Selasa, 12 November 2013

Rok Putih Buat Lely

Teruntuk anak-anak saya, mas Afin, mbak Alma, dik Adhan
(mawar VI, Okt 2013)

            Lely  tersenyum malu dengan pujian dari bu Tenti, guru seni suara disekolahnya. Berkali-kali dihadapan teman-teman, bu guru bertepuk tangan ketika Lely selesai menyanyikan sebuah lagu. Ya, siang ini anak kelas IV dan V sedang mengikuti  seleksi terakhir untuk bergabung menjadi group paduan suara yang akan mewakili SD  Mekarsari  dalam perlombaan  menyanyi tingkat kecamatan. Perlombaan paduan suara sudah berlangsung selama tiga tahun, dan selama ini SD Mekarsari belum pernah mendapatkan juara. Kali ini semua guru dan murid berharap akan memenangkan perlombaan dan berhak mendapatkan piala bergilir dari pak camat.
            “ Baiklah anak-anak, ibu sudah memutuskan untuk memilih 10 anak diantara kalian. Pilihan ibu ini sudah dipertimbangkan dengan baik, dengan melihat kemampuan kalian dalam bernyanyi. Bagi yang belum terpilih, ibu harap tidak berkecil hati. Mungkin saat ini belum berhasil mewakili sekolah kita, tetapi bukan berari kalian tidak bagus dalam bernyanyi. Tetapi karena hanya ada 10 anak yang mewakili sekolah, jadi mohon maaf kalau diantara kalian ada yang tidak terpilih. Nama-nama yang masuk ke tim paduan suara adalah Rina, Ika, Wati, Hana, Salsa, Alma, Zahra, Elisa, Dila dan....Lely..... Selamat untuk kalian yang terpilih”
            Lely seakan tak  percaya dengan pendengarannya sendiri. Namanya masuk dalam tim paduan suara. Sungguh Lely tak menyangka, karena banyak teman-temannya yang bersuara bagus dan layak terpilih. Dicubitnya tangan kanan untuk menyakinkan pendengarannya tak salah. Rasa sakit dan warna merah di tangan membuat Lely nyakin kalau dia memang  berhak mewakili paduan suara SD Mekarsari. Sorakan dan jeritan senang  teman-temannya juga menyadarkan Lely kalau apa yang diinginkan selama ini terwujud. Selama ini, diam-diam Lely sangat berharap bisa masuk ke tim paduan suara. Dengan bekal suara yang menurut ibunya cukup bagus, Lely menjadi percaya diri untuk menunjukan kemampuan dalam olah vokal. Hampir seminggu setelah bu guru memberikan pengumuman  seleksi tim paduan suara, Lely tak  kenal lelah untuk berlatih menghapalkan lagu. Sambil membantu ibunya membuat kue, Lely selalu bersenandung. Baginya waktu sangat berharga, karena Lely ingin menunjukan  kemampuannya.
            “Anak-anak, selain suara bagus dan kompak, dewan  juri  juga menilai kekompakan seragam kalian. Ibu dan guru-guru lainnya sudah memutuskan tim paduan suara akan memakai baju putih putih dan sepatu hitam. Untuk itu tolong kalian persiapkan seragam yang dibutuhkan ya. Masih ada waktu 2 minggu lagi . Sekian, dan terimakasih. Jangan lupa setiap hari sepulang sekolah kita akan berlatih bersama............................”
            Lely termangu mendengarkan penjelasan bu Tenti, tiba-tiba wajah cerianya berubah menjadi murung. Seandainya tak  memakai seragam apakah aku bisa mengikuti paduan suara ? Batin Lely sedih. Harapan untuk terlibat dalam paduan suara sudah membumbung tinggi. Tetapi kalau tidak memakai seragam akan terlihat lucu dan tidak kompak. Kasian teman-teman yang lain.
            “Lel? Kamu kok tiba-tiba murung, kenapa?” suara Ika, teman sebangku Lely menyadarkan lamunannya. Lely hanya tersenyum sambil mengelengkan kepala.
            “Waduh aku tidak punya rok putih. Nanti aku akan minta mamaku untuk membelikan,”sambung Ika lagi. Wajahnya ceria dan nampak gembira sekali. Tak ada raut kecemasan . Lely nyakin kalau semua kebutuhan Ika akan dipenuhi oleh orangtuanya karena mereka mampu. Lain dengan Lely yang hidup serba kekurangan. Tidak mudah mengharapkan sesuatu dari ibunya, meskipun untuk kebutuhan sekolah. “Kamu gimana Lel? Sudah punya rok putih belum?”
            Lely mengelengkan kepalanya, “ Belum Ka.”
            “Trus gimana? Masak kamu tidak pakai seragam? Eh, cari pinjaman saja gimana? “
            “Iya. Coba saja nanti. Kalau nggak ada pinjaman, ya gimana lagi...” jawab Lely lemah.
            “Ayolah, kamu harus semangat dong. Suara kamu bagus, sayang kalau kamu tak bisa memperkuat tim kita,” Ika mendorong semangat sahabatnya.
            Lely tersenyum dipaksakan, dia tak nyakin bisa mempunyai rok putih yang dibutuhkan. Tak sampai hati untuk minta ibu membelikan rok itu. Tetapi apakah Lely rela untuk tidak mengikuti paduan suara di perlombaan nanti? Bukankah selama ini dia sudah berusaha untuk lolos seleksi? Alangkah sayangnya kalau langkahnya harus terhenti karena tidak mempunyai rok putih. Lely bertekad dalam hati untuk  mendapatkan rok putih. “Iya, insya alloh aku akan berusaha Ka,” jawab Lely disambut senyuman hangat Ika.
**


            Seperti biasanya sepulang sekolah Lely mengambil tempat kue yang dititipkan di kantin sekolah dan beberapa kantin sekolah  lainnya.  Sore sebelum sholat maghrib, Lely mengambil tempat kue di beberapa warung. Pekerjaan membantu  ibu sudah dilakukan sejak duduk di kelas II  SD. Setiap hari setelah adzan subuh, Lely membantu ibu membuat kue-kue yang akan dititipkan di warung dan kantin sekolah. Sejak bapak meninggal karena kecelakaan ketika Lely kelas 1 SD, tulang punggung keluarga terpaksa di pundak  ibu. Kerja keras membanting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga di jalani ibu tanpa mengenal lelah. Hampir setiap hari siang dan malam waktu ibu habis untuk bekerja. Sebelum tidur malam ibu sudah meracik bahan-bahan untuk membuat kue, dan sekitar jam 02.00 ibu bangun untuk memasak beraneka ragam kue. Pagi sekitar jam  05.30, semua kue sudah siap . Dengan di bantu Lely, ibu akan mengatur kue-kue, sebagaian di bawa ibu ke pasar, sebaghian lain akan dititipkan ke warung-warung dan kantin sekolah. Jam 06.00 semua kue sudah siap, ibu berangkat ke pasar dan Lely mengantar kue ke warung dan kantin  sekalian berangkat sekolah. Sebenarnya Lely ingin membantu ibu memasak kue, tetapi ibu melarang karena khawatir Lely akan mengantuk kalau harus bangun lebih dini.
            “Assalamualaikum.............”
            “ Wa’alaikumsalam........................ sudah pulang Lely?” terdengar jawaban ibu  dari dapur. Lely langsung menemui ibu, setelah meletakkan tas sekolah di meja dapur yang menjadi satu dengan rungan tengah dan sekaligus tempat Lley belajar setiap harinya.  Setelah meletakkan kotak tempat kue di ember, Lely mencium tangan ibu.”Alhamdulillah, semua kue hari ini habis terjual bu,” sejumlah uang dari kantin sekolah diberikan ke ibu. Sambil terus membersihkan sayur bayam, ibu menerima uang pemberian Lely. Tampak senyum puas terbalut letih dari bibir ibu. Tak ada kebahagiaan bagi ibu dan anak tersebut selain dagangan laku terjual. Setelah menghitung uang, selembar uang Rp 5.000 di masukkan ke celengan gajah yang terbuat dari tanah liat. Ibu sudah terbiasa menyisihkan sebagian uang dari penjualan kue. Besarnya tidak pasti, terkadang Rp 1.000, kalau kebetulan semua jualan laku bisa sampai Rp 5.000. Untuk keperluan mendadak dan kelak bisa digunakan membiayai sekolah Lely , demikian kata ibu.
            “Kamu sudah lapar nak? Ibu baru mau masak .”
            “Sayur bayam sama tempe goreng bu? Ehm, enak sekali. “ Lely berdecap membayangkan sayur bayam hangat dan tempe yang menjadi menu makan siangnya. Lely anak yang penurut dan tak banyak menuntut. Dia mau memahami kondisi ibu, semua sajian yang dimasak ibunya selalu di makan. Meskipun  setiap hari terbiasa dengan lauk pauk sederhana, tetapi Lely sudah sangat bersyukur.
            Lely minta ijin untuk menganti baju seragam, setelah 10 menit kemudian nampak tangannya sibuk membantu ibu memasak. Aroma tempe yang di goreng memenuhi dapur sederhana itu.”Bu, alhamdulillah Lely masuk ke tim paduan suara,”
            “Alhamdulillah, kerja kerasmu tak sia-sia nak. Ibu bangga padamu. Kamu harus berlatih lebih baik lagi agar tak memalukan sekolahmu ya,”
            “Iya bu. Tapi.......eng............”
            “Kenapa nak? “
            “Itu bu...Lely....” melihat raut wajah kelelahan ibunya, tak sampai hati Lely untuk mengatakan soal rok putih yang harus digunakan untuk paduan suara. Meskipun hampir setiap hari ibu menabung dari menyisihkan sedikit laba berjualan kue, tetapi uang itu akan digunakan untuk hal-hal penting lainnya.
            “Kenapa Lel?”tanya ibunya lagi
            “ Nggak apa-apa kok bu. Lely bantu bikin sambal ya bu. Ehm...baunya enak sekali, pasti tempe ini sedap.” Lely mengalihkan pembicaraan. Tangannya sibuk melumatkan cabe, bawang putih, terasi dan garam. Ibu tak mendesak dan menyelesaikan memasak sayur bayam. Semua masakan hampir selesai,sebentar lagi mereka akan menikmati makan siang.

**
            Semua uang simpanan Lely sudah dikumpulkan, tetapi tak sampai Rp 25.000. Hanya ada 15 lembar seribuan, 10 koin limaratusan , dan uang receh duaratusan , yang total semua hanya Rp 24.500. Lely sudah mengeluarkan semua ‘harta’nya tetapi tetap saja tak ada lagi. Dengan lesu Lely  mengumpulkan semua uang yang berserakan di kasur tipis kamarnya, kemudian di masukkan ke cangkir bekas air mineral. Lely berpikir keras untuk menambah simpanan uangnya. Aku harus bisa membeli rok putih, tekad Lely. Berapa harga rok putih? Apakah mahal sekali? Jangan-jangan aku tidak mampu mengumpulkan uang sampai lomba paduan suara nanti, batin Lely khawatir.
            “Lely....Lely.....”ketukan pintu membuyarkan lamunan Lely.
            “Iya, sebentar bu,”  tak sampai 2 menit Lely sudah berdiri di depan ibu.
            “Bu Gito tadi ke sini. Dia butuh teman untuk membersihkan halaman rumahnya. Kalau kamu mau, sore ini bisa membantu bu Gito,” jelas ibu. Lely hanya menganggukkan kepala, tiba-tiba dia ingat tentang rok putihnya. Mudah-mudahan ada jalan untuk menambah uang simpanannya, batin Lely.
            Setelah minta ijin, Lely segera berangkat ke rumah bu Gito yang berjarak sekitar 1 km dari rumahnya. Rumah bu Gito besar, tetapi halaman rumah kelihatan kotor dan kurang terawat. Maklum bu Gito hanya tinggal bersama suaminya, karena semua anaknya sudah kerja dan tinggal di kota lain. Setelah pensiun pak Gito dan istrinya lebih sering di luar kota untuk mengunjungi anak-anaknya.  Mereka tidak mempunyai pembantu rumah tangga, hanya sesekali memanggil mbok Yati untuk membersihkan rumah. Tetapi sudah seminggu ini mbok Yati sakit sehingga rumah bu Gito kelihatan kotor.
            “Syukurlah kamu bisa datang Lely. Rumah ibu sudah kotor sekali. Mbok Yati masih sakit. “ jelas bu Gito sambil memberikan penjelasan apa yang harus Lely kerjakan. Dengan senang hati Lely segera mengambil sapu. Tak lama kemudian Lely sudah kelihatan asyik membersihkan rumah, halaman rumah dan kebun belakang. Setelah semua di sapu, Lely segera  membersihkan semua debu  yang menempel di perabotan rumah dan mengepel lantai.   Peluh nampak bercucuran di dahi, tetapi Lely tetap bersemangat. Baginya membersihkan rumah sudah hal yang biasa, tak sedikitpun Lely merasa keberatan meskipun rumah bu Gito besar.
            Saat adzan magrib berkumandang, semua pekerjaan sudah selesai dilakukan. Rumah nampak rapi, bersih dan enak di pandang mata. Bu Gito tersenyum puas melihat hasil kerja Lely, demikian juga Lely nampak gembira karena semua tugas sudah diselesaikan. Yang lebih membuat Lely bahagia karena bu Gito memberikan upah yang cukup besar. Selembar uang Rp 20.000 sudah berpindah tangan masuk ke saku baju Lely.
            “ Maaf bu, apakah ibu masih membutuhkan tenaga saya? “ tanya Lely ragu-ragu.
            Bu Gito menatap Lely sambil tersenyum,” Memang kenapa nak?”
            “Eng, kalau mbok Yati belum bisa bekerja, saya masih bersedia untuk mengantikan. Tetapi setelah pulang sekolah bu.”
            “O..begitu. Ya, boleh saja. 2 hari lagi  kamu ke sini lagi ya. Rumah ibu memang  tidak setiap hari dibersihkan, cukup 2 hari sekali saja. Tetapi kalau mbok Yati sudah berangkat kerja, sepertinya ibu tidak membutuhkan tenagamu, nak“
             Setelah mengucapkan terimakasih Lely segera berpamitan.

**

            Pulang sekolah Lely segaja  berhenti di toko pakaian di dekat kecamatan. Dengan memberanikan diri Lely bertanya kepada penjaga toko harga rok putih. Harga rok putih Rp 65.000, uang simpanan Lely belum mencukupi. Masih kurang  Rp 20.500 lagi. Masih ada waktu  5 hari untuk mengumpulkan uang, batin Lely bersemangat. Setiap selesai latihan  paduan suara  disekolah, Lely  segera pulang dan membantu ibu membereskan peralatan memasak kue.  Kemarin Lely ke rumah Bu  Gito, tetapi ternyata mbok Yati sudah berangkat. Jadi Lely tidak jadi membantu membersihkan rumah. Meskipun agak kecewa, tetapi Lely senang melihat mbok Yati sudah sembuh.
            Saat masuk ke rumah, Lely agak heran karena ibu tidak menjawab salamnya. Lely segera masuk kamar dan sangat terkejut melihat ibu terbaring lemah. Badannya panas, wajahnya pucat. Ibu hanya tersenyum lemah tanpa menjawab sepatah katapun. Lely segera membuatkan teh panas, setelah itu memasak sayur bayam kesukaan ibu.
            “Ibu, makan dulu ya. Lely suapi.” Dengan penuh kasih sayang Lely menyuapi ibu. Lely sangat khawatir kalau ibu sakit keras, karena meskipun badannya panas tetapi badan ibu menginggil kedinginan. Dua lembar selimut tak mampu memberikan kehangatan.
            “Nanti sore kita ke dokter ya bu. “
            “Jangan Lely. Tidak usah. Besok ibu juga sembuh. Paling juga hanya demam”
            “Tidak bu, badan ibu panas sekali. Lely takut  kalau ibu sakit berat. Nanti sore ke dokter Herman ya.”

            Sorenya Lely memanggil becak dan mengantar ibu periksa ke praktek dokter Hari. Semua uang simpanan  yang akan digunakan untuk membeli rok putih di bawa. Ibu juga membawa uang tabungan, jumlahnya tak begitu besar, hanya Rp 135.000. Di tambah dengan uang Lely, jumlahnya Rp 179.500. Lely berharap semua uang yang di bawa cukup untuk membayar biaya pengobatan ibu.
            Dokter Hari mengatakan kalau ibu terserang tipes sehingga harus beristirahat beberapa hari. Ibu tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan berat, harus beristirahat total di rumah.
            Lely sedih sekali melihat kondisi ibunya. Setelah membayar jasa dokter, membeli obat di apotik dan membayar ongkos becak, hanya tersisa uang Rp 5000. Sisa uang terakhir dibelikan buah pisang dan bubur. Lenyap sudah harapan Lely untuk membeli rok putih yang diidamkan. Meskipun sedih, tetapi Lely lebih memikirkan kesehatan ibu. Tak apalah tidak jadi ikut paduan suara, yang penting ibu sembuh, tekad Lely ikhlas.
            Selama ibu sakit, tidak ada pemasukan sama sekali, sehingga uang modal membuat kue dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari.  Lely minta ijin selama 2 hari untuk tidak mengikuti latihan paduan suara karena harus merawat ibu, untung saja bu Tenti mau mengerti.
            Kurang dua hari sebelum pementasan, sore itu Lely singgah ke rumah bu Gito yang mengijinkan Lely untuk membantu mbok  Yati membersihkan rumah dan memasak. Bu Gito mendengar kabar kalau ibu Lely sakit sehingga tidak bisa bekerja. Dengan iba, bu Gito memberikan sejumlah uang untuk membantu Lely.  Sebelum minta ijin pulang, bu Gito memanggilnya,”Lely, ibu dengar kamu mau ikut paduan suara ya? “
            Lely  terkejut karena bu Gito bisa tahu. “ Tadi mbok Yati cerita ke ibu. Kamu juga berusaha bekerja keras mengumpulkan uang  untuk membeli rok putih ya? Hanya saja uang yang kamu kumpulkan untuk membayar  pengobatan ibumu.” Lely hanya mengangguk, tak terasa air matanya mengalir di pipi. Lely teringat usahanya selama ini untuk mengumpulkan uang dan teringat ibunya yang masih sakit.
            “Ibu punya rok putih, dulu ini kepunyaan  anak ibu. Kebetulan masih ibu simpan. Kalau kamu mau, bisa di pakai untuk ikut paduan suara.” Bu Gito mengulurkan sebuah rok yang terbungkus rapi dalam plastik. Lely hampir tak percaya dengan penglihatannya, sebuah rok putih yang selama ini diharapkan sudah ada di depan mata. Dengan gemetar dan tak hentinya mengucapkan terimakasih, Lely menerima rok yang masih berwarna putih bersih. Tak kelihatan seperti rok bekas, karena masih rapi, wangi dan warnanya belum pudar.
            Lely bertambah bahagia karena ibu sudah mulai bisa duduk dan berjalan. Rok yang diberikan bu Gito juga pas sekali di tubuh Lely. Rasanya kebahagiaan Lely berlipat-lipat. Mulai besok Lely bisa berlatih  lagi dan bisa mengikuti  tim paduan suara  karena sudah mempunyai rok putih. Terimakasih ibu, bu Gito, ucap Lely penuh rasa syukur.***
           


           
           



Tidak ada komentar: