Selasa, 12 November 2013

Penyesalan Mimi


[Kita harus belajar untuk bisa menerima kenyataan 
Harus di hadapi, jangan sampai di sesali ]

                Mimi  membuang nasi dan lauk buatan ibu. Mukanya cemberut, wajahnya masam tanda tak senang. Dengan kesal kakinya menendang kue yang telah jatuh dilantai. Tak dihiraukan wajah sedih ibu yang telah bersusah payah menyediakan masakan. Bahkan kekesalan Mimi dilanjutkan dengan menendang pintu kamarnya.
                “Mimi, jangan begitu nak.  Tak baik kelakukan kamu seperti itu,” tutur ibu , tangannya mengambil  nasi dan lauk yang berserakan di lantai.
                “Huh, tiap hari makan nasi thiwul  dan ikan kering. Apakah tak ada lauk lainnya? Sesekali beli ayam, daging , susu, nasi putih. Thiwul lagi, ikan kering lagi, air putih, huh bosan. “ sembur Mimi marah.
                Ibu memandang anak semata wayangnya dengan sorot mata sedih,” Ibu tidak ada uang, nak. Hanya ini yang mampu kita makan. Kita harus bersyukur karena masih bisa makan meskipun sederhana seperti ini. “
                “NGGAK MAU !! Mimi nggak mau makan kalau hanya seperti ini terus. BOSAN! Lama-lama Mimi bisa muntah.”teriak Mimi bertambah kesal.
                “Mimi sayang, ibu janji kalau ada rejeki akan membelikan ayam, daging, susu seperti keinginan kamu,” janji ibu meredakan amarah Mimi.
                “NGGAK, pokoknya kalau nggak ada ayam, Mimi nggak mau MAKAN, TITIK !”
                BRAAAAAAAAAAAAAK, pintu di banting keras. Mimi berjalan keluar  dengan luapan amarah. Ibu hanya bisa mengelus dada, tak didasari ada buliran air mata yang menetes di pipi tuanya. Ada sejumput penyesalan karena tidak mampu mendidik Mimi dengan baik. Sejak ayahnya meninggal 3 tahun yang lalu, Mimi berubah menjadi anak yang sulit di atur, pemalas dan suka menang sendiri . Segala keinginannya harus dipenuhi. Mimi akan marah kalau ibunya tak bisa memenuhi  permintaan.  Tak pernah mau membantu ibu, justru selalu merepotkan. Padahal ibu sudah bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua.  Ibu hanya mampu menyediakan nasi thiwul yang terbuat dari singkong. Nasi putih menjadi makanan yang mewah bagi mereka.
**

                Matahari bersinar cukup terik mengantarkan panas yang terasa menyengat di kulit. Angin siang tak berhembus seakan enggan berhadapan dengan Sang Surya.
                Mimi menyeret kakinya tak tentu arah. Badannya mulai gerah, bahkan di beberapa bagian sudah mulai basah karena keringat. Perutnya sudah keroncongan dari tadi karena sejak pagi belum ada sebutir nasipun  masuk perut.  Kerongkongan juga sudah kering dari tadi, bahkan ludahpun terasa tak ada lagi. Langkah kakinya mulai pelan dan terseok-seok. Karena  tak bisa menahan capek dan lapar, Mimi memutuskan untuk berhenti di sebuah pohon besar di pinggir desa. Sepertinya pohon itu rindang sekali, aku akan beristirahat dulu,batin Mimi. Benar saja, di bawah pohon besar dan rindang itu, Mimi bisa melepas lelah. Perutnya semakin sakit karena terasa di remas-remas. Sebersit penyesalan melintas di pikiran Mimi karena telah menolak masakan ibu. Padahal ibu sudah berbaik hati setipa hari mneyediakan makanan . Apakah aku pulang saja? Ach tidak, aku  bosan dengan makana itu itu saja. Lebih baik aku pergi saja, kata  Mimi dalam hati.
                Meskipun kelaparan, angin sepoi-sepoi  yang berhembus mampu mengantarkan kantuk. Matanya terasa berat dan tak lama kemudian Mimi tertidur. Tiba-tiba ada seorang nenek bertubuh gemuk mendatanginya. Mimi terkejut dengan kehadiran orang yang tak dikenalnya.
                “Anak, kenapa kamu  tidur di sini?”
                ‘” Saya...saya....emh saya sedang istirahat , nek,” sahut Mimi terbata-bata.
                “Ehm, kamu kabur dari rumah ya?memangnya kenapa?”tanya nenek itu seakan tahu apa yang telah terjadi.
                Mimi  tersipu malu,” Iya nek, saya kesal karena ibu tidak menyediakan makanan yang enak-enak. Setiap hari hanya nasi thiwul dan ikan asin saja,” gerutu Mimi kesal.
                “Hhehehehehe, nama kamu siapa?”
                “Mimi,Nek”
                “Baiklah Mimi, kalau kamu mau makanan yang enak , ayo ikut nenek saja.”
                Mimi memandang nenek tak percaya,” Apakah nenek bisa memberikan makanan yang enak-enak?”
                “Nggak hanya makanan, kamu juga bisa mendapatkan baju-baju bagus dan perhiasan,”terang nenek menyakinkan.
                Mimi tertarik dengan ajakan nenek yang baru dikenalnya. Mimi tak ingat lagi pesan ibu kalau harus berhati-hati dengan orang yang baru dikenalnya. Mimi hanya membayangkan mendapatkan makanan lezat dan pakaian bagus seperti yang selama ini diharapkan.

                Tak berapa lama kemudian, Mimi dan nenek sudah sampai di sebuah rumah yang besar, mewah dengan halaman luas. Banyak perabotan mewah yang menghiasi  rumah besat itu. Mimi semakin kagum ketika di meja makan tersedia makana yang enak dan banyak sekali, Ada ayam goreng, opor ayam, daging empal, sate kambing, ikan bakar, dan buah-buahan.  Semua nampak lezat dan membangkitkan selera.  Nampak beberapa orang anak sebaya Mimi sedang bersiap makan juga. Setelah dipersilahkan , Mimi segara menyantap semua hidangan yang tersedia. Rasanya perut Mimi tak  bisa kenyang sehingga semua makanan di masuk ke perut. Setelah semua kenyang, Mimi dan anak sebayanya di bawa ke sebuah kamar yang luas dan penuh dengan perabotan mahal. Tanpa di minta, Mimi sudah meloncat ke tempat  tidur empuk yang membangkitkan kantuknya.
                “Eh nggak boleh tidur. Enak saja, sudah kenyang kok lanagsung tidur. Ayo kalian semua ikut ke belakang. Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan,” perintah nenek dengan suara keras, tegas dan marah. Mimi menatap heran perubahan sikap nenek, tak ada lagi keramahan dan kesabaran yang sempat Mimi lihat.
                Sejak saat itu Mimi dan teman-temannya dipaksa bekerja keras siang dan malam.  Tak ada makanan lezat dan berlimpah lagi, hanya ada sedkit makanan dengan lauk garam yang dicampur oarutan kelapa. Tak ada tempat tidur mewah, mereka hanya tidur di ruang belakang sambil berdesak-desakan.
                Sekitar seminggu kemudian Mimi sudah tidak tahan lagi. Badannya  terasa remuk dan sakit sekali. Beberapa kali nenek itu memukulnya karena dianggap pemalas dan tidak becus bekerja. Tiba-tiba penyesalan muncul di hatinya. Mimi sangat menyesal telah menyakiti hati ibu. Kerinduan  untuk bertemu ibu dan menikmati masakannya semakin kuat hadir di hatinya. Mimi menangsi sedih ingin bertemu dan minta maaf kepada ibu.
                Tiba-tiba..Aduhhhhhhhhhhhhhhhhhh, Mimi terbangun saat sebuah ranting pohon jatuh dan menimpa kepalanya. Matanya tampak  kebinggungan, pandangan diarahkan ke kanan dan kiri. Mimi baru tersadar kalau dia tertidur dan bermimpi. Mimi kemudian menyadari kalau dia hanya bermimpi. Syukurlah , semu ini hanya mimpi. Tak ada orang  sebaik ibu dan tak ada rumah  seindah rumah sendiri. Ibu , Mimi minta maaf, Mimi akan  makan semua masakan ibu, tekad Mimi sambil bergegas pulang ke rumah***

Tidak ada komentar: