Minggu, 21 Februari 2016

Ari-ari, Saudara Kembar Bayi, dan Cara Merawatnya

Setipa bayi yang lahir, bersamaan itu plasenta yang menyertai bayi. Plasenta tersebut biasanya keluar tak lama setelah bayi dilahirkan. Biasanya, plasenta akan dibersihkan dan dikubur begitu saja  tanpa embel-embel prosesi/ritual tertentu.


Tetapi, bagi orang Jawa,  dalam merawat plasenta/ari-ari,  masih kental merawatnya dengan  ritual adat Jawa. Tidak hanya untuk orang-orang Jawa kuno, tetapi sampai saat inipun masih banyak yang melakukan ritual tersebut.  Saya salah satunya yang merawat ari-ari anak-anak saya dengan ritual jawa, meskipun yang melakukan ritual tersebbut orangtua  saya. 

Ari-ari , bagi orang Jawa sering disebut dengan aruman atau embing-embing. Karena ada di Rahim ibu dan lahir setelah/bersamaan dengan bayi yang dilahirkan, maka tak heran jika sering disebut dengan sedulur kembar/ saudara kembar bayi tersebut.  Ari-ari ini  bagian penghubung antara ibu dengan Si Bayi, selayaknya saudara bayi sendiri. Oleh karena itu, tidaklah heran jika ari-ari yang keluar juga di rawat /diramut dengan baik, tak ubahnya seorang bayi yang baru dilahirkan. 

Ritual Merawat Ari-Ari/Plasenta
Biasanya menjelang  babaran/melahirkan, keluarga sudah menyiapkan kendil kecil /panci dari tanah liat. Kendhil tersebut akan digunakan untuk meletakkan ari-ari setelah di ramut/dirawat oleh sesepuh dari ibu yang melahirkan. Saat ke Rumah Sakit/Rumah Bersalin, selain ibu, kendhil juga tak pula dibawa serta.  

 Tetapi sekarang , banyak RS yang sudah menyiapkan kendhil tersebut, karena sudah setiap ibu membutuhkan kendhil untuk ari-ari. Setelah proses babaran, dan ari-ari keluar, biasanya perawat sudah paham dan meletakkan ari-ari tersebut ke dalam kendhil. Oleh pihak keluarga, ari-ari tersebut  dibawa pulang ke rumah. Jadi ada orang yanag ditugasi khusus untuk merawat ari-ari. Karena kami tinggal diperumahan yang sempit dan nyaris tanah sudah tidak ada, ibu saya membawa ari-ari tersebut pulang ke rumah di desa. 

Pertama-tama, ari-ari di cuci dengan hati-hati sampai bersih. Setelah itu, dikembalikan ke dalam kendhil dan dibawa ke tempat yang akan dijadikan penguburan ari-ari. Biasanya kuburan ari-ari diletakkan di depan rumah/teras atau samping rumah, bahkan di dalam rumah. Jarang sekali yang mengubur  ari-ari di belakang rumah. Karena ari-ari memang diibaratkan saudara bayi itu sendiri sehingga ditempatkan di lokasi yang mudah terlihat dan terjaga dengan baik.

Bersamaan dengan ari-ari yang dikubur, diletakkan pula serangkaian barang yang menjadi  symbol harapan bagi keluarga terhadap bayinya kelak. Misalnya orangtua bayi menginginkan anaknya menjadi anak yang pintar, maka dikubur pula pensil, bolpen, buku. Misalnya menginginkan anaknya kelak menjadi olahragawan, maka di kuburkan barang-barang alat olahraga misalnya bola, raket, dll. Misalnya pingin jadi artis, ya dikuburkan make up, perhiasan, dll.

Setelah tanah ditimbun, diatasnya ditaburi kembang setaman/bunga warna-warni (mawar, melati, kenangga). Tak lupa pula sekitar kuburan di berikan pagar atau ditutupi dengan keranjang/kukusan/tenggok, yang intinya terhindar dari binatang buas yang mungkin akan mengendus dan mengali ari-ari yang masih berbau amis tersebut. Diatas kuburan juga diberikan lampu sebagai penerangan. Kalau jaman dahulu, mengunakan lampu teplok atau ting, sementara sekarang mengunakan bohlam listrik  dengan watt kecil. Intinya, ari-ari yang ditanam selalu terang benderang siang dan malam. Lampu akan dipasang sampai selapan dino atau selama 35 hari.

Lampu juga harus dijaga jangan sampai padam, kalau padam harus segera dinyalakan kembali.
Setelah selapan dino, orangtua akan memplester kuburan airi-ari tersebut kemudian akan diberikan penanda tulisan, ari-ari si anak (nama anak).
Jadi, sampai sekarang di rumah orangtua saya di desa, berjejer kuburan ari-ari cucu-cucu yang ari-arinya di kubur di rumah. Masing-masing ada inisialnya, sehingga mudah untuk mengingat dimana kuburan ari-ari masing-masing  anak kami.

_Solo, 9 Februari 2016_





Tidak ada komentar: