Jumat, 11 Mei 2012

Perempuan-perempuan Hebat

Banyak perempuan 'perkasa' dan 'hebat' yang tinggal di Rt-ku. Mereka hebat, karena tidak saja bekerja di sektor domestik tetapi juga bekerja di sektor publik. Hebat dan oke banget, karena mampu melakukan dua hal tersebut dan hebatnya lagi karena dari sisi finansial, para perempuan tersebut justru menjadi faktor utama tegakknya ekonomi rumah tangga. Mungkin sudah hal yang biasa ketika perempuan kerja di sektor publik, tetapi dia bukan tumpuan utama kelangsungan hidup keluarganya. Tetapi ketika perempaun-perempuan itu yang menjadi andalan, tentunya bagi saya itu hebat. Perempuan hebat tersebut, rata-rata pasangan hidupnya 'lagi tidak bekerja' , 'tidak ada kerjaan rutin', 'hanya sesekali bekerja' dan berbagai alasan lainnya.

1. Ibu  Denok
Perempuan hebat yang bekerja sebagai pengajar, sekaligus bersemangat sekali mencari tambahan penghasilan sebagai guru les privat. Sementara  pasangan hidupnya sudah tahunan tak punya kerjaan yang mapan/ rutin. Hanya sesekali mendapat kerjaan, sehingga mau tidak mau , kelangsungan keluarganya si ibu Denok-lah yang bertanggung jawab. Tetapi yang menyedihkan, meski si pasangan hidup bu Denok tak kerja tetap dan lebih banyak di rumah, tetapi dulu masih terdengar ada KDRT. Teriakan bu Denok di timpali suara piring dan gelas yang dibanting pecah.

2. Ibu Tralala
Perempuan hebat yang bekerja menjadi pegawai pajak. Bersahaja, ramah, baik. Suaminya akhir-akhir ini hanya bekerja  mengantar dan menjemput anak ke sekolah. Sehari-hari di rumah , tetapi akhir-akhir ini ada aktivitas bisnis di luar yang coba ditekuni.
Ibu Tralala hebat karena tetap bisa menerima keadaan suami dan kelihatan tetap  baik dan hormat dengan suaminya.

3.Ibu Dingdong
Sudah menjanda karena suaminya meninggal sejak bertahun-tahun silam. Ketika suami meninggal, kedua anaknya masih sekolah SMP dan SMA. Bu Dingdong sangat tekun dalam bekerja dari satu pasar ke pasar lainnya. Sangat sederhana dan kelihatan baik dan penuh tanggung jawab. Berkat perjuangannnya yang tak kenal lelah dan sangat gigih , sekarang anak pertama sudah bekerja si Jakarta, anak kedua sudah magang di sebuah perusahaan sambil memberi les privat.

4.Ibu Renyah
Janda cerai sekitar 4 tahun yang lalu, dengan dua anak. Ketika cerai , anak pertama ikut suami dan anak kedua ikut bu Renyah. Sepeninggal suaminya, haraus bekerja keras untuk menghidupi dan menyekolahkan anaknya. Bekerja apa saja dijalankan, asal halal, demikian pedoman hidupnya. Meski banyak kabar miring tentang bu Renyah , karena ada teman pria yang sering ke sana bahkan sampai malam, tetapi bu Renyah pantang mundur bekerja keras untuk dia dan anaknya dan untuk membayar uang kontarakan rumah.

5.Ibu Ceking
Menjadi janda bukan pilihannya, tetapi ketika maut menjemput suaminya, bu Ceking tak bisa menolaknya. Meski sudah terlalu lama hidup sendirian dan mungkin kesepian karena tak mempunyai keturunan, tetapi bu Renyah belum menikah. Belum ada yang cocok, demikian tuturnya. Kerja di pabrik dengan waktu kerja yang tak sama tiap harinya tak membuat bu Ceking bersedih, kelihatan dari sikapnya yang ramah, sedikit gugup dan agak nervous-an.

6.Ibu Manis
Tinggal di perumahan sekitar setahun belakangan ini, seorang janda dengan dua anak yang sudah dewasa. mengajar di sebuah sekolah yang cukup jauh dari perumahan kami. Hidupnya kelihatan bahagia, sederhana dan ceria meski hidup di rumah kontrakan.

Benar-benar para perempuan hebat yang berjuang demi keluarganya dengan caranya sendiri-sendiri.  Spirit ibu Kartini agaknya tanpa segaja merasuk di jiwa mereka. Selamat ya Bu, teruslah berjuang demi apa yang telah dinyakini, jangan menyerah!!! (11.5.12)

Sungai Mahakam Kaltim, keindahan yang mempesona


Salah satu sudut di tepian Sungai Mahak
Sungai Mahakam merupakan nama sebuah  sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di  Selat Makasar .  Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian  hulu , hingga    Kabupaten Kutai Kartanegara  dan Kota  Samarinda  di bagina hilir . Di sungai hidup spesies mamalia  ikan air tawar  yang terancam punah, yakni Pesut Mahakam.    
Sungai Mahakam terletak di Kalimantan Timur,  merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia , dengan luas wilayah 245.237,80 km2 atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura atau 11% dari total luas wilayah Indonesia. Provinsi ini berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Negara Bagian  Sabah  dan  Serawak  , Malaysia Timur.
Salah satu pemandangan di danau Kaltim

Ketika suami saya berugas di Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Kutai Kartanegara, saya menikmati keindahan  dan keperkasaan sungai Mahakam yang terbentang luas. Melihat luasnya dan konon airnya dalam sekali, tak mengherankan jika kapal tongkang yang memuat batu bara selalu melintasi sungai Mahakam. Banyak sekali kapan lalu lalang memanfaatkan transfortasi air yang murah dan efisien. Dilihat dari  fungsinya ,  sungai Mahakam mempunyai peran penting , karena   sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai prasarana transportasi. Air yang warnanya coklat keruh dan kelihatan tenang, menyimpan peran yang besar bagi masyarakat sekitarnya.
Kapal di atas sungai Mahakam mengangkut batu bara

Sungai Mahakam memiliki beberapa anak sungai, yaitu Sungai Belayan, Sungai Lawa,  Sungai Kedang Kepala, Sungai Telen,  Sungai Tenggarong dan Sungai Karang Mumus. Di Sekitar sungai ada semacam tempat untuk istirahat/taman yang biasanya dimanfaatkan anak muda untuk duduk-duduk bercengkrama menanti hari senja digantikan malam. Didukung dengan banyaknya penjual makanan yang menjajakan berbagai jenis makanan, menjadikan duduk-duduk di sekitar Sungai Mahakam menjadi menyenangkan.
Tak jauh dari tempat bercengkrama tadi, berdiri gagah jembatan Sungai Mahakam yang  tanggal 26 November 2011 lalu ambrol. Saya juga tak menyangka, karena kalau di lihat  Jembatan Sungai Mahakam yang sangat terkenal sebagai ‘Golden Gate’ Kalimantan itu sangat kuat, kokh dan berdiri taramat gagah dengan sling-sling baja yang membuat penampilan menarik dan berseni. Jembatan yang menjadi penghubung Kutai Kartanegara- Samarinda dengan Balikpapan, terbilang masih   baru karena baru selesai di bangun tahun 2002 saja dibangun. Tetapi memang pada tahun 2007 lalu (saat saya ke sana), di beberapa bagian jembatan terlihat bergeser beberapa centimeter.

Pergi ke Kalimantan Timur memang tak lengkap jika tak menyeberangi jembatan Sungai Mahakam. Tetapi karena jembatan runtuh, entah kapan lagi bisa menikmati lewat jembatan yang indah dan’ seni’ itu  (11.5.12)







Kamis, 10 Mei 2012

Dilema 'Gelar'


Beberapa waktu yang lalu, ada ‘keributan’ berkaitan dengan pernyataan Marzuki Alie bahwa banyak koruptor di Indonesia adalah lulusan perguruan tinggi negeri (PTN) terkenal, di antaranya Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Ada kehebohan terkait dengan pernyatan tersebut, terutama berbagai kalangan yang berasal dari PT tersebut. 
Saya tidak pada posisi menyetujui atau tidak menyetujui pernyataan dari Marzuki Alie tersebut. Saya hanya merasa apakah tidak terlalu berlebihan ada ‘kehebohan ‘ tersebut? Sementara Marzuki  setahu saya tidak menyebut nama-nama para koruptor. Jika saja kebetulan selama ini koruptor lulusan dari PT tersebut, mungkin menjadi tidak salah kalau Marzuki berpendapat begitu.
Sekali lagi saya tidak memihak kepada salah satu dari kedua belah pihak . Yang menarik bagi saya adalah, pernyataan Marzuki di salah satu Stasiun TV  tadi pagi (10/5/2012) yang menyatakan usulan, kalau terbukti menjadi  koruptor, PT   sebaiknya  mencabut gelar ybs. Bagi saya itu usulan yang menarik dan kongkrit. Selama ini setahu saya kebetulan  beberapa orang yang terbukti korupsi adalah orang-orang yang terpelajar,  ‘makan sekolah’ dan mempunyai gelar yang tinggi. Lalu apa hubungan nya dengan gelar?  Sepengetahuan saya, mentalitas orang di Indonesia (kebanyakan) memang bangga akan gelar yang menempel di namanya. Bagi mereka, gelar akan mempengaruhi status sosial, akan mengangkat derajat, akan menjadi salah satu bukti kelompok ‘elite/kaya’. Karena tidak semua orang bisa meraih gelar dengan murah, cuma-cuma dan gampang. Mungkin sebagian, tanpa uang yang banyak bisa mendapatkan gelar dengan mendapatkan beasiswa, tetapi lebih banyak yang butuh modal duit besar  apalagi di Indonesia sekolah itu mahal.

Apakah gelar begitu penting? Apakah lulusan sarjana yang mempunyai gelar tinggi menjamin mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik? Walahualam, jawab saya. Tetapi berdasarkan data BPS, pada Februari 2012, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana masing-masing 7,5% dan 6,95%. TPT pendidikan menengah masih tetap menempati posisi tertinggi, yaitu TPT Sekolah Menengah Atas sebesar 10,34% dan TPT Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 9,51%. Jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang, dengan TPT Februari 2012 sebesar 6,32% turun dari TPT Februari 2011 sebesar 6,80%.
Berdasarkan data BPS pada Februari 2012, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sebesar 55,5 juta orang (49,21%), sedangkan pekerja dengan pendidikan diploma sekitar 3,1 juta orang (2,77%) dan pekerja dengan pendidikan universitas hanya sebesar 7,2 juta orang (6,43%).
Sementara data bulan  Februari 2011 pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah sebesar 55,1 juta orang (49,53%) dan SMP 21,22 juta orang (19,07%). Sedangkan jumlah pekerja dengan pendidikan Diploma hanya sebesar 3,3 juta orang (2,98%) dan pekerja dengan pendidikan Sarjana sebesar 5,5 juta orang (4,98%).
Kalau membaca data BPS tersebut, masih banyak lulusan sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan alias masih menganggur. Kemungkinan karena lulusan sarjana biasanya cenderung akan mencari pekerjaan yang ‘sebanding’ dengan gelar sarjana-nya. Tidak hanya pekerjaan yang asal-asalan saja. Sementara ketersediaan lapangan pekerjaan kurang memadai.

Meski begitu (pengangguran yang bergelar sarjana banyak) setahu saya banyak orang tetap ingin mengejar titel sarjana  dengan berbagai alasan. Makanya gelar menjadi begitu penting bagi sebagian masyarakat Indonesia.  Begitu pentingnya, kalau sampai orang-orang sudah mencari dan mencapai gelar tertentu dan mendapatkan gelar tersebut, tetapi kemudian di cabut, alangkah beratnya. Kemudian alangkah malunya kalau gelar yang sudah di publikasikan, terancam di copot.
Orang yang memiliki gelar, tentunya mempunyai tanggung jawab moral yang lebih besar , karena mereka dianggap orang yang pintar, cerdas sehingga mestinya  lebih tahu dan paham bagaimana menjaga sikap dan citra.
 
 Nah, dengan shock terapi pencabutan gelar bagi para koruptor, bisa menjadi langkah yang menarik untuk di wacanakan. Meskipun mekanismenya belum tentu mudah, tetapi pencabutan gelar bisa menjadi alternatif guna meminimalisir potensi hasrat untuk korupsi dari orang-oarng yang punya gelar. (10.5.12)

Selasa, 08 Mei 2012

Minggu Pagi di Car Free Day


Kota Solo Jawa Tengah setiap hari Minggu pagi mempunyai program membebaskan jalan Slamet Riyadi dari semua kendaraan  bermotor atau biasa di sebut Car Free Day. Program pemerintah kota ini disambut antusias oleh masyarakat, karena masyarakat mempunyai  tempat untuk berolahraga, berkumpul, bersepeda, bermain dll.


Nah, pada suatu minggu pagi yang cerah, Nanda bermain di Car Free Day bersama teman-teman sekolahnya. Mereka menikmati suasana Minggu pagi yang cerah dengan bermain-main dan berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Setelah lelah bermain sepakbola, Nanda dan temannya melepas lelah dengan bercerita yang membuat mereka tertawa-tawa. Karena sudah lapar, mereka memutuskan untuk membeli sarapan di restoran cepat saji di sekitar areal Car Free Day. Tetapi pada saat itu, tanpa segaja Nanda melihat dua anak kecil yang kelaparan duduk di pinggir jalan. Setelah berbincang sejenak, Nanda memutuskan untuk membelikan makanan bagi kedua anak lelaki tersebut. Meski Nanda tidak jadi membeli makanan untuk dirinya sendiri, tetapi dia merasa senang dan bangga telah menolong kedua anak tersebut dari kelaparan. Dan aksi Nanda secara spontan juga di ikuti oleh teman-temannya.

Alma-ku sayang...
( salah satu judul cerpen Alma, yang akan diterbitkan oleh salah satu penerbit di Bandung, bulan Juli 2012)

Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

Saya tak akan heran jika ponakan bu Menur juga akan melakukan perilaku yang sama dengan tantenya yaitu mengajak menginap pacarnya. Ponakan laki-lakinya yang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di kota saya, kemungkinan besar ikut-ikutan dengan sikap tantenya yang suka /sering mengajak nginap laki-laki yang konon pacarnya sebelum menikah. Ya, bu Menur, janda sudah dua kali , yang pertama meninggal dunia dengan meninggalkan anak lelaki berumur kurang dari 5 tahun waktu itu. Kemudian dia menikah lagi dengan laki-laki duda  , konon kabarnya dari Jakarta , tak mempunyai keturunan dengan Bu Menur dan sekitar tiga tahun yang lalu mereka cerai. Dari pernikahan dengan suami pertama yang kaya raya, di tinggal menjadi janda, bu Menur beruntung di tinggali warisan 3 rumah (yang 2 menjadi pabrik), mobil, usaha dan mestinya harta yang berlimpah. Sayang sekali, mungkin karena tidak terampil mengurus bisnis, sepeninggal suami, bisnisnya kacau bahkan kabarnya 2 pabrik sudah menjadi jaminan bank karena sejumlah hutang. Apalagi setelah menikah dengan suami kedua, yang di sini dia tidak bekerja, dan kabarnya dia malah di gaji oleh bu Menur setiap bulan untuk uang jajan, dibelikan motor baru dan kerjaan sehari-hari mengantar bu Menur ke tempat usaha (menjadi driver???).
Barangkali karena dia nggak punya kerjaan, semnetara bu Menur mengurus bisnisnya, konon kabarnya si suami (sebut saja pak Gombloh) malah bermain api dengan salah seorang perempuan di RT sebelah yang dia sudah mempuanyai suami dan anak. Kebenarannya kabar, saya tidak tahu, tetapi yang saya tahu, memang si perempaun itu sering ke rumah pak Gombloh dikala bu Menur tidak di rumah (rumah kosong). Saya tahu persis karena rumah Bu Menur tepat di depan rumah saya, hanya dipisahkan oleh jalan perumahan.
Singkat cerita, bu Menur dan pak Gombloh cerai, salah satunya karena setelah perselingkuhan terbongkar, pak Gombloh ke Jakarta untu bekerja, dan bu Menur kabarnya tak bisa meneruskan rumah tangga dengan kondisi berjauhan seperti itu.

Beberapa tahun kemudian, bu Menur di gosipkan mempunyai perilaku gak bener, seperti 'bisa dipakai' oleh orang lain dengan imbalan uang tentu saja. Kabarnya dia benar-benar kesulitan uang, karen bisnis nggak jalan, sementara 2 rumahnya masih menjadi jaminan bank dan rumah yang dia tempati susah di jual karena surat2nya susah di urus. Beberapa kali pernah dia tawarkan rumahnya bahkan diiklankan di koran, dan beberapa kali orang melihat dan ngasih DP, tetapi karena suratnya susah di urus, maka batal. Saya mulai percaya dia kesulitan uang, karena beberapa orang pernah datang menagih utang ke rumahnya dan saya yang tahu benar ada seorang ibu berumur sekitar 60 tahun yang beberapa kali datang . Si Ibu cerita ke saya kalau bu Menur sudah  tahunan hutang ke dia sejumlah Rp 50 jt (waktu itu suami yang pertama baru meninggal) , si ibu bahkan meminjam uang di bank demi bu Menur karena kasihan, dan pinjaman di bank dengan jaminan sertifikat rumahnya. Setiap bulan bunga dari pinjaman yang nutup si ibu itu, tetapi sampai sekarang bu Menur sama sekali tidak mencicil hutangnya bahkan sekedar bunga juga tidak. Si ibu sudah berulang kali menangih, tetapi selalu diberikan alasan saja.

Sekitar tahun lalu, tiba-tiba kalau hari Sabtu dan Minggu ada laki-laki dewasa berumur sekitar 48an tahun sellau menginap di rumah bu Menur, dan setelah saya perhatikan dia ternyata sebut saja pak Koya yang ternyata dia pernah menjadi teman kuliah saya. Waktu kuliah dulu, dia sudah punya istri dan 3 anak yang besar-besar. Dulu dia kerja menjadi petugas keamanan di salah satu bank. Saya terkejut seklai, karen asetahu saya pak Koya sudah berumah tangga. Kepada saya ketika saya tanyakan bu Menur cerita kalau pak Koya itu saudaranya. Tetapi bahasa tubuhnya mengisaayartkan kalau dia itu bohong. Sementara kepada beberapa tetangga, bu Menur cerita kalau pak Koya, pegawai salah satu bank di Tegal adalah calon suaminya. Dan anehnya dia tak punya malu untuk menginapkan pak Koya setiap sabtu dan minggu di rumahnya. Kabar yang berhembus, pak Koya sudah menduda sejak beberapa tahun lalu. Jadi dia tak lagi tinggal di Solo dengan istri dan ketiga anaknya yang sudah dewasa(kuliah dan SMA).
Amboi, sungguh mengherankan sekali dan betapa tak tahu malunya dia dengan bangga bisa mempunyai pacar seorang yang mempunyai kedudukan bagus dalam pekerjaannya.  Singkat cerita , karena sudah di tegur berkali-kali untuk tidak menginapkan lelaki dewasa yg bukan muhrimkan tidak di gubris, pada suatu hari rumahnya di gebrek bapak-bapak dan pada waktu itu pak Koya bermalam di rumahnya. Ajaib sekali, bu Menur tanpa malu dan rikuh tetap tidak mau mnegelurakan pak KOya dari rumahnya. Dan dia mengaku hanya dua kali menginapkan lelaki itu. Pun ketika dia di sidang oleh ibu-ibu ketika rapat PKK, dia hanya mengaku baru 2 kali menginapka lelaki itu. Padahal pastinya lebih dari 8 kali pak Koya nginap di situ. Saya tahu persis dan saksi hidup(kan depan rumah). OMG .....saya malah yang malu. Beberapa waktu yang lalu saya mendapat informasi dari teman kuliah kalau ternyata pak Koya sudah ber-haji lho (tapi kok kayak gitu perilakunya?...)

Pasca di gerebek , waktu bulan puasa tahun lalu , mereka menikah(katanya, ada tetangga yang di undang dan dia bagi-bagi nasi kardus tanda syukuran) dan anehnya justru setelah menikah pak Koya malah jarang menginap di situ. Bu Menur ikut ke rumah suaminya , tetapi dia terkadang pulang. Nah, kalau pas di rumah beberapa hari, pak Koya tak menampakkan batang hidungnya.

Nah, makanya tak heran kalau ponakan berani membawa menginap pacarnya karena pastinya meniru tantenya. Ponakan itu benar-benar tak tahu sopan santun, kalo ada orang (warga komplek) ketemu, dia sama sekali nggak mau nyapa, nggak senyum. Parah dan sok banget. Eh, malah berani bawa cewek nginap. Suami kasih tahu ke tetangga dan pak RT, tetapi ternyata tetangga sudah ada yang tahu juga karena memergoki ceweknya pulang pagi-pagi dari situ. Olala ternyata jadi rahasia umum. Tapi ketika mau direncana untuk di gerebek, si ponakan kemudian nggak nongol lagi. Asumsinya sudah ada tetangga yang lapor ke bu Menur (karena ada tetangga yang cs-nya bu Menur).

Ternyata ibarat pepatah, " buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya" ada benarnya juga. Orang akan belajar dari lingkungan/orang terdekat. Jadi, mestinya kita bisa berhati-hati dalam bersikap terutama kalau sampai menjadi pelajaran (tanpa sadar) buat keluarga terdekat kita................

Jumat, 04 Mei 2012

Biaya Sekolah Mahal , Nak.....

Hari-hari terakhir menjelang Ujian Nasional (UN)  SD, para ibu (mungkin juga bapak) yang anaknya kelas VI terlihat sibuk, repot dan agak 'stres' memikirkan kesiapan putra putrinya yang akan menempuh ujian akhir. Mereka berbincang soal 'kerepotan' meminta anaknya belajar, membatasi waktu main dan hal-hal lain yang intinya anak harus belajar..belajar dan belajar. Selain itu mereka juga sibuk dan 'ribut' sendiri memikirkan sekolah  SMP  untuk anaknya. Sebagian sudah mendaftar di SMP swasta, yang jauh-jauh bulan lalu, sekitar bulan Februari sebagian besar sudah menerima pendaftaran siswa baru. Sebagaian sudah ,mendaftar dan sekaligus sudah mendapatkan sekolah bagi anaknya. Mendaftarkan anak ke sekolah swasta, memang dipandang 'elit', orang yang kaya, hebat dan 'memperhatikan pendidikan anak. Orang umu masih banyak yang berpandangan seperti itu, sehingga kalau anaknya sekolah sekolah swasta , akan menaikan status sosial orang tuanya. Kok bisa??? Ya, karena sekolah di swasta mahal biayanya, dan hanya orang yang berpenghasilan  dalam jumlah tertentu yang mampu. Biasanya sekolah swasta akan membuka pendaftaran, melakukan ujian tertulis, wawancara dan setelah anak di terima, maka harus membayar sejumlah uang. Rata-rata untuk tahun ini (2012) sekolah swasta membandrol biaya masuk 5- 6 juta (wow......??????), hanya ada  sebagian kecil sekolah swasta yang mematok biaya di bawah 4 juta.
Masih giat belajar, ingin meraih kualitas pendidikan bermutu  dan murah

Membayangkan , biaya untuk 'hanya masuk' sekolah saja demikian besarnya, yang pasti tidak akan mudah di akses oleh orangtua yang hidupnya pas-pasan.  Demi 'kata kualitas sekolah' biaya sekolah di patok begitu mahal, hanya untuk masuk. Belum hitungan biaya bulanan (entah dengan bungkus SPP/ iuran sukarela/ sumbangan/biaya ekstra kulikuler/ dll) yang untuk sekolah swasta tertentu bisa sampai di atas Rp 300.000 . Belum lagi biaya lain-lain-nya yang harus dibayar. Dengan biaya mahal sekali (mencekik-menurut saya), belum tentu kualitas sekolah/pendidikan sebanding dengan mahalnya biaya.
Afin, putra sulung kami dan adiknya

Saya dan suami bersepakat, untuk anak kami (Afin)  yang tahun ini akan masuk SMP, akan di carikan SMP negeri , dengan pilihan pertama MTSN , kemudian pilihan kedua SMP swasta islam yang tidak berbiaya mahal(survey kami, ada SMP Isalam swasta yang masih mematok biaya masuk sekitar Rp 2 jutaan saja/ tapi bukan termasuk SMP swasta elit) baru pilihan terakhir ke SMP N. Kebetulan anak kami juga sepakat dengan alternatif yang kami tawarkan . Afin, tahu kemampuan akademik (agama) di atas rata-rata , sehingga akan sayang sekali jika  SMP nya negeri yang pelajaran agama terbatas. Pilihan mencari SMP Negeri, faktor utama adalah soal biaya yang tentunya relatif lebih murah dan lebih terjangkau untuk keluarga kami. Barangkali kalau hanya untuk 'gengsi', kami bisa saja memasukkan ke SMP swasta, tetapi kami lebih mempertimbangkan biaya mahal yg belum tentu akan menghasilkan kualitas anak yang lebih bagus dibanding di sekolah yang berbiaya murah.

Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, membuat prihatin sekali. Dengan biaya pendidikan yang mahal, masyarakat tidak semuanya mampu mengaksesnya. Sementara pendidikan menjadi hak setiap anak di Indonesia. Meski alokasi APBN cukup besar , tetapi nyata-nyata biaya pendidikan selalu dalam kategori tinggi. Meski di negripun yang dilarang mengambil biaya dari orangtua murid, tetapi tetap saja ada biaya-biaya yang dibayarkan , terlebih jika masuk pertama kali.

Meski konstitusi kita hasil amandemen ketiga telah mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN atau APBD, namun kenyataannya hanya beberapa daerah yang mampu menggratiskan biaya pendidikan sembilan tahun. Itu pun sebagian hanya untuk sekolah negeri. Hal ini tentu merupakan kenyataan yang ironis. Apalagi bila menyaksikan liputan media. Sering disaksikan bagaimana kondisi pendidikan di negeri ini. Mulai dari gedung sekolahan yang hampir roboh, meja kursi siswa yang reyot. Itu baru di daerah pedalaman, belum termasuk daerah yang terkena bencana, kondisinya tentu lebih memprihatinkan.
Kementerian Pendidikan Nasional, menetapkan misi lima tahun ke depan (2010-2015) dengan lima hal yang menjadi focus perhatian. Kelima focus yang dinamai Lima K, yakni yakni Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas/mutu dan relevansi, Kesetaraan serta Kepastian. Dengan Lima K tersebut diharapkan membuka jalan dalam peningkatan layanan pendidikan berbagai jenjang yang ada.

Sebelumnya, pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi untuk menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun. Salah satunya adalah dalam PP No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Di dalam Pasal 62 PP disebutkan bahwa (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal;  (2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap; (3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Namun, selalu saja biaya pendidikan mahal, mahal dan mahal. Biaya sekolah mahal,nak......................(04.05.12)

Selasa, 01 Mei 2012

Hadiah Dari Papa (Fiksi)


Buku kumpulan cerpen ini  berisi beberapa cerita anak yang sebagain besar berasal dari pengalaman penulis sendiri.   Ada cerita tentang  Hadiah dari Papa, yang merupakan kejutan hadiah dari papa buat Zaira. Cerita lainnya tentang sekelompok anak kelas IV yang bermaksud mengisi waktu luang di sekolah dengan bermain sulap kartu, tetapi kemudian mendapat teguran dari ibu gurunya. Cerita menarik lainnya tentang si Cungkring, seekor kucing kecil yang ditemukana dalam kondisi kurus dan kotor. Tetapi dua bulan kemudian menjadi kucing yang sehat, gemuk dan lucu.
Dan masih banyak cerita lainnya yang menarik untuk di baca.

Karena di tulis dan diceritakan oleh anak yang berusia 9 tahun(pada saat menulis berusia 9 tahun), cerita yang mengalir sederhana, lugas, banyak dialog dan mudah di mengerti oleh  anak-anak.  Oleh karenanya , buku ini pantas untuk di baca oleh anak-anak, bisa juga sebagai hadiah ulang tahun anak, keponakan, saudara, dll.

Hadiah dari Papa
Penulis                 : Anugrah Rawiyah Salma
Penerbit              : Tiga Ananda Tiga Serangkai Solo
Tahun   terbit    : 2012

ADD Pertahankan Kemiskinan? Pelajaran Berharga di Tiga Kabupaten


Mendiskusikan kehidupan bernegara untuk konteks Indonesia akan sangat menarik bila kita lihat potret di desa. Sebuah komunitas yang unik, beragam dan berwujud dalam kehidupan sosial yang menarik untuk didalami. Pasca reformasi, berbagai kebijakan telah dikeluarkan pemerintah pusat untuk membuat desa lebih berkembang. Tonggak pengakuan desa sebagai entitas dan komunitas penting semakin jelas begitu keluar PP No 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Sebelumnya, hanya diatur di Undang-undang No 32 Tahun 2004 yang digabungkan dengan soal pemerintah daerah, pilkada dan keuangan daerah.

Tulisan dalam Policy Paper ini, mengkaji penerapan regulasi ADD di tiga wilayah yaitu Kabupaten Kebumen Jawa Tengah, Kabupaten Solok Sumatera Barat serta Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Potret 3 daerah ini memang tidak merepresentasikan gambaran implementasi ADD di Indonesia tetapi setidaknya mewakili beberapa wilayah yang ada. Data yang ditampilkan adalah data daerah tahun 2010 yang bersumber dari berbagai macam informasi yang dapat dikumpulkan. Bedah ADD meliputi kajian Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Pegawai, Jumlah Total ADD, Jumlah ADD yang seharusnya disalurkan dan beberapa informasi penting lainnya

Rekomendasi dari tulisan ini adalah, Pemerintah pusat perlu segera membuat grand design penataan desa serta format peruntukan ADD bagi pembangunan desa. Mereka perlu duduk bersama dengan elemen yang peduli, faham dan mengerti betul isu desa, adat, budaya, sosial dan kewenangan desa. Grand design itu mencakup 4 kepentingan pokok yaitu pemberdayaan pemerintah desa, pemberdayaan komunitas dan kelembagaan di desa, insentif pengembangan desa serta penguatan ekonomi desa

ADD Pertahankan Kemiskinan?
Pelajaran Berharga di Tiga Kabupaten
Penulis                 : Suci  Handayani
Penerbit              :  FPPD Yogjakarta
Tahun   terbit    : 2011

Mozaik Demokrasi Deliberatif, Pembelajaran dari 5 Daerah


Buku ini menceritakan beberapa kelompok warga yang terorganisir pada suatu daerah tertentu  berupaya memperjuangkan kepentingan bersamanya melaui proses yang panjang dan melelahkan. Proses yang dijalankan melalui cara yang berbeda tetapi sebagian langkah mereka memiliki kemiripan yakni melalui proses dialogis dengan melibatkan pihak-pihak tertentu termasuk yang ditengari sebagai pihak yang mereka hadapi. 
 Kegiatan yang mereka lakukan dalam proses yang tidak sebentar, tahap demi tahap , dialog demi dialog, pertemuan demi pertemuan berlangsung. Perjuangan yang dilakui memperlihatkan kesabaran dan keseriusan  dan militansi didasarkan atas nasib yang mereka lalui,  yang termarginalkan karena tindakan dan kebijakan penguasa.


Dalam buku setebal 328 ini, Kaukus 17++ mencoba menawarkan kepada pembaca  pengalaman beberapa kelompok warga terorganisir yang memperjuangkan perubahan kebijakan.




Mozaik Demokrasi Deliberatif
Pembelajaran  dari  5 Daerah
Penulis                 : Putut Gunawan, Suci Handayani, Imron Rosyid, Sindu Dwi Hartanto
Penerbit              :  Kaukus 17++
Tahun   terbit    : 2011

Memaknai Demokrasi Lokal, Belajar Dari Lima Daerah


Perjalanan panjang perjuangan forum warga telah banyak memberikan jejak pembelajaran baik yang berhubungan dengan perjuangan hak-hak dasar, kebijakan publik, maupaun mata pencaharian, namun seringkali masih belum terdokumentasikan dengan baik dan sistimatis. Sehingga penyebaran  pembelajaran  masih terbatas dikalangan jaringan pegiat forum warga aktifis.

Buku ini merupakan pembelajaran dari 5  forum warga di 5 daerah yaitu di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah , Kabupaten  Gunungkidul  Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten  Lombok Utara, Kota Manado Sulawesi Utara, dan Kota Palembang Sumatra Selatan.
Buku ini merupakan hasil riset tentang 5 forum warga tersebut yang diterbitkan oleh Kaukus 17++.
Kaukus 17++ sebagai simpul jaringan kerja nasional organisasi non pemerintah yang memiliki kesamaan cita-cita dengan mewujudkan kelembagaan masyarakat lokal melalui forum warga, mengambil peran untuk mendukung dan memyberi perhatian kepada Forum Warga dan mempromosikan  praktik demokrasi deliberative, juga sebagai penyedia layanan bagi Forum Warga untuk menjalankan proses demokrasi deliberative serta penyedia sumber daya bagi Forum Warga dalam memperjuangkan kedaulatan warga secara deliberative.

Buku dengan 204 halaman ini, hanya sebagaian kecil dari inisiatif pendampingan yang dilakukan oleh Kaukus 17++, tetapi diharapkan mampu memberikan pembelajaran bagi semua pihak, sehingga impian tentang pentingnya partisipasi kewargaan dalam proses demokrastisasi akan mendapat dukungan penguatan dan praktek-praktenyak bisa meluas.

Memaknai Demokrasi Lokal
Belajar dari Lima Daerah
Penulis                 : Suci Handayani, Imron Rosyid, Sholahudin Aly
Penerbit              :  Kaukus 17++
Tahun   terbit     : 2011

Merajut Harapan Menuju Perubahan (Kelompok Miskin Kota Berjuang Merubah Kebijakan)



Perkembangan dan perjuangan forum warga dalam mempengaruhi   perubahan kebijakan di  suatu daerah menjadi hal  yang penting untuk di jadikan bahan pembelajaran bagi pihak lain sekaligus bisa menjadi spirit  bagi perjuangan yang membutuhkan komitment dan solidaritas dari anggotanya.
Keberhasilan tidak di lalui dengan jalan yang mudah dan waktu yang singkat, tetapi butuh jalan panjang, berliku, waktu lama dan butuh banyak pengorbanan dari pelaku baik waktu, tenaga, dana dan komitmen.  Tidak semua perjuangan  menghasilkan keberhasilan ,  banyak juga kegagalan yang mesti di hadapi. Tetapi justru dengan kegagalan, langkah ke depan harus bisa lebih baik lagi.

Buku  dengan jumlah  292 halaman ini, mendokumentasikan sejarah dan upaya Forum Warga di kota Solo dalam memperjuangkan perubahan kebijakan yang lebih berpihak kepada mereka


Merajut Harapan Menuju Perubahan
(Kelompok miskin kota berjuang merubah kebijakan)
Penulis                 : Suci Handayani
Penerbit              : Kompip
Tahun                   : 2006

Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif (sebuah Pengalaman di Kota Solo)


Sejak tahun 2001, ketika desentralisasi di gulirkan, praktek partisipasi dalam proses governance yang baru telah berlangsung di seluruh kota/kabupaten  di Indonesia, termasuk Solo yang telah menun jukan kemajuan melebihi kota/ kabupaten lainnya. Mekanisme dan forum partisipasi sudah tersedia, bahkan diistitusionalisasi sebelum kota/kabupaten lainnya ada. Wadah tersebut dimanfaatkan oleh berbagai kelompok civil society yang terorganisir dalam forum komunitas, forum warga atau forum multi pihak.

Buku  ini merupakan refleksi dari catatan pengalaman sekaligus penjabaran dari berbagai pembelajaran  perencanaan partisipatif di kota Solo terutama pengalaman  masyarakat marginal dalam perencanaan pembangunan. Dalam buku ini juga ada baseline data capaian para pelaku yang terlibat dalam suatu proses reformasi.

Buku setebal 192 halaman ini, bisa menjadi referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan referensi  mendorong  partisipasi warga  terutama masyarakat marginal dalam perencanaan partisipatif .






Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif
(sebuah Pengalaman di Kota Solo)
Penulis               : Suci Handayani
Penerbit              : Kompip
Tahun                   : 2006

Bergumul Bersama Masyarakat


Perencanaan pembangunan di kota Solo terus berkembang dengan banyak dinamika di dalamnya, yang menarik untuk di telusuri.  Buku ini terbagi menjadi beberapa bagaian yang mengupas secara khusus dinamika yang terjadi selama pendampingan oleh penulis. Bagian pertama menceritakan proses keterlibatan masyarakat dan mengenai implementasi UU no 22/th 1999 yang dilakukan Kota Solo. Bagian kedua ,menceritakan perjalanan perencanaan partisipatif yang telah dilakukan, bagian ketiga memaparkan bagaimana pendampingan dilakukan dan potret proses perencanaan yang sudah dialkukan , dan bagian terakhir memuat pandangan penulis tentang pengamatan dan keterlibatahn dalam proses perencanaan baik aspek kelembagaan, hubungan antar lembaga, kondisi sosial masyarakat, kelembagaan birokrasi dan aspek lainnya.

Buku yang ditulis oleh orang yang terlibat langsung dalam pendampingan untuk mendorong  partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, bisa menjadi bacaan yang menambah pengetahuan bagi para pendamping masyarakat.

Bergumul Bersama Masyarakat
Berbagai Cerita Proses Perencanaan Partisipatif 
di Kota Solo
Penulis                 : Muhammad Histiraludin
Tahun                   : 2004