Selasa, 31 Maret 2015

Mengintip Tangan Trampil di Balik Pembuatan Batik Solo

Tangan-tangan trampil yang selama ini terlupakan. Dari tangan merekalah, kita bisa mengunakan batik sebagai salah satu pakaian cirikhas Indonesia

Kota Solo sangat popular, terlebih sejak orang Solo yang pernah menjadi Walikota Solo dua periode, Joko Widodo terpilih sebagai Presiden RI (2014-2019). Kota yang berkembang pesat ini memiliki berbagai atribut seperti Kota Budaya, Kota pariwisata juga dengan berbagai julukan seperti , The Spirit of Java; Solo, the City of Batik; dan Solo, the City of Charm.

Berbicara Kota Solo tidak akan bisa lepas dari batik yang menjadi salah satu andalah kunjungan wisatawan domestik maupun manca negara. Dua sentra batik di Kampung Kauman dan Laweyan menjadi penanda popularitas batik Kota Solo pantas dibanggakan.Saat berkunjung ke dua Kampung tersebut, kita bisa menyaksikan rumah-rumah dan sebagian merangkap sebagai showroom batik.
Batik Solo menggunakan proses cap maupun proses tulis, mempunyai corak tradisional. Tetapi seiring dengan perkembangan permintaan konsumen, beragam corak batik diproduksi sehingga menjadi daya tarik sendiri. Tak heran kalau lagi batik Solo telah lama merambah dunia internasional. Di era Joko Widodo menjabat Presiden, batik menjadi semakin populer. Presiden, Menteri dan pejabat negara sering mengunakan baju batik saat berdinas.
Batik-batik yang sering kita jumpai di toko, Mall, showroom di dalam negeri dan berbagai negara di luar negri, telah melalui proses pembuatan yang tidak sederhana dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Di rumah Ibu Tri Wiedyaningsih Susanto, salah satu pengrajin batik di Mutihan, Kampung Laweyan, saya mencoba memahami proses pembuatan kain batik.

Kain putih polos diberikan  warna dasar/smok (dok. Suci)
 Pertama-tama kain polos putih di beri pewarna dasar dengan cara di smok dan dijemur. Dalam cuaca yang baik, kain bisa kering tidak melebihi satu hari. Kain tersebut kemudian dicap dengan motif tertentu, rata sampai semua lembaran kain terisi. Proses ini membutuhkan kelelitian karena semua kain harus terisi motif yang telah ditentukan. Tidak boleh ada renggangan kain yang tanpa terisi motif tersebut. Seorang pekerja dalam satu hari (8 jam) bisa menyelesaikan 1 kodi kain, dengan 1 lembar kain sekitar 3 meter.

Pemberian cap dengan motif tertentu (dok. Suci)


 Proses selanjutnya dilakukan sekadi atau memberikan warna di motif tertentu. Misalnya satu lembar kain dengan motif bunga dan daun akan diberikan warna merah, kuning, hijau, biru, dll. Pekerja memberikan warna dengan menggunakan kuas kecil. Perlu ketelitian dan kehati-hatian karena kuas mudah keluar dari motif yang diberi warna. Biasanya seorang pekerja hanya sanggup menyelesaikan maximal 15 lembar kain dalam satu hari.
Proses sekadi, pemberian warna tertentu di motif batik (dok.Suci)

 Setelah itu, kain direbus ke dalam pewarna yang telah disediakan. Dengan menggunakan kompor bata semen ukuran jumbo, berpuluh-puluh kain bisa di berikan pewarna dalam satu kali proses pewarnaan.


Kain dicelupkan pada pewarna (dok. Suci)
 Kain yang telah diberikan pewarna, kemudian dicuci dalam air yang telah direbus dalam bak raksasa berbahan semen.

Kain dicuci ke dalam air mendidih, untuk menghilangkan sisa malam/bahan batik (dok.Suci)
Perlu beberapa kali pencelupan di dalam air mendidih agar malam(salah satu bahan batik) tidak tersisa lagi. Kain yang sudah di celup, diputar didalam air mendidih kemudian dimasukkan ke dalam air dingin yang bersih. Setelah dicuci, proses terakhir adalah penjemuran. Kain tidak perlu dijemur diterik sinar matahari, tetapi cukup diangin-anginkan. Selesailah sudah proses pembuatan kain batik dengan motif beragam. Kain batik tersebut sebagian dijahit sesuai dengan pesanan dan sebagian dijual masih dalam bentuk lembaran kain.

Kain diangin-anginkan supaya kering (dok. Suci)
 Ibu Tri, pemilik batik dengan merk Widya Kencana, sering kewalahan menerima order dari konsumennya dari Singapura. Dalam satu bulan pesanan bisa mencapi 8000 lembar kain/baju jadi.
Kain batik yang saat ini kita pakai melalui proses yang tidak sederhana dan dikerjakan oleh tangan-tangan trampil para pekerja rumahan yang telah menyulap selembar kain putih polos berharga ribuan menjadi ratusan ribu rupiah bahkan jutaan dan menjadi bagian dagangan penting toko-toko didalam dan luar negri.***

Tidak ada komentar: