Selasa, 19 Januari 2016

Kenduri, Doa dan Wujud Syukur Warga Desa

Di desa orangtua saya, Nanggula, sebuah desa di Kabupetan Klaten, tradisi kenduri atau kenduren masih ada. Meskipun sudah ada warga desa yang tidak lagi mengikuti tradisi tersebutm tetapi bukan berarti kebiasaan peninggalan nenek moyang kami itu sudah hilang.



Kenduri, dilakukan sebagai bentuk rasa syukur, sebuah penghirmatan, do’a, atau bisa di sebut juga selamatan  yangdilakukan dalam hal-hal tertentu, biasanya untuk hajatan tertentu. Misalnya kenduri dilaksanakan saat ada hajatan menikahkan anggota keluarga,mitoni,  saat  syukuran kelahiran anak, mengirim doa saat ada keluarga yang meninggal, saat panen raya, ruwahan, nyadran, dll.

Untuk kenduri saat hajatan menikahkan anggota keluarga atau mantu dilaksanakan sebelum akad nikah, dengan mengundang tetangga terdekat. Biasanya salah satu tetangga yang dituakan ( bisa juga Mbah Modin/perangkat desa)  yang diminta memimpin doa.  Demikian juga dengan kenduri saat kelahiran seorang bayi. Dilakukan saat bayi berumur seminggu atau sepekan,  yaitu saat bayi sudah puput (putus tali pusarnya), tetapi ada juga yang dilakukan bersamaan dengan aqiqoh atau sekitar 35-40 usia bayi tersebut.

Untuk kenduri sebagai pengirim doa saat keluarga ada yang meninggal, dilaksanakan beberapa kali, yaitu saat 3 hari kematian, 7 hari, 40 hari atau pegetan  petangpuluh dinonan, 100 hari  atau pengetan satus  dinonan, setahun atau pendhak pisan, dua tahun atau pendhak loro  dan 3 tahun atau pengetan sewu dino/  1000 hari atau pendhak pungkasan.

Prosesi saat kenduri, diawali dengan sambutan atau ucapan selamat datang dari tuan rumah yang biasaya diwakili oleh sesepuh kampung atau keluarga tuan rumah yang dituakan, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dari tetua kampung atau terkadang diwakili Mbah Modin (perangkat desa ) yang juga mengantarkan doa yang diamini oleh para tetangga yang datang.  Setelah doa dipanjatkan,biasanya proses kenduri telah berakhir. 


Makanan yang dihidangkan saata kenduri, makanan ringan (berbagai panganan khas desa seperti lemperk, jadah, wajik, jenang, ungkusan dan the panas). Kemudian ada besek  (kotak  yang terbuat dari bambu yang dianyam) atau sekarang diganti tempat dari plastic, besek tersebut diisi nasi  (biasanya nasi uduk/nasi gurih) dengan lauk pauk beragam, seperti mie, jangan Lombok (sayur  kentang, krecek sapi, dicampur irisan cabe yang dimasak dengan santan kental), tempe goreng, telur rebus, rempeyek ditambah bermacam-macam makanan kecil. Untuk tambahan lauk ayam akan diambilkan setelah di suir-suir/di potong setelah prosesi doa selesai.  Biasanya setelah doa, Mbah  akan memotong  ayam jago yang telah dimasak,  dan dibagi-bagi ke besek yang berisi makanan.

Sementara kegiatan kenduri saat Sadranan atau Nyadran merupakan salah satu tradisi dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Sadranan dilakukan setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya’ban. Biasanya kenduri hanya sebagai pengantar kegiatan nyadaran saaj, karena kegiatan utamanya adalah pembacaan ayat Al Qur’an , doa dan membersihkan makan/kuburan. 

 Meskipun sekarang, hidangan  kenduri tidak melulu dengan nasi uduk dan lauk pauk lengkap, demi kepraktisan  diganti dengan makanan saja atau roti satu kotak(tergantung warga) tetapi makna mendalam  dari kendurian sebenarnya masih ada. Mereka sama-sama berkumpul,  bertemu tetangga dan keluarga, berdoa bersama dan mensyukuri atas nikmat hidup yang diberikan Yang Maha Kuasa yang mereka nikmati sampai detik ini. Itulah makna yang sebenarnya yang masih terjaga samapai sekarang.

_Solo, 19 Januari 2016_

foto. blontypasargede

Tidak ada komentar: