Kamis, 27 Oktober 2016

Dokumen TPF Munir : Hilang, Menghilang atau Dihilangkan?

Kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib atau Munir (M) kembali bergaung setelah lama meredup. M meninggal akibat racun arsenik saat melakukan perjalanan untuk melanjutkan studi ke Amsterdam, Belanda.

Bulan Oktober 2016 ini, tepat sudah 12 tahun tokoh HAM asal Malang, Jawa Timur tersebut meninggal. Meskipun sudah ada dua orang yang menerima hukuman  atas meninggalnya  M yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto yang  berprofesi sebagi pilot Garuda Indonesia dan
Direktur Utama Garuda Indra Setiawan, tetapi sesungguhnya belum ada titik terang atas pembunuhan M.

Bertahun –tahun yang lalu banyak pihak yang menuntut penuntasan kasus pembunuhan M tersebut karena masih menyisakan mendung kelabu yang belum ada titik terang.  Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  selama 10 tahun pun belum mampu menuntaskan masalah pembunuhan M tersebut dan justru menyisakan tanya besar dan menumpahkan PR tersebut kepada Presiden  Joko Widodo (Jokowi).Jokowi mau tidak mau yang harus menuntaskan kasus tersebut. 

Tetapi sayangnya, dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan  M tersebut  katanya hilang. Aneh tapi nyata, aneh tetapi kok bisa terjadi. Bagaimana mungkin dokumen penting Negara bisa hilang? Ops…benarkah hilang pak SBY?
Tidak bisa disalahkan jika sorotan publik  tertuju kepada  pak SBY, karena dokumen TPF  sejumlah 7 bendel tersebut  konon sudah diterima oleh SBY. 

Sebagai warga awam yang tidak terlalu paham dengan seluk beluk administrasi Negara, saya rasa tidak masuk akal jika dokumen penting  kasus pembunuhan M yang menjadi pembicaraan nasional bahkan internasional tersebut sampai  hilang.  Kasus HAM tersebut terus di sorot publik dan di desak untuk diselesaikan. Semudah itukah hilang?

Saya rasa semua dokumen Negara pastinya di simpan dengan sangat baik dan terawat dengan baik sehingga bisa bertahan lama, tidak rusak dan tentu saja tidak hilang.
Memang masuk akal jika seorang Presiden tidak  menyimpan dokumennya sendiri , tetapi tentunya kalau dokumen yang berkaitan dengan Negara akan disimpan oleh  Kemensesneg. Jadi logikanya semua dokumen akan tersimpan rapi dan aman di Kemensesneg.


Nah, kalau dikabarkan hilang, ini tidak masuk akal. Toh, sependek ingatan saya, sejak 12 tahun yang lalu tidak ada peristiwa  yang memungkinkan dokumen raib, seperti kebakaran, kebanjiran, kecurian, kerampokan di Kemensesneg.
Hilangnya dokumen TPF bisa jadi hanya akal-akalan saja, artinya dokumen tersebut tidak hilang tetapi segaja di hilangkan. Dengan maksud sbb:

Pertama, menyandera pemerintah Jokowi. Penuntasan kasus pembunuhan M akan terkatung-katung karena dokumen penting yang dibutuhkan tidak ditemukan. Bila copyan dokumen itu juga tidak ada, pemrintahan Jokowi akan membutuhkan waktu lama untuk merunut kembali atau menyusun TPF baru kasus M . Tentunya  jika pilihan terakhir akan membutuhkan waktu lama dan panjang. 

Kedua, lamanya proses penuntasan kasus M  (pada pemerintahan  Jokowi) akan memudahkan tudingan Jokowi tidak mampu menuntaskan kasus HAM  yang ia janjikan pada saat kampanye Pilres  tahun 2014 lalu

Ketiga, jika kasus pembunuhan M terungkap, bisa jadi menyeret orang-orang tertentu dan bisa menyeret pihak-pihak lain yang selama ini belum  tersentuh. Seperti diketahui , dalang pembunuhan M belum terungkap dan  gelap.

Barangkali masih banyak alasan lain yang  belum saya ungkapkan, tetapi yang jelas, pak SBY  sebagai pihak yang tengah di sorot, kita harapkan mau menjelaskan dengan gamblang dan jujur. Semoga, kita tunggu saja **
_Solo, 25 Oktober 2016_


                                              
pejuang Hak Asasi Manusia, Munir (M), menjadi salah satu indikator bahwa penyelesaian tuntas kasus itu masih jauh dari titik terang. Padahal penuntasan tsb bisa menjadi bukti yg sangat ampuh bagi Presiden Jokowi (PJ) untuk: 1) menunjukkan komitmen dan keseriusan beliau menyelesaikan persoalan HAM di negeri ini sebagaimana janji kampanye beliau pada 2014, dan 2) membedakan pemerintahan beliau dengan yang sebelumnya yang terkesan ogah-ogahan dan enggan menyelesaikan kasus Munir.
Sebelum persoalan menjadi rumit, alot, dan "mbulet", saya kira para pihak yang terkait mesti duduk bersama dan menyelesaikan tugas pertama: yaitu menemukan dokumen TPF tsb. Saya tidak yakin bahwa dokumen yg konon berjumlah 7 bundel itu bisa "menghilang", atau bahkan "hilang." Saya agak yakin bahwa dokumen itu sedang dicoba untuk "dihilangkan" atau minimum dicoba "ditilep" dan "disembunyikan" oleh pihak-pihak yang gerah jika hasil TPW Munir ini muncul di ruang publik.
Tak mungkin dokumen itu menghilang, karena ia tidak punya nyawa dan tidak mampu bergerak sendiri. Dokumen itu tidak mungkin hilang, karena beberap pihak memilikinya secara bersama, setidaknya foto copynya kalau bukan aslinya. Sebab TPF terdiri dari berbagai komponen yg mewakili Pemerintah, masyarakat sipil, para pakar, dan juga para penegak hukum. Tetapi kalau dicoba dihilangkan, saya percaya sebab jika hasil TPF ini muncul ke ruang publik, akan banyak ramifikasi hukum, legal, dan etis bagai sementar individu dan/atau kelompok serta organisasi sosial maupun politik.
Kini fokus ontran-2 tertuju kepada Presiden Ri ke 6, Susilo Bambang Yudiyono (SBY), karena pihaknyalah yg dianggap paling tahu dan bertanggungjawab atas keberadaan laporan TPF. Kalau bukan probadi beliau, tentu anak buahnya di kantor Sekretariat Negara atau didi tempat lain yang memiliki akses thd dokumen tsb. Pak SBY saya yakin akan memberikan penjelasan yg kini sedang ditunggu-2 oleh banyak pihak: Pemerintah, keluarga Munir, anggota TPF, para pembela HAM, dan publik Indonesia umumnya. Saya tidak akan mendahului dg menilai Pak SBY, tetapi akan mengomentari setelah beliau mengumumkan ke publik ttg bagaimana pandangan beliau. (http://nasional.kompas.com/…/polemik.dokumen.laporan.tpf.mu…)
Untuk sementara, saya termasuk sepaham dengan kalangan pembela kasus Munir dan para aktivis HAM bahwa semakin lama dokumen TPF itu tertunda diketahui publik, maka akan semakin buruk citra Pemerintah dan PJ dimata publik Indonesia dan internasional. Pemerintah bisa saja berkilah dengan berbagai dalih (dan bisa jadi ada benarnya), tetapi citra bahwa telah terjadi mismanagemen dalam sistem arsip dokumen milik negara tetap sulit dihilangkan. Dan ini tentu akan dijadikan sebagai peluru oleh pihak-2 yang berseberangan dg PJ utk menyerang kredibilitas beliau.
Walhasil, Pak Jokowi jangan beri kepuasan kepada para detraktor Bapak dengan membiarkan dokumen ini raib terlalu lama.**
Sumber : facebook Muhammad AS Hikam

Dokumen TPF Raib, Kok Demokrat Meradang?
REDAKSIINDONESIA-Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku dua minggu belakangan mengumpulkan mantan menteri atau pejabat yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), untuk membahas keberadaan dokumen hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kematian aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib. Dipanggilnya para mantan menteri dan pejabat KIB, untuk memperjelas keberadaan temuan TPF atas kematian Munir yang menurutnya sudah bergeser ke nuansa politik.
"Kami buka kembali semua dokumen, catatan & ingatan kami-apa yang dilakukan pemerintah dalam penegakan hukum kasus Munir. Yang ingin kami konstruksikan bukan hanya tindak lanjut temuan TPF Munir, tetapi apa saja yang telah dilakukan pemerintah sejak Nov 2004," kata SBY dalam akun twitter @SBYudhoyono, Jakarta, Minggu (23/10).
SBY meminta agar masyarakat mengingat bahwa kasus kematian Munir dalam penerbangan menggunakan pesawat Garuda yang tengah menuju Amsterdam 7 September 2004, dirinya belum menjabat sebagai presiden atau lebih tepatnya calon dalam Pilpres 2004. Barulah setelah tiga minggu menjadi presiden, dirinya ditemui Suciwati, isrti Munir.
SBY melanjutkan, kurang dari seminggu setelah pertemuan itu, TPF Munir belum dibentuk dan pihaknya memberangkatkan Tim Penyidik Polri ke Belanda. Namun SBY belum bersedia mengungkap secara gamblang mengenai temuan TPF Munir saat ini dan berjanji akan segera menyampaikan penjelasan soal TPF Munir dalam waktu dekat.
"Saya ingin publik tahu duduk persoalan yang benar. Saya memilih menahan diri & tak reaktif dalam tanggapi berbagai tudingan. Ini masalah yang penting & sensitif. Juga soal kebenaran & keadilan," @SBYudhoyono.
Pemerintah saat ini mengaku tak pernah menerima hasil temuan TPF Munir ke publik sehingga kesulitan membuka ke publik. Menurut Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Alexander Lay, Kemensesneg tidak bisa mengumumkan isi dokumen hasil investigasi TFP kasus Munir karena tidak pernah menerima laporan.
Alex menjelaskan, berdasarkan keterangan dari mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dokumen investigasi TPF sudah diserahkan kepada Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono sejak tahun 2005. Namun, hingga saat ini dokumen tersebut tidak sampai ke Kemensesneg.
Waketum Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengaku heran dengan langkah pemerintah yang meributkan keberadaan dokumen asli TPF Munir. Menurut Syarief, seharusnya pemerintah fokus pada penegakan hukum kematian Munir melalui rekomendasi dari TPF dan membuat tim baru jika belum puas dengan rekomendasi TPF era Presiden SBY.
"Dari dulu sudah saya bilang kenapa kok susah cari dokumen aslinya. Yang paling penting itu tindak lanjutnya dari rekomendasi itu. Kalau memang juga belum puas dengan tindak lanjut pemerintah SBY, silakan bikin TPF baru," kata Syarief di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/10).
Syarief mengatakan, pemerintah hanya perlu meminta kepada mantan anggota tim TPF era SBY apabila masih 'ngotot' ingin dokumen hasil investigasi TPF tanpa perlu mendorong agar SBY mengungkapkannya langsung ke publik.
Sebab dia meyakini jika ketumnya di Demokrat itu tak memiliki dokumen asli investigasi pembunuhan Munir. Sepengetahuan Syarief, saat masih menjabat Presiden, SBY telah menyampaikan dokumen tersebut kepada penegak hukum.
"Saya tidak tahu katanya diserahkan ke pemerintah, waktu itu yang buat TPF pak SBY diserahkan ke pemerintah, ya waktu itu pemerintah SBY. Mungkin karena proses administrasi surat menyurat mungkin di setneg atau seskab. Cari saja di sana, gampang itu," ujar dia.
Syarief juga mempersilakan Jaksa Agung M Prasetyo menemui SBY untuk mengonfirmasi keberadaan dokumen investigasi TPF. Namun, dia meminta pertemuan itu bukan dalam arti memanggil dan menuntut SBY terkait dokumen tersebut.
"Kalau mau ketemu silakan saja tapi bukan dalam arti kata panggil. Intinya, kalau tidak puas, karena itu kejadiannya di era Megawati bukan era Pak SBY, Pak SBY kan yang punya inisiatif buat TPF," tandasnya.
Hal senada dikatakan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto. Agus yakin dokumen hasil rekomendasi TPF tidak hilang. Dia pun membantah tudingan bahwa dokumen itu dipegang SBY. Selain itu, Agus memastikan SBY tidak mungkin menghilangkan dokumen berisi fakta pembunuhan Munir itu.
"Kemarin ada yang menanyakan dan pemerintah hari ini menyatakan katanya datanya tidak ditemukan dan sebagainya, Kami yakin pasti ada datanya, kami yakini Kalau Pak SBY itu selalu teratur dan terukur," kata Agus di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/10).
Agus meminta semua pihak menunggu pernyataan resmi yang dikeluarkan SBY dalam 2 hingga 3 hari ke depan seperti yang dijanjikan dalam akun twitter pribadinya. "Nanti secara resmi Pak SBY akan menyampaikan tentunya melalui kementerian yang terkait pada waktu itu," tandasnya.(merdeka.com) **
                                                                        




Tidak ada komentar: