Saat ini susah rasanya mencari Taman Kanak-Kanak (TK) yang tidak
mengajarkan Calistung, hanya mengajak anak-anak bermain, belajar
bersosialisasi, membuat berbagai macam ketrampilan dan kreatifitas
lainnya sesuai dengan usia dini.
Idealnya, play gorup, TK A dan
TK B sebagai taman bermain, sarana bermain, bukan sekolah. Sehingga
mestinya anak lebih banyak diajak bermain, eksplorasi diri dan memuaskan
masa emasnya untuk lebih banyak bebas berkreasi, tanpa banyak terbebani
dengan 'pelajaran'.
Tetapi apa mau dikata, PG/TK yang tidak
memasukkan materi pelajaran Calistung, rasanya jarang diminati oleh
orangtua. Sebenarnya ada sebagian orangtua tua yang menginginkan anaknya
yang masih berusia dini untuk banyak bermain tanpa terbebani pelajaran
Calistung, tetapi mereka juga tidak berani berspekulasi. Kenapa? Karena
saat anak masuk SD, salah satu materi tesnya ya Calistung itu. Meskipun
banyak digembar-gembotkan persyaratan masuk SD tidak harus bisa
Calistung tetapi cukup dengan kecukupan umur saja, tetapi toh hampir
semua SD tetap mematok kemampuan Calistung menjadi syarat utama agar
diterima.
Saya tahu sendiri, tahun pelajaran 2015 ini, ada
seorang anak yang tidak diterima masuk SD saat tes Calistung tidak
lolos. Padahal anaknya sudah cukup umur dan lulus TK. Anaknya menangis
meraung-raung karena sudah terlanjur senang dengan SDnya dan ibunya
marak-marah karena anaknya tidak diterima.
Maka, tak
mengherankan jika saat memasukkan ke TK, orangtua biasanya akan mencari
informasi materi Calistung masuk atau tidak dalam materi yang akan di
berikan ke anak-anak.
Pun demikian juga dengan TK, karena tuntunan
orangtua dan tuntutan agar sekolah diminati, mau tidak mau ya memasukkan
Calistung ke dalam salah satu pelajaran.
Kembali ke soal materi
Calistung untuk anak TK, ada sebuah pengalaman seorang ibu tinggal di
Solo, kebetulan juga menjadi kepala sekolah sebuah PAUD/TK. Ia cukup
idealis, ingin mendidik anak usia dini dengan banyak bermain, eksplorasi
dan tidak mengajarkan Calistung di sekolahnya. Sangat ideal, meskipun
sekolahnya tidak banyak di minati. Tetapi ibu tersebut menjadi sedih dan
marah saat tes masuk SD anaknya tidak lolos karena tidak bisa
Calistung. Anak pengajar PAUD/TK nggak bisa diterima di SD karena nggak
bisa Calistung? Bayangkan betapa prihatinnya dia, memberlakukan konsep
yang ideal tetapi terganjal di jenjang pendidikan diatasnya. Lantas
kalau akhirnya ia akan mengubah materi pendidikan untuk sekolahnya
dengan mengorbankan idealismenya itu karena tuntutan keadaan.
Dalam
beberapa obrolan dengan kepala TK dan guru-gurunya, mereka sebenarnya
juga setengah hati untuk mengajarakan Calistung pada anak-anak usia 3-5
tahun. Tetapi mereka tidak punya pilihan lain, karena orangtua maunya
menitipkan anaknya agar salah satunya membuat anak bisa Calistung.
Itulah
saya menjadi memaklumi ketika sebuah TK memberikan materi Calistung
kepada anak didiknya. Para guru ‘dituntut’ untuk bisa mengajarkan
anak-anak Calistung kalau mau sekolahnya tetap diminati.
Menurut
saya, anak usia dini tidak masalah diberikan pelajaran Calistung, asal
dengan metode yang sesuai dengan usianya dan tidak memberatkan. Misalnya
saya pernah menuliskannya di artikel ini sebelumnya.
http://www.kompasiana.com/sucihistiraludin/mengenalkan-anak-calistung-tanpa-belajar_55cd5661b092734a0521b56c
Tetapi
celakanya tidak semua guru TK mempunyai metode dalam menyampaikan
Calistung yang bena-benar membuat anak nyaman dan serasa bermain saja
bukan belajar. Ini yang memberatkan bagi anak-anak usia dini tersebut.
Saya
berharap, guru TK mampu berinovasi dengan berbagai metode yang membuat
anak nyaman agar memaximalkan kemampuan anak dalam hal fisik,
intelektual, bahasa, sosial, emosional . Berjalan seiring sejalan,
seimbang bekerjasama dengan orangtua anak didiknya. ***
_Solo, 7 September 2015_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar