Rabu, 04 November 2015

Kemarau Panjang, Murid SD Hueknutu Kupang Bawa Air Ke Sekolah

Hari belum cukup siang , tetapi panas matahari sudah sangat menyengat. Kulit saya terasa panas dan gerah. Saya melihat jam tangan saya, baru pukul 10.30. Belum terlalu siang, kok sudah kelihatan siang sekali dan panas, batin saya sambil menghindari panas dengan berteduh di bawah pohon yang daunnya sudah hampir habis karena rontok akibat kemarau panjang.

Saya, Selasa(4/11/2015)  berada di  Desa Heuknutu, Kecamatan Takari,  Kabupaten Kupang. Bagi saya desa ini  cukup sepi. Jarak antar rumah yang cukup jauh dengan pekarangan dan halaman rumah yang cukup luas membuat desa cukup sepi. Tak banyak yang lalu lalang di jalan, kata Mama Ribka(salah seorang warga) warga ada yang dikebun dan sebgaian dirumah saja. Karena tidak banyak yang dilakukan di kebun/sawah, mereka memilih di rumah saja.



Debu dari jalan aspal yang di banyak tempat sudah rusak sesekali mengebul membuat mata harus terpincing kalau tidak mau kemasukan debu. Di mana-mana sejauh mata memandang hanya pemandangan panas, gersang yang terlihat.
Repotnya, saat kemarau seperti saat ini, warga kekurangan air bersih. Sumur tidak ada yang tersisa airnya, kering kerontang. Saya sendiri melihat ke sumur warga dan tak setesepun air yang masih tersisa di sumur yang kedalamannnya rata-rata diatas tujuh meter tersebut.



Kekurangan air menjadi masalah yang dialami warga desa Huekutu sejak bertahun-tahun yang lalu. Mereka harus berjalan ke sumber air sejauh 4 Km2 untuk mendapatkan air. Hanya satu dua sumur warga yang masih menyisakan air , dan menjadi tumpuan warga desa lainnya. Susahnya air membuat mereka harus berhemat air, hanya mengunakan air untuk hal yang penting seperti memasak. Mencuci baju dan mandi mereka terpaksa ke sumber air yang letaknya jauh.

Sekolah pun mengalami masalah yang sama, tidak ada air sama sekali. Tak mau kekurangan akal, para guru di SDN Hueknutu Kecamatan Takari meminta semua muridnya untuk membawa air satu derigen saat masuk sekolah. Tak ayal lagi anak-anak selalu mengambil air ke sumber air untuk dibawa ke sekolah. Menurut nona Grace, salah satu murid kelas 5 saat saya tanya, air yang dibawa akan dimasukkan ke bak mandi sekolah dan sebagian untuk menyiram bunga. Mereka merasa tidak keberatan karena tahu tidak ada air di sekolah sama seperti tidak air di rumah mereka.

Tapi tidak semua anak setiap hari membawa air. Seperti pengakuan Thomas dan beberapa teman lainnya.  Ia mengaku lupa membawa air karena kesingan masuk sekolah sehingga terburu-buru. Apakah murid yang lalai membawa air tidak dimarahi gurunya? “Iya, beta di marahi guru,” jawabnya sambil menyeka keringat di dahinya.

Thomas, Grace dan murid lainnya sangat bersemangat ke sekolah. "Banyak belajar. Kalau sonde sekolah, beta sonde pintar," ucapnya penuh semangat. Meskipun harus membawa air tetapi toh mereka senang saja. Jarak rumah dengan sekolah yang cukup jauh tetap dijalani meski dengan  berjalan kaki dibawah terik panas.

Biasanya sepulang sekolah, mereka  tidak langsung pulang, karena jarak rumah yang cukup jauh mendorong mereka untuk berhenti istirahat duduk di tepi jalan untuk melepas lelah. Sesekali mereka juga berhenti saat ada satu dua mobil melintas. Derigen yang dipergunakan untuk membawa air tergeletak di pinggir jalan, diambil. “Ada oto bagus,” bisik salah seorang teman Grace sambil tersenyum malu-malu kepada kami. Pun saat kami tawari untuk menumpang mengantar mereka pulang. Wajah letih berganti menjadi senyum sumrigah dibalut malu-malu. Mereka tertib naik ke mobil dan terus berbisik-bisik saat di dalam mobil. Tak kurang dari 3 Km2 satu persatu mereka turun setelah mengucapkan terimakasih sambil menenteng derigen yang akan mereka gunakan membawa air esok dan esak harinya lagi. “Sampai ketemu lagi, adik, nona.

_Kupang, 4 November 2015_

Tidak ada komentar: