak kenal lelah dan sangat gigih , sekarang anak pertama sudah bekerja si Jakarta, anak kedua sudah magang di sebuah perusahaan sambil memberi les privat.
4.Ibu Renyah
Janda cerai sekitar 4 tahun yang lalu, dengan dua anak. Ketika cerai , anak pertama ikut suami dan anak kedua ikut bu Renyah. Sepeninggal suaminya, haraus bekerja keras untuk menghidupi dan menyekolahkan anaknya. Bekerja apa saja dijalankan, asal halal, demikian pedoman hidupnya. Meski banyak kabar miring tentang bu Renyah , karena ada teman pria yang sering ke sana bahkan sampai malam, tetapi bu Renyah pantang mundur bekerja keras untuk dia dan anaknya dan untuk membayar uang kontarakan rumah.
5.Ibu Ceking
Menjadi janda bukan pilihannya, tetapi ketika maut menjemput suaminya, bu Ceking tak bisa menolaknya. Meski sudah terlalu lama hidup sendirian dan mungkin kesepian karena tak mempunyai keturunan, tetapi bu Renyah belum menikah. Belum ada yang cocok, demikian tuturnya. Kerja di pabrik dengan waktu kerja yang tak sama tiap harinya tak membuat bu Ceking bersedih, kelihatan dari sikapnya yang ramah, sedikit gugup dan agak nervous-an.
6.Ibu Manis
Tinggal di perumahan sekitar setahun belakangan ini, seorang janda dengan dua anak yang sudah dewasa. mengajar di sebuah sekolah yang cukup jauh dari perumahan kami. Hidupnya kelihatan bahagia, sederhana dan ceria meski hidup di rumah kontrakan.
Benar-benar para perempuan hebat yang berjuang demi keluarganya dengan caranya sendiri-sendiri. Spirit ibu Kartini agaknya tanpa segaja merasuk di jiwa mereka. Selamat ya Bu, teruslah berjuang demi apa yang telah dinyakini, jangan menyerah!!! (11.5.12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar