Tetapi, bagi orang Jawa, dalam merawat plasenta/ari-ari, masih kental merawatnya dengan ritual adat Jawa. Tidak hanya untuk
orang-orang Jawa kuno, tetapi sampai saat inipun masih banyak yang melakukan
ritual tersebut. Saya salah satunya yang
merawat ari-ari anak-anak saya dengan ritual jawa, meskipun yang melakukan
ritual tersebbut orangtua saya.
Ari-ari , bagi orang Jawa sering disebut dengan aruman atau
embing-embing. Karena ada di Rahim ibu dan lahir setelah/bersamaan dengan bayi
yang dilahirkan, maka tak heran jika sering disebut dengan sedulur kembar/
saudara kembar bayi tersebut. Ari-ari
ini bagian penghubung antara ibu dengan
Si Bayi, selayaknya saudara bayi sendiri. Oleh karena itu, tidaklah heran jika
ari-ari yang keluar juga di rawat /diramut dengan baik, tak ubahnya seorang
bayi yang baru dilahirkan.
Ritual Merawat
Ari-Ari/Plasenta
Biasanya menjelang
babaran/melahirkan, keluarga sudah menyiapkan kendil kecil /panci dari
tanah liat. Kendhil tersebut akan digunakan untuk meletakkan ari-ari setelah di
ramut/dirawat oleh sesepuh dari ibu yang melahirkan. Saat ke Rumah Sakit/Rumah
Bersalin, selain ibu, kendhil juga tak pula dibawa serta.
Tetapi sekarang , banyak RS yang sudah
menyiapkan kendhil tersebut, karena sudah setiap ibu membutuhkan kendhil untuk
ari-ari. Setelah proses babaran, dan ari-ari keluar, biasanya perawat sudah
paham dan meletakkan ari-ari tersebut ke dalam kendhil. Oleh pihak keluarga,
ari-ari tersebut dibawa pulang ke rumah.
Jadi ada orang yanag ditugasi khusus untuk merawat ari-ari. Karena kami tinggal
diperumahan yang sempit dan nyaris tanah sudah tidak ada, ibu saya membawa
ari-ari tersebut pulang ke rumah di desa.
Pertama-tama, ari-ari di cuci dengan hati-hati sampai
bersih. Setelah itu, dikembalikan ke dalam kendhil dan dibawa ke tempat yang
akan dijadikan penguburan ari-ari. Biasanya kuburan ari-ari diletakkan di depan
rumah/teras atau samping rumah, bahkan di dalam rumah. Jarang sekali yang
mengubur ari-ari di belakang rumah.
Karena ari-ari memang diibaratkan saudara bayi itu sendiri sehingga ditempatkan
di lokasi yang mudah terlihat dan terjaga dengan baik.
Bersamaan dengan ari-ari yang dikubur, diletakkan pula
serangkaian barang yang menjadi symbol
harapan bagi keluarga terhadap bayinya kelak. Misalnya orangtua bayi menginginkan
anaknya menjadi anak yang pintar, maka dikubur pula pensil, bolpen, buku.
Misalnya menginginkan anaknya kelak menjadi olahragawan, maka di kuburkan
barang-barang alat olahraga misalnya bola, raket, dll. Misalnya pingin jadi
artis, ya dikuburkan make up, perhiasan, dll.
Setelah tanah ditimbun, diatasnya ditaburi kembang
setaman/bunga warna-warni (mawar, melati, kenangga). Tak lupa pula sekitar
kuburan di berikan pagar atau ditutupi dengan keranjang/kukusan/tenggok, yang
intinya terhindar dari binatang buas yang mungkin akan mengendus dan mengali
ari-ari yang masih berbau amis tersebut. Diatas kuburan juga diberikan lampu
sebagai penerangan. Kalau jaman dahulu, mengunakan lampu teplok atau ting,
sementara sekarang mengunakan bohlam listrik
dengan watt kecil. Intinya, ari-ari yang ditanam selalu terang benderang
siang dan malam. Lampu akan dipasang sampai selapan dino atau selama 35 hari.
Lampu juga harus dijaga jangan sampai padam, kalau padam
harus segera dinyalakan kembali.
Setelah selapan dino, orangtua akan memplester kuburan
airi-ari tersebut kemudian akan diberikan penanda tulisan, ari-ari si anak
(nama anak).
Jadi, sampai sekarang di rumah orangtua saya di desa,
berjejer kuburan ari-ari cucu-cucu yang ari-arinya di kubur di rumah.
Masing-masing ada inisialnya, sehingga mudah untuk mengingat dimana kuburan
ari-ari masing-masing anak kami.
_Solo, 9 Februari 2016_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar