Debu mengepul dari
roda truk pengangkut yang berasal dari kota. Suara roda truk ribut membelah
keheningan desa. Kambing, sapi, kerbau yang biasa merumput di tepi jalan, tampak panik dan
menepi. Kehadiran truk itu pasti
menganggu ketenangan mereka. Beberapa
orang desa tampak terheran-heran, sebagian besar dengan penasaran mengikuti kemana truk itu berhenti. Anak-anak
pengembala ternak nampak tertarik dengan kesibukan truk, ada rasa senang
melihat keramaian. Maklum di desa mereka sangat jarang mobil, truk lewat. Dengan muka senang
anak-anak mengejar truk tanpa menghiraukan debu yang beterbangan terhirup
hidung.
Truk
berhenti di hamparan tanah luas yang sudah bertahun-tahun tak dirawat oleh
pemiliknya. Tanah seluas 3 hektar
tersebut kabarnya milik seseorang yang
tinggal di kota besar.
Beberapa tahun yang lalu tanah di beli dari penduduk
desa, tetapi kemudian tidak dipergunakan untuk apapun. Anak-anak memanfaatkan
tanah kosong itu untuk bermain sepak bola dan permainan lainnya dan sebagian
untuk merumput sapi, kerbau dan kambing. Sungguh beruntung, karena di desa
tidak ada lapangan sepakbola.
Anak-anak riang bermain (dok. Suci) |
Beberapa
orang nampak sibuk menurun kan barang-barang dari dalam truk. Sebagian lagi memasukan
semen, besi ke dalam rumah yang terbuat dari triplek dan kayu. Rupanya rumah
yang dibuat mendadak itu semacam gudang
yang dipergunakan untuk menyimpan bahan bangunan. Puluhan orang lainnya nampak sibuk dengan
beragam kegiatan, ada yang membuat galian di tanah, mengaduk semen dan pasir,
membuat pondasi dari batu dan semen. Selain truk, ada sebuah mobil bagus parkir di bawah pohon jati. Tampak
seorang laki-laki berpakaian bagus, bersih memberikan perintah sana sini kepada sekumpulan
laki-laki yang menurunkan barang dari truk. Tangannya menunjuk sana sini sambil
sesekali berkacak pinggang.
Sekar
termangu memandang semua keramaian yang tak pernah dia lihat sebelumnya.
Di
Desa Banyu Bening, tempat tinggal Sekar, jarang sekali ada truk yang datang
dari kota membawa barang-barang seperti yang dia lihat. Desa Banyu Bening
terletak di pelosok kabupaten, sekitar 5 km dari kota kecamatan dan 25 km dari
kota kabupaten.
Untuk menuju desa kecil yang masih asri tersebut harus ditempuh
dengan kendaraan pribadi atau ojek yang biasa mangkal di desa sebelah. Tak ada
angkutan umum yang melintas desa, sehingga jasa ojek menjadi pilihan warga
desa. Meski harus membayar uang ojek yang mahal tetapi warga yang tidak mau
kecapekan sampai di rumah mengunakan jasa ojek. Bagi warga yang hidup pas-pasan
terpaksa harus jalan kaki menembus jalanan berbatu atau mengunakan sepeda.
Suara
keras laki-laki berpakaian bagus itu saat menegur pekerjanya mengangetkan
Sekar. Tas sekolahnya hampir terlepas dari bahunya. Dengan hati-hati Sekar beringsut agak menjauh dari kesibukan orang-orang kota.
Sekar tidak tahu persis orang-orang itu mau mengerjakan apa, tetapi yang jelas
seperti sedang membuat sebuah bangunan.
Sekar bergegas pulang ketika mendengar adzan dhudhur berkumandang. Berarti
sudah hampir 1 jam Sekar berada di tempat itu, mestinya Sekar sudah di rumah.
Setengah berlari Sekar membelah siang dengan menutupi kepalanya dengan tas
sekolahnya. Mudah-mudahan ibu tidak marah karena Sekar pulang terlambat, doa
Sekar dalam hati.
**
Setiap
sore hari setelah sholat ashar, bapak dan ibu biasa duduk-duduk diteras rumah sambil melepas lelah setelah
bekerja seharian di sawah. Mereka terbiasa membicarakan berbagai hal yang
terjadi hari itu sembari menunggu adzan magrib berkumandang. Sekar dan Satrio
adiknya tak mau ketinggalan, terkadang ikut duduk-duduk, tetapi tak jarang
Satrio asyik bermain mobil-mobilan sendirian.
Bapak
tampak asyik mengisap rokok tengwe, tampak
asap tebal bergulung dari rokok yang biasa di hisap warga desa. Tak
perlu membeli rokok ke warung, bapak dan sebagian warga desa lainnya sudah
terbiasa meracik rokok sendiri, rokok tengwe.
Hanya butuh tembakau, klobot pembungkus
dari lapisan jagung, dan sedikit cengkeh.
Tak perlu keahlian khusus untuk membuatnya, Sekar pun bisa membuat rokok
tengwe, hanya butuh tembakau yang ditaburi sedikit cengkeh kemudian di gulung
dengan klobot.
Ibu
duduk di kursi panjang sambil membersihkan beras, ada beberapa kerikil yang
tercampur dengan beras. Kalau ibu tak sempat memilah kerikil, sesekali kerikil
bisa ikut dalam suapan karena bercampur dengan nasi yang sudah di masak.
“Pak,
tanah di pojok desa itu mau dibangun apa ya?” Sekar duduk mendekati bapak,
tangannya menutup hidung karena tak
tahan dengan bau tembakau yang cukup mneyengat. Meskipun Sekar sudah
beberapa kali mengingatkan bapak untuk mengurangi merokok, tetapi Sekar tetap
senang membantu melintingkan rokok buat bapaknya.
“Memang
kenapa?”tanya bapak heran dengan pertanyaan Sekar. Setelah terbatuk-batuk
sebentar, bapak menyelesaikan hisapan terakhir rokok tengwe-nya. Rokok yang
tersisa di matikan dengan menyentuhkan pada kursi , kemudian di lempar ke
halaman. Satu kebiasan yang tak disukai Sekar, tetapi tetap saaja dilakukan bapak.
Dengan bersungut-sungut Sekar memungut puntung rokok dan di buang ke tempat
sampah di dekat teras.
“Sekar
melihat banyak truk datang membawa bahan bangunan. Ada juga yang mulai membuat
lobang, membuat bangunan dari triplek . Pokoknya banyak keramaian di sana pak,”
“Kabarnya
memang mau dibangun tempat untuk penginapan. “ jawab bapak datar.
Sekar
mengerutkan keningnya, tak begitu paham dengan penjelasan bapak. “Buat apa
dibangun penginapan pak? Memang siapa yang akan menyewa? “
Bapak
tak segera menjawab, tangannya meraih gelas berisi segelas kopi kental di meja.
Sekali teguk setengah kopi kental panas sudah tandas. Nampak kepuasan di wajah
bapak setelah rokok dan kopi ludes dalam
waktu yang cepat.
“Pak...?”
Sekar terus mendesak penjelasan bapak. Satu kebiasaan Sekar yang terkadang membuat
bapak tak mampu menjawabnya. Meskipun Sekar baru kelas V tetapi rasa ingin
tahunya sedemikian besar. Banyak hal yang sering ditanyakan ke bapak dan ibu,
tetapi kadang-kadang kedua orangtuanya
tak mampu untuk memberi penjelasan yang memuaskan. Meskipun hanya bekerja
sebagai petani , bapak cukup pintar dan punya banyak pengalaman. Tetapi untuk
menjawab semua rasa ingin tahu anak sulungnya, kemampuan bapak tak cukup
memadai. “ Ya bapak belum tahu banyak. Coba kapan-kapan bapak tanyakan ke pak
Lurah kalau ketemu ya.” Jawaban bapak cukup memuaskan Sekar, karena dia tahu
bapaknya biasa menghadiri pertemuan pengurus
RW yang terkadang di hadiri pak Lurah. Sekar berharap pak Lurah akan
memberikan penjelasan yang dia butuhkan.
**
Sekar
asyik bermain air dengan Satrio dan teman-temannya di sungai pojok desa. Sungai
itu dialiri air yang jernih, dan melimpah. Selain dipergunakan untuk mandi,
berendam, mencuci baju juga sebagai
arena permaian anak-anak. Meskipun cukup dalam, tetapi batu-batu besar dan
kecil terlihat dengan jelas dari
permukaan sungai. Di bagian pinggir ibu-ibu biasa mencuci baju, sedangkan
ditengah dipergunakan untuk permainan arum jeram, mengunakan ban bekas. Arus
yang cukup deras dengan terjalan batu membuat permainan arum jeram
mengasyikkan. Hampir semua anak di desa
sudah pernah merasakan permainan yang tak membutuhkan biaya serupiahpun.
Sekar
tertawa melihat teman-temannya menjerit kesenangan karena ban yang di naiki
terbalik. Bagi mereka, permainan itu asyik dan sangat berharga. Untuk ukuran
warga desa, tak mudah menikmati permainan, sehingga bermain di sungai itu
menjadi satu-satunya hiburan yang dapat dinikmati anak-anak.
Pandangan
Sekar terpaku pada kesibukan para pekerja di lahan pojok desa. Pandangan
matanya sesekali berhenti pada keasyikan teman-temannya di sungai. Jarak
bangunan dan sungai tak lebih dari 100
meter, sehingga semua nampak jelas dari sungai. Sudah sekitar 3 bulan, puluhan pekerja
tak henti menyelesaikan berbagai bangunan yang sekarang sudah nampak bentuknya.
Puluhan kamar-kamar, bangunan besar seperti
rumah makan, ruang pertemuan dalam proses penyelesaian.
Bapak belum menjawab pertanyaan Sekar tempo
hari, karena belum dijawab juga oleh pak Lurah. Kata bapak, pak Lurah belum
bisa memberikan kepastian. Hanya saja bangunan itu milik orang kota yang telah
membeli lahan pekarangan dari pemilik sebelumnya. Tetapi Sekar sebenarnya sudah
mengetahui semua bangunan itu dari para pekerja bangunan. Rasa penasaran Sekar
yang dalam mendorongnya mencari informasi
sendiri. Dan Sekar tahu kalau bangunan itu akan dijadikan penginapan dengan berbagai fasilitas lainnya seperti
rumah makan dan ruang pertemuan. Pemilik penginapan itu akan mendorong sungai yang biasa
dipergunakan warga menjadi tempat wisata
arum jeram. Kabarnya akan dilengkapi sarana permainan lainnya
seperti flying fox, tempat outbond, dll. Penginapan dan restouran untuk
mendukung tempat wisata tersebut. Yang membuat Sekar terkejut karena sungai dan
lahan disekitarnya sudah dibeli oleh orang kota itu.
Sekar
termangu untuk sekian kalinya. Kalau semua ini sudah dibeli, berarti tak akan
ada lagi tempat permaianan gratis yang selama ini dipergunakan anak-anak desa.
Kemana lagi Sekar dan teman-temannya akan bermain? Sekar tergagap oleh teriakan
Sri, temannya yang mengajak Sekar segera turun ke sungai. Rupanya Sekar melamun
cukup lama. Tak ingin mnegecewakan Sri, Sekar segera menyusul Sri naik ke ban
yang segera meluncur. Sekar tertawa-tawa mengiringi tawa riang teman-temannya.
Tinggal menghitung hari mereka semua masih bisa menikmati permainana itu, batin
Sekar sedih.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar