Adhan menguap
lebar, matanya masih terasa berat. Semalam Adhan sulit tidur, suara meong-meong di luar
membuatnya tak bisa memincingkan mata. Entah kucing siapa yang tersesat di luar
rumah, saat hujan deras menguyur bumi. Meskipun Adhan berusaha mencari suara
kucing tersebut, tetapi tidak juga ditemukan. Hujan semakin deras membuat Adhan
tak melanjutkan mencari kucing, ibu
minta anak bungsunya untuk segera masuk
karena khawatir sakit. Dengan berat hati Adhan masuk , dia berjanji akan
mencari kucing itu besok pagi.
Adhan meloncat
bangun teringat kucing tadi malam, seketika lenyaplah kantuk yang tadi dirasakan. Setengah berlari, Adhan keluar lewat
pintu belakang. Karena tergesa-gesa,
hampir saja nasi goreng buatan ibu tumpah tersenggol.
“Maaf bu, saya tergesa-gesa,” Ibu geleng-geleng
kepala melihat kelakukan Adhan.
“Mau ke mana? Sudah siang, nanti terlambat ke
sekolah,”
“Sebentar saja bu, nanti saya segera mandi,”
Mata Adhan celigukan mencari kucing di sela-sela
tanaman di teras dan halaman.
“Pus...pus....pus.....ck...ck....ck....ck....ck......pus....” Hampir
semua tanaman sudah di sibakkan, tetapi tak ada sosok si Pus yang tadi malam
terdengar di luar. Adhan melangkah ke depan rumah, kembali memanggil si Pus.
“Pus..........pus.................”
“Adhan...adhan....cepat mandi, nanti terlambat,”
terdengar suara ibu memanggil.
“Iya bu, sebentar lagi,” jawab Adhan sambil beranjak
. Tetapi langkahnya terhenti saat mendengar suara lemah mengeong ..meong....meong......
Mata Adhan celigukan mencari sumber suara, dan sesaat kemudian Adhan tersenyum
senang melihat kucing kecil yang duduk meringkuk seperti kedinginan di samping
pot besar pohon mangga. Bulunya berwarna
putih bercampur hitam, basah oleh air hujan dan
ekornya pendek nampak bergerak dengan lamah. Matanya yang besar nampak
lesu. Adhan langsung senang sekaligus
iba dengan kucing kecil itu, tangannya mengangkat badan yang basah karena
kehujanan tadi malam. Tak ada penolakan dari si Pus, dengan mata berbinar
lidahnya menjilat tangan Adhan. “ Emh,
aku nggak tahu namamu, ku panggil si Pusy saja ya? “. Si Kucing kecil nampaknya
mengerti pembicaraan pincang. Adhan, dengan susah payah bangkit dan
mencoba berjalan. Ya Alloh, ternyata
kaki depan sebelah kanan si Pusy
pincang. Kasian sekali, apakah tidak ada yang memelihara kamu? Aku akan
membawamu pulang, tapi apakah ibu mengijinkan ya, batin Adhan. Dengan agak
ragu, Adhan membawa si Pusy ke rumah, dia harus minta ijin kepada ibu sebelum
memelihara kucing.
“Bu, eng.....”
“Hah, apa itu? Kucing? Itu kucing yang tadi malam?”
tanya ibu.
Adhan mengangguk, dengan rasa sayang dielusnya
bulu si Pusy yang masih terasa lembab,” iya bu, kasihan
sekali badannya basah. Pasti tadi malam kehujanan. Emh...bu, bolehkan si Pusy
di sini? sepertinya Pusy sendirian,”
“Memang Pusy ngga ada yang punya? “ tanya ibu.
“Lagipula melihara binatang itu tidak gampang. Kamu
harus memberi makan, membersihkan badannya dan membuat si pus jadi binatang
penurut, tidak merusak. Nggak hanya ngajak main saja. Emangnya kamu sanggup?”
Alma, kakak Adhan menyahut saat keluar dari kamar mandi.
Adhan meleletkan lidahnya, “ Keciiiiiiiiiiiiiiiiil ,
masak gitu saja nggak sanggup , kak,”
“Wek, nggak nyakin. Ngak usaha saja bu, ntar juga aku
yang repot suruh ngasih makan,” sahut Alma lagi, sambil berlari masuk kamar
menghindari cubitan adiknya.
“Huh KAKAK
JELEK...........,” gerutu Adhan karena tidak berhasil mengejar kakaknya.
“Nanti Adhan akan tanyakan ke teman-teman dan
tetangga . Tetapi kalau nggak ada yang punya, Adhan boleh memeliharanya ya Bu?”
tanya Adhan penuh harap.
Ibu rupanya tak tega menolak keinginan Adhan setelah
berjanji akan merawat si Pussy. Adhan segera mencari lap kain kering untuk
mengeringkan bulu Pusy, kemudian memberinya susu di piring kecil. Si Pusy
nampak lahap, dalam sekejap sepiring
susu kentak tandas tak tersisa. Dengan senang Adhan memberikan nasi dicampur
ikan kering. Sebenarnya Adhan masih ingin bermain dengan Pusy, tetapi ibu sudah
tak sabar lagi dan minta Adhan segera mandi dan sarapan.
Beberapa hari kemudian Adhan baru tahu kalau Pusy itu
milik Roni yang tinggal di komplek sebelah. Roni segaja membuang Pusy karena
pincang dan tak mau merawatnya. Dengan senang hati Roni memberikan ke Adhan.
Sebenarnya Adhan tidak suka dengan sikap Roni yang membuang binatang karena
alasan pincang. Meskipun pincang , toh Pusy juga binatang yang berhak di sayang
dan di rawat dengan baik.
**
Sebulan berlalu, si Pusy badannya gemuk, bulunya
tebal. Kalau berjalan badannya bergoyang-goyang
karena kegendutan dan kaki depan sebelah kanan lebih pendek. Adhan dan Alma suka bermain
dengan Pussy. Tak lupa setiap hari memberikan makanan yang cukup. Untuk menjaga kebersihan
bulu, seminggu sekali Pusy di mandikan. Meskipun pincang tetapi mereka berdua sayang Pusy. Ibu dan ayah juga sayang Pusy karena sejak
saat itu tikus-tikus jarang berkeliaran di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar