Banyak perempuan 'perkasa' dan 'hebat' yang tinggal di Rt-ku. Mereka hebat, karena tidak saja bekerja di sektor domestik tetapi juga bekerja di sektor publik. Hebat dan oke banget, karena mampu melakukan dua hal tersebut dan hebatnya lagi karena dari sisi finansial, para perempuan tersebut justru menjadi faktor utama tegakknya ekonomi rumah tangga. Mungkin sudah hal yang biasa ketika perempuan kerja di sektor publik, tetapi dia bukan tumpuan utama kelangsungan hidup keluarganya. Tetapi ketika perempaun-perempuan itu yang menjadi andalan, tentunya bagi saya itu hebat. Perempuan hebat tersebut, rata-rata pasangan hidupnya 'lagi tidak bekerja' , 'tidak ada kerjaan rutin', 'hanya sesekali bekerja' dan berbagai alasan lainnya.
1. Ibu Denok
Perempuan hebat yang bekerja sebagai pengajar, sekaligus bersemangat sekali mencari tambahan penghasilan sebagai guru les privat. Sementara pasangan hidupnya sudah tahunan tak punya kerjaan yang mapan/ rutin. Hanya sesekali mendapat kerjaan, sehingga mau tidak mau , kelangsungan keluarganya si ibu Denok-lah yang bertanggung jawab. Tetapi yang menyedihkan, meski si pasangan hidup bu Denok tak kerja tetap dan lebih banyak di rumah, tetapi dulu masih terdengar ada KDRT. Teriakan bu Denok di timpali suara piring dan gelas yang dibanting pecah.
2. Ibu Tralala
Perempuan hebat yang bekerja menjadi pegawai pajak. Bersahaja, ramah, baik. Suaminya akhir-akhir ini hanya bekerja mengantar dan menjemput anak ke sekolah. Sehari-hari di rumah , tetapi akhir-akhir ini ada aktivitas bisnis di luar yang coba ditekuni.
Ibu Tralala hebat karena tetap bisa menerima keadaan suami dan kelihatan tetap baik dan hormat dengan suaminya.
3.Ibu Dingdong
Sudah menjanda karena suaminya meninggal sejak bertahun-tahun silam. Ketika suami meninggal, kedua anaknya masih sekolah SMP dan SMA. Bu Dingdong sangat tekun dalam bekerja dari satu pasar ke pasar lainnya. Sangat sederhana dan kelihatan baik dan penuh tanggung jawab. Berkat perjuangannnya yang tak kenal lelah dan sangat gigih , sekarang anak pertama sudah bekerja si Jakarta, anak kedua sudah magang di sebuah perusahaan sambil memberi les privat.
4.Ibu Renyah
Janda cerai sekitar 4 tahun yang lalu, dengan dua anak. Ketika cerai , anak pertama ikut suami dan anak kedua ikut bu Renyah. Sepeninggal suaminya, haraus bekerja keras untuk menghidupi dan menyekolahkan anaknya. Bekerja apa saja dijalankan, asal halal, demikian pedoman hidupnya. Meski banyak kabar miring tentang bu Renyah , karena ada teman pria yang sering ke sana bahkan sampai malam, tetapi bu Renyah pantang mundur bekerja keras untuk dia dan anaknya dan untuk membayar uang kontarakan rumah.
5.Ibu Ceking
Menjadi janda bukan pilihannya, tetapi ketika maut menjemput suaminya, bu Ceking tak bisa menolaknya. Meski sudah terlalu lama hidup sendirian dan mungkin kesepian karena tak mempunyai keturunan, tetapi bu Renyah belum menikah. Belum ada yang cocok, demikian tuturnya. Kerja di pabrik dengan waktu kerja yang tak sama tiap harinya tak membuat bu Ceking bersedih, kelihatan dari sikapnya yang ramah, sedikit gugup dan agak nervous-an.
6.Ibu Manis
Tinggal di perumahan sekitar setahun belakangan ini, seorang janda dengan dua anak yang sudah dewasa. mengajar di sebuah sekolah yang cukup jauh dari perumahan kami. Hidupnya kelihatan bahagia, sederhana dan ceria meski hidup di rumah kontrakan.
Benar-benar para perempuan hebat yang berjuang demi keluarganya dengan caranya sendiri-sendiri. Spirit ibu Kartini agaknya tanpa segaja merasuk di jiwa mereka. Selamat ya Bu, teruslah berjuang demi apa yang telah dinyakini, jangan menyerah!!! (11.5.12)
Jumat, 11 Mei 2012
Sungai Mahakam Kaltim, keindahan yang mempesona
Salah satu sudut di tepian Sungai Mahak |
Sungai Mahakam
merupakan nama sebuah sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makasar . Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat
di bagian hulu , hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagina hilir . Di sungai hidup
spesies mamalia ikan air tawar yang terancam punah, yakni Pesut Mahakam.
Sungai Mahakam terletak di Kalimantan Timur, merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia ,
dengan luas wilayah 245.237,80 km2 atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa
dan Madura
atau 11% dari total luas wilayah Indonesia.
Provinsi ini berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Negara Bagian Sabah dan Serawak , Malaysia Timur.
Salah satu pemandangan di danau Kaltim |
Ketika suami saya berugas di Kalimantan Timur, tepatnya di
Kabupaten Kutai Kartanegara, saya menikmati keindahan dan keperkasaan sungai Mahakam yang terbentang
luas. Melihat luasnya dan konon airnya dalam sekali, tak mengherankan jika
kapal tongkang yang memuat batu bara selalu melintasi sungai Mahakam. Banyak
sekali kapan lalu lalang memanfaatkan transfortasi air yang murah dan efisien.
Dilihat dari fungsinya , sungai Mahakam mempunyai peran penting ,
karena sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan
penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi
perikanan maupun sebagai prasarana transportasi. Air yang warnanya coklat keruh
dan kelihatan tenang, menyimpan peran yang besar bagi masyarakat sekitarnya.
Kapal di atas sungai Mahakam mengangkut batu bara |
Sungai Mahakam memiliki beberapa anak sungai, yaitu Sungai
Belayan, Sungai Lawa, Sungai Kedang
Kepala, Sungai Telen, Sungai Tenggarong
dan Sungai Karang Mumus. Di Sekitar sungai ada semacam tempat untuk
istirahat/taman yang biasanya dimanfaatkan anak muda untuk duduk-duduk
bercengkrama menanti hari senja digantikan malam. Didukung dengan banyaknya
penjual makanan yang menjajakan berbagai jenis makanan, menjadikan duduk-duduk
di sekitar Sungai Mahakam menjadi menyenangkan.
Tak jauh dari tempat bercengkrama tadi, berdiri gagah jembatan
Sungai Mahakam yang tanggal 26 November
2011 lalu ambrol. Saya juga tak menyangka, karena kalau di lihat Jembatan Sungai
Mahakam yang sangat terkenal sebagai ‘Golden Gate’ Kalimantan
itu sangat kuat, kokh dan berdiri taramat gagah dengan sling-sling baja yang
membuat penampilan menarik dan berseni. Jembatan yang menjadi penghubung Kutai
Kartanegara- Samarinda dengan Balikpapan, terbilang masih baru
karena baru selesai di bangun tahun 2002 saja dibangun. Tetapi memang pada
tahun 2007 lalu (saat saya ke sana), di beberapa bagian jembatan terlihat
bergeser beberapa centimeter.
Pergi ke Kalimantan Timur memang tak lengkap jika tak menyeberangi
jembatan Sungai Mahakam. Tetapi karena jembatan runtuh, entah kapan lagi bisa
menikmati lewat jembatan yang indah dan’ seni’ itu (11.5.12)
Kamis, 10 Mei 2012
Dilema 'Gelar'
Beberapa
waktu yang lalu, ada ‘keributan’ berkaitan dengan pernyataan Marzuki Alie bahwa
banyak koruptor di Indonesia adalah lulusan perguruan tinggi negeri (PTN)
terkenal, di antaranya Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Gadjah Mada
(UGM). Ada kehebohan terkait dengan pernyatan tersebut, terutama berbagai
kalangan yang berasal dari PT tersebut.
Saya tidak
pada posisi menyetujui atau tidak menyetujui pernyataan dari Marzuki Alie
tersebut. Saya hanya merasa apakah tidak terlalu berlebihan ada ‘kehebohan ‘
tersebut? Sementara Marzuki setahu saya
tidak menyebut nama-nama para koruptor. Jika saja kebetulan selama ini koruptor
lulusan dari PT tersebut, mungkin menjadi tidak salah kalau Marzuki berpendapat
begitu.
Sekali lagi
saya tidak memihak kepada salah satu dari kedua belah pihak . Yang menarik bagi
saya adalah, pernyataan Marzuki di salah satu Stasiun TV tadi pagi (10/5/2012) yang menyatakan
usulan, kalau terbukti menjadi koruptor,
PT sebaiknya mencabut gelar ybs. Bagi saya itu usulan yang menarik dan kongkrit.
Selama ini setahu saya kebetulan
beberapa orang yang terbukti korupsi adalah orang-orang yang terpelajar,
‘makan sekolah’ dan mempunyai gelar yang
tinggi. Lalu apa hubungan nya dengan gelar? Sepengetahuan saya, mentalitas
orang di Indonesia (kebanyakan) memang bangga akan gelar yang menempel di
namanya. Bagi mereka, gelar akan mempengaruhi status sosial, akan mengangkat
derajat, akan menjadi salah satu bukti kelompok ‘elite/kaya’. Karena tidak semua
orang bisa meraih gelar dengan murah, cuma-cuma dan gampang. Mungkin sebagian,
tanpa uang yang banyak bisa mendapatkan gelar dengan mendapatkan beasiswa,
tetapi lebih banyak yang butuh modal duit besar
apalagi di Indonesia sekolah itu mahal.
Apakah gelar
begitu penting? Apakah lulusan sarjana yang mempunyai gelar tinggi menjamin
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik? Walahualam, jawab saya.
Tetapi berdasarkan data BPS, pada Februari 2012, Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) untuk tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana masing-masing 7,5% dan
6,95%. TPT pendidikan menengah masih tetap menempati posisi tertinggi, yaitu
TPT Sekolah Menengah Atas sebesar 10,34% dan TPT Sekolah Menengah Kejuruan
sebesar 9,51%. Jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai
7,6 juta orang, dengan TPT Februari 2012 sebesar 6,32% turun dari TPT Februari
2011 sebesar 6,80%.
Berdasarkan
data BPS pada Februari 2012, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih
tetap mendominasi yaitu sebesar 55,5 juta orang (49,21%), sedangkan pekerja
dengan pendidikan diploma sekitar 3,1 juta orang (2,77%) dan pekerja dengan
pendidikan universitas hanya sebesar 7,2 juta orang (6,43%).Sementara data bulan Februari 2011 pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah sebesar 55,1 juta orang (49,53%) dan SMP 21,22 juta orang (19,07%). Sedangkan jumlah pekerja dengan pendidikan Diploma hanya sebesar 3,3 juta orang (2,98%) dan pekerja dengan pendidikan Sarjana sebesar 5,5 juta orang (4,98%).
Kalau membaca data BPS tersebut, masih banyak lulusan sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan alias masih menganggur. Kemungkinan karena lulusan sarjana biasanya cenderung akan mencari pekerjaan yang ‘sebanding’ dengan gelar sarjana-nya. Tidak hanya pekerjaan yang asal-asalan saja. Sementara ketersediaan lapangan pekerjaan kurang memadai.
Meski
begitu (pengangguran yang bergelar sarjana banyak) setahu saya banyak orang tetap ingin mengejar titel sarjana dengan berbagai alasan. Makanya gelar menjadi
begitu penting bagi sebagian masyarakat Indonesia. Begitu pentingnya, kalau sampai orang-orang
sudah mencari dan mencapai gelar tertentu dan mendapatkan gelar tersebut,
tetapi kemudian di cabut, alangkah beratnya. Kemudian alangkah malunya kalau gelar yang sudah di publikasikan, terancam di copot.
Orang yang memiliki gelar, tentunya mempunyai tanggung jawab moral yang lebih besar , karena mereka dianggap orang yang pintar, cerdas sehingga mestinya lebih tahu dan paham bagaimana menjaga sikap dan citra.
Nah, dengan shock terapi pencabutan gelar bagi para koruptor, bisa menjadi langkah yang menarik untuk di wacanakan. Meskipun mekanismenya belum tentu mudah, tetapi pencabutan gelar bisa menjadi alternatif guna meminimalisir potensi hasrat untuk korupsi dari orang-oarng yang punya gelar. (10.5.12)
Orang yang memiliki gelar, tentunya mempunyai tanggung jawab moral yang lebih besar , karena mereka dianggap orang yang pintar, cerdas sehingga mestinya lebih tahu dan paham bagaimana menjaga sikap dan citra.
Nah, dengan shock terapi pencabutan gelar bagi para koruptor, bisa menjadi langkah yang menarik untuk di wacanakan. Meskipun mekanismenya belum tentu mudah, tetapi pencabutan gelar bisa menjadi alternatif guna meminimalisir potensi hasrat untuk korupsi dari orang-oarng yang punya gelar. (10.5.12)
Selasa, 08 Mei 2012
Minggu Pagi di Car Free Day
Kota
Solo Jawa Tengah setiap hari Minggu pagi mempunyai program membebaskan jalan
Slamet Riyadi dari semua kendaraan
bermotor atau biasa di sebut Car Free Day. Program pemerintah kota ini
disambut antusias oleh masyarakat, karena masyarakat mempunyai tempat untuk berolahraga, berkumpul,
bersepeda, bermain dll.
Nah,
pada suatu minggu pagi yang cerah, Nanda bermain di Car Free Day bersama
teman-teman sekolahnya. Mereka menikmati suasana Minggu pagi yang cerah dengan
bermain-main dan berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Setelah lelah bermain
sepakbola, Nanda dan temannya melepas lelah dengan bercerita yang membuat
mereka tertawa-tawa. Karena sudah lapar, mereka memutuskan untuk membeli
sarapan di restoran cepat saji di sekitar areal Car Free Day. Tetapi pada saat
itu, tanpa segaja Nanda melihat dua anak kecil yang kelaparan duduk di pinggir
jalan. Setelah berbincang sejenak, Nanda memutuskan untuk membelikan makanan
bagi kedua anak lelaki tersebut. Meski Nanda tidak jadi membeli makanan untuk
dirinya sendiri, tetapi dia merasa senang dan bangga telah menolong kedua anak
tersebut dari kelaparan. Dan aksi Nanda secara spontan juga di ikuti oleh
teman-temannya.
Alma-ku sayang... |
( salah satu judul cerpen Alma, yang akan diterbitkan oleh salah satu penerbit di Bandung, bulan Juli 2012)
Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya
Saya tak akan heran jika ponakan bu Menur juga akan melakukan perilaku yang sama dengan tantenya yaitu mengajak menginap pacarnya. Ponakan laki-lakinya yang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di kota saya, kemungkinan besar ikut-ikutan dengan sikap tantenya yang suka /sering mengajak nginap laki-laki yang konon pacarnya sebelum menikah. Ya, bu Menur, janda sudah dua kali , yang pertama meninggal dunia dengan meninggalkan anak lelaki berumur kurang dari 5 tahun waktu itu. Kemudian dia menikah lagi dengan laki-laki duda , konon kabarnya dari Jakarta , tak mempunyai keturunan dengan Bu Menur dan sekitar tiga tahun yang lalu mereka cerai. Dari pernikahan dengan suami pertama yang kaya raya, di tinggal menjadi janda, bu Menur beruntung di tinggali warisan 3 rumah (yang 2 menjadi pabrik), mobil, usaha dan mestinya harta yang berlimpah. Sayang sekali, mungkin karena tidak terampil mengurus bisnis, sepeninggal suami, bisnisnya kacau bahkan kabarnya 2 pabrik sudah menjadi jaminan bank karena sejumlah hutang. Apalagi setelah menikah dengan suami kedua, yang di sini dia tidak bekerja, dan kabarnya dia malah di gaji oleh bu Menur setiap bulan untuk uang jajan, dibelikan motor baru dan kerjaan sehari-hari mengantar bu Menur ke tempat usaha (menjadi driver???).
Barangkali karena dia nggak punya kerjaan, semnetara bu Menur mengurus bisnisnya, konon kabarnya si suami (sebut saja pak Gombloh) malah bermain api dengan salah seorang perempuan di RT sebelah yang dia sudah mempuanyai suami dan anak. Kebenarannya kabar, saya tidak tahu, tetapi yang saya tahu, memang si perempaun itu sering ke rumah pak Gombloh dikala bu Menur tidak di rumah (rumah kosong). Saya tahu persis karena rumah Bu Menur tepat di depan rumah saya, hanya dipisahkan oleh jalan perumahan.
Singkat cerita, bu Menur dan pak Gombloh cerai, salah satunya karena setelah perselingkuhan terbongkar, pak Gombloh ke Jakarta untu bekerja, dan bu Menur kabarnya tak bisa meneruskan rumah tangga dengan kondisi berjauhan seperti itu.
Beberapa tahun kemudian, bu Menur di gosipkan mempunyai perilaku gak bener, seperti 'bisa dipakai' oleh orang lain dengan imbalan uang tentu saja. Kabarnya dia benar-benar kesulitan uang, karen bisnis nggak jalan, sementara 2 rumahnya masih menjadi jaminan bank dan rumah yang dia tempati susah di jual karena surat2nya susah di urus. Beberapa kali pernah dia tawarkan rumahnya bahkan diiklankan di koran, dan beberapa kali orang melihat dan ngasih DP, tetapi karena suratnya susah di urus, maka batal. Saya mulai percaya dia kesulitan uang, karena beberapa orang pernah datang menagih utang ke rumahnya dan saya yang tahu benar ada seorang ibu berumur sekitar 60 tahun yang beberapa kali datang . Si Ibu cerita ke saya kalau bu Menur sudah tahunan hutang ke dia sejumlah Rp 50 jt (waktu itu suami yang pertama baru meninggal) , si ibu bahkan meminjam uang di bank demi bu Menur karena kasihan, dan pinjaman di bank dengan jaminan sertifikat rumahnya. Setiap bulan bunga dari pinjaman yang nutup si ibu itu, tetapi sampai sekarang bu Menur sama sekali tidak mencicil hutangnya bahkan sekedar bunga juga tidak. Si ibu sudah berulang kali menangih, tetapi selalu diberikan alasan saja.
Sekitar tahun lalu, tiba-tiba kalau hari Sabtu dan Minggu ada laki-laki dewasa berumur sekitar 48an tahun sellau menginap di rumah bu Menur, dan setelah saya perhatikan dia ternyata sebut saja pak Koya yang ternyata dia pernah menjadi teman kuliah saya. Waktu kuliah dulu, dia sudah punya istri dan 3 anak yang besar-besar. Dulu dia kerja menjadi petugas keamanan di salah satu bank. Saya terkejut seklai, karen asetahu saya pak Koya sudah berumah tangga. Kepada saya ketika saya tanyakan bu Menur cerita kalau pak Koya itu saudaranya. Tetapi bahasa tubuhnya mengisaayartkan kalau dia itu bohong. Sementara kepada beberapa tetangga, bu Menur cerita kalau pak Koya, pegawai salah satu bank di Tegal adalah calon suaminya. Dan anehnya dia tak punya malu untuk menginapkan pak Koya setiap sabtu dan minggu di rumahnya. Kabar yang berhembus, pak Koya sudah menduda sejak beberapa tahun lalu. Jadi dia tak lagi tinggal di Solo dengan istri dan ketiga anaknya yang sudah dewasa(kuliah dan SMA).
Amboi, sungguh mengherankan sekali dan betapa tak tahu malunya dia dengan bangga bisa mempunyai pacar seorang yang mempunyai kedudukan bagus dalam pekerjaannya. Singkat cerita , karena sudah di tegur berkali-kali untuk tidak menginapkan lelaki dewasa yg bukan muhrimkan tidak di gubris, pada suatu hari rumahnya di gebrek bapak-bapak dan pada waktu itu pak Koya bermalam di rumahnya. Ajaib sekali, bu Menur tanpa malu dan rikuh tetap tidak mau mnegelurakan pak KOya dari rumahnya. Dan dia mengaku hanya dua kali menginapkan lelaki itu. Pun ketika dia di sidang oleh ibu-ibu ketika rapat PKK, dia hanya mengaku baru 2 kali menginapka lelaki itu. Padahal pastinya lebih dari 8 kali pak Koya nginap di situ. Saya tahu persis dan saksi hidup(kan depan rumah). OMG .....saya malah yang malu. Beberapa waktu yang lalu saya mendapat informasi dari teman kuliah kalau ternyata pak Koya sudah ber-haji lho (tapi kok kayak gitu perilakunya?...)
Pasca di gerebek , waktu bulan puasa tahun lalu , mereka menikah(katanya, ada tetangga yang di undang dan dia bagi-bagi nasi kardus tanda syukuran) dan anehnya justru setelah menikah pak Koya malah jarang menginap di situ. Bu Menur ikut ke rumah suaminya , tetapi dia terkadang pulang. Nah, kalau pas di rumah beberapa hari, pak Koya tak menampakkan batang hidungnya.
Nah, makanya tak heran kalau ponakan berani membawa menginap pacarnya karena pastinya meniru tantenya. Ponakan itu benar-benar tak tahu sopan santun, kalo ada orang (warga komplek) ketemu, dia sama sekali nggak mau nyapa, nggak senyum. Parah dan sok banget. Eh, malah berani bawa cewek nginap. Suami kasih tahu ke tetangga dan pak RT, tetapi ternyata tetangga sudah ada yang tahu juga karena memergoki ceweknya pulang pagi-pagi dari situ. Olala ternyata jadi rahasia umum. Tapi ketika mau direncana untuk di gerebek, si ponakan kemudian nggak nongol lagi. Asumsinya sudah ada tetangga yang lapor ke bu Menur (karena ada tetangga yang cs-nya bu Menur).
Ternyata ibarat pepatah, " buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya" ada benarnya juga. Orang akan belajar dari lingkungan/orang terdekat. Jadi, mestinya kita bisa berhati-hati dalam bersikap terutama kalau sampai menjadi pelajaran (tanpa sadar) buat keluarga terdekat kita................
Barangkali karena dia nggak punya kerjaan, semnetara bu Menur mengurus bisnisnya, konon kabarnya si suami (sebut saja pak Gombloh) malah bermain api dengan salah seorang perempuan di RT sebelah yang dia sudah mempuanyai suami dan anak. Kebenarannya kabar, saya tidak tahu, tetapi yang saya tahu, memang si perempaun itu sering ke rumah pak Gombloh dikala bu Menur tidak di rumah (rumah kosong). Saya tahu persis karena rumah Bu Menur tepat di depan rumah saya, hanya dipisahkan oleh jalan perumahan.
Singkat cerita, bu Menur dan pak Gombloh cerai, salah satunya karena setelah perselingkuhan terbongkar, pak Gombloh ke Jakarta untu bekerja, dan bu Menur kabarnya tak bisa meneruskan rumah tangga dengan kondisi berjauhan seperti itu.
Beberapa tahun kemudian, bu Menur di gosipkan mempunyai perilaku gak bener, seperti 'bisa dipakai' oleh orang lain dengan imbalan uang tentu saja. Kabarnya dia benar-benar kesulitan uang, karen bisnis nggak jalan, sementara 2 rumahnya masih menjadi jaminan bank dan rumah yang dia tempati susah di jual karena surat2nya susah di urus. Beberapa kali pernah dia tawarkan rumahnya bahkan diiklankan di koran, dan beberapa kali orang melihat dan ngasih DP, tetapi karena suratnya susah di urus, maka batal. Saya mulai percaya dia kesulitan uang, karena beberapa orang pernah datang menagih utang ke rumahnya dan saya yang tahu benar ada seorang ibu berumur sekitar 60 tahun yang beberapa kali datang . Si Ibu cerita ke saya kalau bu Menur sudah tahunan hutang ke dia sejumlah Rp 50 jt (waktu itu suami yang pertama baru meninggal) , si ibu bahkan meminjam uang di bank demi bu Menur karena kasihan, dan pinjaman di bank dengan jaminan sertifikat rumahnya. Setiap bulan bunga dari pinjaman yang nutup si ibu itu, tetapi sampai sekarang bu Menur sama sekali tidak mencicil hutangnya bahkan sekedar bunga juga tidak. Si ibu sudah berulang kali menangih, tetapi selalu diberikan alasan saja.
Sekitar tahun lalu, tiba-tiba kalau hari Sabtu dan Minggu ada laki-laki dewasa berumur sekitar 48an tahun sellau menginap di rumah bu Menur, dan setelah saya perhatikan dia ternyata sebut saja pak Koya yang ternyata dia pernah menjadi teman kuliah saya. Waktu kuliah dulu, dia sudah punya istri dan 3 anak yang besar-besar. Dulu dia kerja menjadi petugas keamanan di salah satu bank. Saya terkejut seklai, karen asetahu saya pak Koya sudah berumah tangga. Kepada saya ketika saya tanyakan bu Menur cerita kalau pak Koya itu saudaranya. Tetapi bahasa tubuhnya mengisaayartkan kalau dia itu bohong. Sementara kepada beberapa tetangga, bu Menur cerita kalau pak Koya, pegawai salah satu bank di Tegal adalah calon suaminya. Dan anehnya dia tak punya malu untuk menginapkan pak Koya setiap sabtu dan minggu di rumahnya. Kabar yang berhembus, pak Koya sudah menduda sejak beberapa tahun lalu. Jadi dia tak lagi tinggal di Solo dengan istri dan ketiga anaknya yang sudah dewasa(kuliah dan SMA).
Amboi, sungguh mengherankan sekali dan betapa tak tahu malunya dia dengan bangga bisa mempunyai pacar seorang yang mempunyai kedudukan bagus dalam pekerjaannya. Singkat cerita , karena sudah di tegur berkali-kali untuk tidak menginapkan lelaki dewasa yg bukan muhrimkan tidak di gubris, pada suatu hari rumahnya di gebrek bapak-bapak dan pada waktu itu pak Koya bermalam di rumahnya. Ajaib sekali, bu Menur tanpa malu dan rikuh tetap tidak mau mnegelurakan pak KOya dari rumahnya. Dan dia mengaku hanya dua kali menginapkan lelaki itu. Pun ketika dia di sidang oleh ibu-ibu ketika rapat PKK, dia hanya mengaku baru 2 kali menginapka lelaki itu. Padahal pastinya lebih dari 8 kali pak Koya nginap di situ. Saya tahu persis dan saksi hidup(kan depan rumah). OMG .....saya malah yang malu. Beberapa waktu yang lalu saya mendapat informasi dari teman kuliah kalau ternyata pak Koya sudah ber-haji lho (tapi kok kayak gitu perilakunya?...)
Pasca di gerebek , waktu bulan puasa tahun lalu , mereka menikah(katanya, ada tetangga yang di undang dan dia bagi-bagi nasi kardus tanda syukuran) dan anehnya justru setelah menikah pak Koya malah jarang menginap di situ. Bu Menur ikut ke rumah suaminya , tetapi dia terkadang pulang. Nah, kalau pas di rumah beberapa hari, pak Koya tak menampakkan batang hidungnya.
Nah, makanya tak heran kalau ponakan berani membawa menginap pacarnya karena pastinya meniru tantenya. Ponakan itu benar-benar tak tahu sopan santun, kalo ada orang (warga komplek) ketemu, dia sama sekali nggak mau nyapa, nggak senyum. Parah dan sok banget. Eh, malah berani bawa cewek nginap. Suami kasih tahu ke tetangga dan pak RT, tetapi ternyata tetangga sudah ada yang tahu juga karena memergoki ceweknya pulang pagi-pagi dari situ. Olala ternyata jadi rahasia umum. Tapi ketika mau direncana untuk di gerebek, si ponakan kemudian nggak nongol lagi. Asumsinya sudah ada tetangga yang lapor ke bu Menur (karena ada tetangga yang cs-nya bu Menur).
Ternyata ibarat pepatah, " buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya" ada benarnya juga. Orang akan belajar dari lingkungan/orang terdekat. Jadi, mestinya kita bisa berhati-hati dalam bersikap terutama kalau sampai menjadi pelajaran (tanpa sadar) buat keluarga terdekat kita................
Jumat, 04 Mei 2012
Biaya Sekolah Mahal , Nak.....
Hari-hari terakhir menjelang Ujian Nasional (UN) SD, para ibu (mungkin juga bapak) yang anaknya kelas VI terlihat sibuk, repot dan agak 'stres' memikirkan kesiapan putra putrinya yang akan menempuh ujian akhir. Mereka berbincang soal 'kerepotan' meminta anaknya belajar, membatasi waktu main dan hal-hal lain yang intinya anak harus belajar..belajar dan belajar. Selain itu mereka juga sibuk dan 'ribut' sendiri memikirkan sekolah SMP untuk anaknya. Sebagian sudah mendaftar di SMP swasta, yang jauh-jauh bulan lalu, sekitar bulan Februari sebagian besar sudah menerima pendaftaran siswa baru. Sebagaian sudah ,mendaftar dan sekaligus sudah mendapatkan sekolah bagi anaknya. Mendaftarkan anak ke sekolah swasta, memang dipandang 'elit', orang yang kaya, hebat dan 'memperhatikan pendidikan anak. Orang umu masih banyak yang berpandangan seperti itu, sehingga kalau anaknya sekolah sekolah swasta , akan menaikan status sosial orang tuanya. Kok bisa??? Ya, karena sekolah di swasta mahal biayanya, dan hanya orang yang berpenghasilan dalam jumlah tertentu yang mampu. Biasanya sekolah swasta akan membuka pendaftaran, melakukan ujian tertulis, wawancara dan setelah anak di terima, maka harus membayar sejumlah uang. Rata-rata untuk tahun ini (2012) sekolah swasta membandrol biaya masuk 5- 6 juta (wow......??????), hanya ada sebagian kecil sekolah swasta yang mematok biaya di bawah 4 juta.
Membayangkan , biaya untuk 'hanya masuk' sekolah saja demikian besarnya, yang pasti tidak akan mudah di akses oleh orangtua yang hidupnya pas-pasan. Demi 'kata kualitas sekolah' biaya sekolah di patok begitu mahal, hanya untuk masuk. Belum hitungan biaya bulanan (entah dengan bungkus SPP/ iuran sukarela/ sumbangan/biaya ekstra kulikuler/ dll) yang untuk sekolah swasta tertentu bisa sampai di atas Rp 300.000 . Belum lagi biaya lain-lain-nya yang harus dibayar. Dengan biaya mahal sekali (mencekik-menurut saya), belum tentu kualitas sekolah/pendidikan sebanding dengan mahalnya biaya.
Saya dan suami bersepakat, untuk anak kami (Afin) yang tahun ini akan masuk SMP, akan di carikan SMP negeri , dengan pilihan pertama MTSN , kemudian pilihan kedua SMP swasta islam yang tidak berbiaya mahal(survey kami, ada SMP Isalam swasta yang masih mematok biaya masuk sekitar Rp 2 jutaan saja/ tapi bukan termasuk SMP swasta elit) baru pilihan terakhir ke SMP N. Kebetulan anak kami juga sepakat dengan alternatif yang kami tawarkan . Afin, tahu kemampuan akademik (agama) di atas rata-rata , sehingga akan sayang sekali jika SMP nya negeri yang pelajaran agama terbatas. Pilihan mencari SMP Negeri, faktor utama adalah soal biaya yang tentunya relatif lebih murah dan lebih terjangkau untuk keluarga kami. Barangkali kalau hanya untuk 'gengsi', kami bisa saja memasukkan ke SMP swasta, tetapi kami lebih mempertimbangkan biaya mahal yg belum tentu akan menghasilkan kualitas anak yang lebih bagus dibanding di sekolah yang berbiaya murah.
Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, membuat prihatin sekali. Dengan biaya pendidikan yang mahal, masyarakat tidak semuanya mampu mengaksesnya. Sementara pendidikan menjadi hak setiap anak di Indonesia. Meski alokasi APBN cukup besar , tetapi nyata-nyata biaya pendidikan selalu dalam kategori tinggi. Meski di negripun yang dilarang mengambil biaya dari orangtua murid, tetapi tetap saja ada biaya-biaya yang dibayarkan , terlebih jika masuk pertama kali.
Meski konstitusi kita hasil amandemen ketiga telah mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN atau APBD, namun kenyataannya hanya beberapa daerah yang mampu menggratiskan biaya pendidikan sembilan tahun. Itu pun sebagian hanya untuk sekolah negeri. Hal ini tentu merupakan kenyataan yang ironis. Apalagi bila menyaksikan liputan media. Sering disaksikan bagaimana kondisi pendidikan di negeri ini. Mulai dari gedung sekolahan yang hampir roboh, meja kursi siswa yang reyot. Itu baru di daerah pedalaman, belum termasuk daerah yang terkena bencana, kondisinya tentu lebih memprihatinkan.
Kementerian Pendidikan Nasional, menetapkan misi lima tahun ke depan (2010-2015) dengan lima hal yang menjadi focus perhatian. Kelima focus yang dinamai Lima K, yakni yakni Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas/mutu dan relevansi, Kesetaraan serta Kepastian. Dengan Lima K tersebut diharapkan membuka jalan dalam peningkatan layanan pendidikan berbagai jenjang yang ada.
Sebelumnya, pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi untuk menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun. Salah satunya adalah dalam PP No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Di dalam Pasal 62 PP disebutkan bahwa (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal; (2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap; (3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Namun, selalu saja biaya pendidikan mahal, mahal dan mahal. Biaya sekolah mahal,nak......................(04.05.12)
Masih giat belajar, ingin meraih kualitas pendidikan bermutu dan murah |
Membayangkan , biaya untuk 'hanya masuk' sekolah saja demikian besarnya, yang pasti tidak akan mudah di akses oleh orangtua yang hidupnya pas-pasan. Demi 'kata kualitas sekolah' biaya sekolah di patok begitu mahal, hanya untuk masuk. Belum hitungan biaya bulanan (entah dengan bungkus SPP/ iuran sukarela/ sumbangan/biaya ekstra kulikuler/ dll) yang untuk sekolah swasta tertentu bisa sampai di atas Rp 300.000 . Belum lagi biaya lain-lain-nya yang harus dibayar. Dengan biaya mahal sekali (mencekik-menurut saya), belum tentu kualitas sekolah/pendidikan sebanding dengan mahalnya biaya.
Afin, putra sulung kami dan adiknya |
Saya dan suami bersepakat, untuk anak kami (Afin) yang tahun ini akan masuk SMP, akan di carikan SMP negeri , dengan pilihan pertama MTSN , kemudian pilihan kedua SMP swasta islam yang tidak berbiaya mahal(survey kami, ada SMP Isalam swasta yang masih mematok biaya masuk sekitar Rp 2 jutaan saja/ tapi bukan termasuk SMP swasta elit) baru pilihan terakhir ke SMP N. Kebetulan anak kami juga sepakat dengan alternatif yang kami tawarkan . Afin, tahu kemampuan akademik (agama) di atas rata-rata , sehingga akan sayang sekali jika SMP nya negeri yang pelajaran agama terbatas. Pilihan mencari SMP Negeri, faktor utama adalah soal biaya yang tentunya relatif lebih murah dan lebih terjangkau untuk keluarga kami. Barangkali kalau hanya untuk 'gengsi', kami bisa saja memasukkan ke SMP swasta, tetapi kami lebih mempertimbangkan biaya mahal yg belum tentu akan menghasilkan kualitas anak yang lebih bagus dibanding di sekolah yang berbiaya murah.
Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, membuat prihatin sekali. Dengan biaya pendidikan yang mahal, masyarakat tidak semuanya mampu mengaksesnya. Sementara pendidikan menjadi hak setiap anak di Indonesia. Meski alokasi APBN cukup besar , tetapi nyata-nyata biaya pendidikan selalu dalam kategori tinggi. Meski di negripun yang dilarang mengambil biaya dari orangtua murid, tetapi tetap saja ada biaya-biaya yang dibayarkan , terlebih jika masuk pertama kali.
Meski konstitusi kita hasil amandemen ketiga telah mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN atau APBD, namun kenyataannya hanya beberapa daerah yang mampu menggratiskan biaya pendidikan sembilan tahun. Itu pun sebagian hanya untuk sekolah negeri. Hal ini tentu merupakan kenyataan yang ironis. Apalagi bila menyaksikan liputan media. Sering disaksikan bagaimana kondisi pendidikan di negeri ini. Mulai dari gedung sekolahan yang hampir roboh, meja kursi siswa yang reyot. Itu baru di daerah pedalaman, belum termasuk daerah yang terkena bencana, kondisinya tentu lebih memprihatinkan.
Kementerian Pendidikan Nasional, menetapkan misi lima tahun ke depan (2010-2015) dengan lima hal yang menjadi focus perhatian. Kelima focus yang dinamai Lima K, yakni yakni Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas/mutu dan relevansi, Kesetaraan serta Kepastian. Dengan Lima K tersebut diharapkan membuka jalan dalam peningkatan layanan pendidikan berbagai jenjang yang ada.
Sebelumnya, pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi untuk menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun. Salah satunya adalah dalam PP No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Di dalam Pasal 62 PP disebutkan bahwa (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal; (2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap; (3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Namun, selalu saja biaya pendidikan mahal, mahal dan mahal. Biaya sekolah mahal,nak......................(04.05.12)
Selasa, 01 Mei 2012
Hadiah Dari Papa (Fiksi)
Buku kumpulan cerpen ini berisi beberapa cerita anak yang sebagain
besar berasal dari pengalaman penulis sendiri. Ada cerita
tentang Hadiah dari Papa, yang merupakan
kejutan hadiah dari papa buat Zaira. Cerita lainnya tentang sekelompok anak
kelas IV yang bermaksud mengisi waktu luang di sekolah dengan bermain sulap
kartu, tetapi kemudian mendapat teguran dari ibu gurunya. Cerita menarik
lainnya tentang si Cungkring, seekor kucing kecil yang ditemukana dalam kondisi
kurus dan kotor. Tetapi dua bulan kemudian menjadi kucing yang sehat, gemuk dan
lucu.
Dan masih banyak cerita lainnya yang menarik untuk
di baca.
Karena di tulis dan diceritakan oleh anak yang
berusia 9 tahun(pada saat menulis berusia 9 tahun), cerita yang mengalir
sederhana, lugas, banyak dialog dan mudah di mengerti oleh anak-anak.
Oleh karenanya , buku ini pantas untuk di baca oleh anak-anak, bisa juga
sebagai hadiah ulang tahun anak, keponakan, saudara, dll.
Hadiah dari
Papa
Penulis : Anugrah Rawiyah Salma
Penerbit : Tiga Ananda Tiga Serangkai Solo
Tahun terbit
: 2012
ADD Pertahankan Kemiskinan? Pelajaran Berharga di Tiga Kabupaten
Mendiskusikan
kehidupan bernegara untuk konteks Indonesia akan sangat menarik bila kita lihat
potret di desa. Sebuah komunitas yang unik, beragam dan berwujud dalam
kehidupan sosial yang menarik untuk didalami. Pasca reformasi, berbagai
kebijakan telah dikeluarkan pemerintah pusat untuk membuat desa lebih
berkembang. Tonggak pengakuan desa sebagai entitas dan komunitas penting
semakin jelas begitu keluar PP No 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Sebelumnya, hanya
diatur di Undang-undang No 32 Tahun 2004 yang digabungkan dengan soal
pemerintah daerah, pilkada dan keuangan daerah.
Tulisan dalam Policy
Paper ini, mengkaji penerapan regulasi ADD di tiga wilayah yaitu Kabupaten
Kebumen Jawa Tengah, Kabupaten Solok Sumatera Barat serta Kabupaten Kutai
Kartanegara Kalimantan Timur. Potret 3 daerah ini memang tidak
merepresentasikan gambaran implementasi ADD di Indonesia tetapi setidaknya
mewakili beberapa wilayah yang ada. Data yang ditampilkan adalah data daerah
tahun 2010 yang bersumber dari berbagai macam informasi yang dapat dikumpulkan.
Bedah ADD meliputi kajian Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja
Pegawai, Jumlah Total ADD, Jumlah ADD yang seharusnya disalurkan dan beberapa
informasi penting lainnya
Rekomendasi dari
tulisan ini adalah, Pemerintah pusat perlu segera membuat grand design penataan
desa serta format peruntukan ADD bagi pembangunan desa. Mereka perlu duduk
bersama dengan elemen yang peduli, faham dan mengerti betul isu desa, adat,
budaya, sosial dan kewenangan desa. Grand design itu mencakup 4 kepentingan
pokok yaitu pemberdayaan pemerintah desa, pemberdayaan komunitas dan
kelembagaan di desa, insentif pengembangan desa serta penguatan ekonomi desa
ADD
Pertahankan Kemiskinan?
Pelajaran
Berharga di Tiga Kabupaten
Penulis : Suci Handayani
Penerbit :
FPPD Yogjakarta
Tahun terbit
: 2011
Mozaik Demokrasi Deliberatif, Pembelajaran dari 5 Daerah
Buku ini menceritakan beberapa kelompok warga yang
terorganisir pada suatu daerah tertentu
berupaya memperjuangkan kepentingan bersamanya melaui proses yang
panjang dan melelahkan. Proses yang dijalankan melalui cara yang berbeda tetapi
sebagian langkah mereka memiliki kemiripan yakni melalui proses dialogis dengan
melibatkan pihak-pihak tertentu termasuk yang ditengari sebagai pihak yang
mereka hadapi.
Kegiatan yang mereka lakukan dalam proses yang tidak sebentar,
tahap demi tahap , dialog demi dialog, pertemuan demi pertemuan berlangsung.
Perjuangan yang dilakui memperlihatkan kesabaran dan keseriusan dan militansi didasarkan atas nasib yang mereka
lalui, yang termarginalkan karena
tindakan dan kebijakan penguasa.
Dalam buku setebal 328 ini, Kaukus 17++ mencoba
menawarkan kepada pembaca pengalaman
beberapa kelompok warga terorganisir yang memperjuangkan perubahan kebijakan.
Mozaik Demokrasi Deliberatif
Pembelajaran dari 5
Daerah
Penulis : Putut Gunawan, Suci
Handayani, Imron Rosyid, Sindu Dwi Hartanto
Penerbit :
Kaukus 17++
Tahun terbit
: 2011
Memaknai Demokrasi Lokal, Belajar Dari Lima Daerah
Perjalanan panjang perjuangan forum warga telah
banyak memberikan jejak pembelajaran baik yang berhubungan dengan perjuangan
hak-hak dasar, kebijakan publik, maupaun mata pencaharian, namun seringkali
masih belum terdokumentasikan dengan baik dan sistimatis. Sehingga
penyebaran pembelajaran masih terbatas dikalangan jaringan pegiat
forum warga aktifis.
Buku ini merupakan pembelajaran dari 5 forum warga di 5 daerah yaitu di Kabupaten Kebumen
Jawa Tengah , Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Lombok Utara, Kota Manado Sulawesi Utara, dan
Kota Palembang Sumatra Selatan.
Buku ini merupakan hasil riset tentang 5 forum
warga tersebut yang diterbitkan oleh Kaukus 17++.
Kaukus 17++ sebagai simpul jaringan kerja nasional organisasi non
pemerintah yang memiliki kesamaan cita-cita dengan mewujudkan kelembagaan
masyarakat lokal melalui forum warga, mengambil peran untuk mendukung dan
memyberi perhatian kepada Forum Warga dan mempromosikan praktik demokrasi deliberative, juga sebagai
penyedia layanan bagi Forum Warga untuk menjalankan proses demokrasi deliberative
serta penyedia sumber daya bagi Forum Warga dalam memperjuangkan kedaulatan
warga secara deliberative.
Buku dengan 204 halaman ini, hanya sebagaian kecil
dari inisiatif pendampingan yang dilakukan oleh Kaukus 17++, tetapi diharapkan
mampu memberikan pembelajaran bagi semua pihak, sehingga impian tentang
pentingnya partisipasi kewargaan dalam proses demokrastisasi akan mendapat
dukungan penguatan dan praktek-praktenyak bisa meluas.
Memaknai
Demokrasi Lokal
Belajar dari
Lima Daerah
Penulis : Suci Handayani, Imron
Rosyid, Sholahudin Aly
Penerbit :
Kaukus 17++
Tahun terbit
: 2011
Merajut Harapan Menuju Perubahan (Kelompok Miskin Kota Berjuang Merubah Kebijakan)
Perkembangan dan perjuangan forum warga dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di suatu daerah menjadi hal yang penting untuk di jadikan bahan pembelajaran bagi pihak lain sekaligus bisa menjadi spirit bagi perjuangan yang membutuhkan komitment dan solidaritas dari anggotanya.
Keberhasilan tidak di lalui dengan jalan yang mudah
dan waktu yang singkat, tetapi butuh jalan panjang, berliku, waktu lama dan
butuh banyak pengorbanan dari pelaku baik waktu, tenaga, dana dan
komitmen. Tidak semua perjuangan menghasilkan keberhasilan , banyak juga kegagalan yang mesti di hadapi.
Tetapi justru dengan kegagalan, langkah ke depan harus bisa lebih baik lagi.
Merajut
Harapan Menuju Perubahan
(Kelompok
miskin kota berjuang merubah kebijakan)
Penulis : Suci Handayani
Penerbit : Kompip
Tahun : 2006
Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif (sebuah Pengalaman di Kota Solo)
Sejak tahun 2001, ketika desentralisasi di
gulirkan, praktek partisipasi dalam proses governance yang baru telah
berlangsung di seluruh kota/kabupaten di
Indonesia, termasuk Solo yang telah menun jukan kemajuan melebihi kota/
kabupaten lainnya. Mekanisme dan forum partisipasi sudah tersedia, bahkan
diistitusionalisasi sebelum kota/kabupaten lainnya ada. Wadah tersebut
dimanfaatkan oleh berbagai kelompok civil society yang terorganisir dalam forum
komunitas, forum warga atau forum multi pihak.
Buku ini
merupakan refleksi dari catatan pengalaman sekaligus penjabaran dari berbagai
pembelajaran perencanaan partisipatif di
kota Solo terutama pengalaman masyarakat
marginal dalam perencanaan pembangunan. Dalam buku ini juga ada baseline data
capaian para pelaku yang terlibat dalam suatu proses reformasi.
Buku setebal 192 halaman ini, bisa menjadi
referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan referensi mendorong
partisipasi warga terutama
masyarakat marginal dalam perencanaan partisipatif .
Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif
Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif
(sebuah
Pengalaman di Kota Solo)
Penulis
: Suci Handayani
Penerbit : Kompip
Tahun : 2006
Bergumul Bersama Masyarakat
Perencanaan pembangunan di kota Solo terus berkembang dengan banyak dinamika di dalamnya, yang menarik untuk di telusuri. Buku ini terbagi menjadi beberapa bagaian yang mengupas secara khusus dinamika yang terjadi selama pendampingan oleh penulis. Bagian pertama menceritakan proses keterlibatan masyarakat dan mengenai implementasi UU no 22/th 1999 yang dilakukan Kota Solo. Bagian kedua ,menceritakan perjalanan perencanaan partisipatif yang telah dilakukan, bagian ketiga memaparkan bagaimana pendampingan dilakukan dan potret proses perencanaan yang sudah dialkukan , dan bagian terakhir memuat pandangan penulis tentang pengamatan dan keterlibatahn dalam proses perencanaan baik aspek kelembagaan, hubungan antar lembaga, kondisi sosial masyarakat, kelembagaan birokrasi dan aspek lainnya.
Buku yang ditulis oleh orang yang terlibat langsung dalam pendampingan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, bisa menjadi bacaan yang menambah pengetahuan bagi para pendamping masyarakat.
Bergumul
Bersama Masyarakat
Berbagai
Cerita Proses Perencanaan Partisipatif
di Kota Solo
di Kota Solo
Penulis : Muhammad Histiraludin
Tahun : 2004
Langganan:
Postingan (Atom)