Susah ya pelajaran anak kelas 1 SD sekarang,” keluh salah
seorang ibu yang putrnya kelas 1 SD. Tak lama ibu-ibu yang sedang
menunggu anaknya pulang sekolah saling bercerita beratnya pelajaran
kelas I SD.
Rata-rata mereka terkejut, heran dan tidak habis pikir
kenapa anak kelas I SD sudah diberikan pelajaran dengan materi yang
berat. Ya, saya juga mengamini, meskipun tidak terkejut lagi karena
pernah mengalami hal itu saat anak pertama dan kedua kelas 1 SD.
Kami lantas memperbincangkan hal tersebut. Di sela-sela pembicaraan, seorang ibu sempat berkomentar, ”Bagaimana mungkin anak sempat bermain kalau pelajaran saja sesulit itu.”
Deg,
tepat sekali. Melihat materi pelajaran di buku-buku tebal dan LKS yang
‘bikin pusing’ saat melihatnya, kesempatan anak untuk bersantai dan
bermain sepuasnya selayaknya usia mereka yang rata-rata 6 tahun-7 tahun
terancam hilang. Bagaimana mau bermain, lha wong pelajaran yang mereka
terima cukup mengagetkan di masa peralihan dari TK ke jenjang SD.
Pelajaran di awal semester ini, sudah cukup berat, apalagi kalau dilihat
materi di semester kedua.
Misalnya
untuk pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN), pelajaran awal sudah
belajar tentang berbagai agama, suku di Indonesia. Di salah satu tugas
ada pertanyaan “Lagu ayam de lapeh dari daerah mana?“. “Tari Payung
berasal dari daerah mana?“ Woalah, apa ya nggak bingung anak-anak yang
seusia itu menghafal berbagai suku di Indonesia dengan baju adat,
tarian, lagu daerahnya?
Kemudian
untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ada sejumlah pertanyaan
tentang keluarga, misalnya pertanyaan “Siapa yang dimaksud dengan
kerabat?” “Orang yang tidak dapat berbicara disebut?” Masih dipelajaran
yang sama, di lembar latihan anak diajak untuk belajar penalaran
misalnya dengan menceritakan gambar di beberapa orang berdiri.
Pertanyaannya adalah “apa yang terjadi jika kalian naik bus yang penuh
dengan penumpang?”
Pelajaran
lainnya tak kalah sulit, misalnya di Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
dikenalkan dengan bagian tubuh, kegunaanya dan kebutuhan tubuh kita. Nah
ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijelaskan dengan sabar, misalnya
“apakah yang dimaksud dengan makanan bergizi?” “Apakah manfaat dari
kulit itu?”
Bahasa Indonesia, dalam salah satu materi yang
diberikan, anak-anak diminta untuk bisa membedakan suku kata, misalnya
pertanyaan “sepeda baru, bagaimana dengan suku katanya?”
Belum
pelajaran yang lainnya, rata-rata sama beratnya untuk anak seusia 6-7
tahun. Bahkan anak saya yang kelas 9, sempat berkomentar saat adiknya
membaca pelajaran muatan lokal bahasa Jawa, ”Lho kok pelajarannya sama denganku Dik.”
Ternyata adiknya yang kelas 1 SD sudah diajari bahasa kromo inggil,
ngoko alus dan ngoko, yang menjadi salah satu materi pelajaran kelas 9.
Dengan
materi pelajaran yang cukup berat tersebut, tak heran jika orangtua
merasa kesulitan (beragam alasan, karena materi berat, sibuk dll) saat
anak bertanya sehingga pilihannya adalah memberikan les kepada
putra-putrinya. Sudah biasa lho, anak-anak kelas 1 SD sudah dileskan.
Padahal kalau dipikir-pikir lagi, kasihan dengan anak sekecil itu harus
‘serius’ belajar. Saya bisa membayangkan beban berat mereka kelak saat
kelas 6 yang bersiap mengikuti UN. Lha kelas 1 saja sudah dileskan,
apalagi kalau kelas 6?
Mestinya saat-saat peralihan dari
pendidikan Taman Kanak-kanak ke SD ini, materi yang diberikan tidak
memberatkan. Menerima pelajaran saja banyak yang tergagap-gagap, karena
sebagian besar cara guru SD memberikan pelajaran sangat berbeda dengan
guru di TK. Guru SD cenderung memperlakukan anak-anak kelas 1 SD seperti
anak-anak kelas 3, 4, 5, 6 yang memang sudah lebih matang. Nah, secara
bertahap, mulai kelas 2 SD anak-anak diperkenalkan dengan materi yang
lebih berat dan seterusnya. Tidak saat kelas 1 sudah ‘dipaksa’ memahami
banyak materi yang pastinya ‘mengejutkan’ bagi mereka. Ini kan masih
masa peralihan dari belajar di TK yang lebih banyak bermain dan
bersenang-senang.
Menurut saya,mestinya guru perlu mempersiapan mental anak secara bertahap agar
maksimal dalam menyerap pelajaran. Semoga. ***
_Solo, 6 September 2015_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar